Pembangunan berkelanjutan sebagai paradigma baru dalam mengejar pertumbuhan ekonomi, telah menarik perhatian dan komitmen banyak lembaga dan negara. Begitu pentingnya issue ini sehingga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bekerjasama dengan perbagai pemerintah, civil society dan pelaku ekonomi lainnya telah menyusun kerangka kerja pembangunan berkelanjutan yang diharapkan mampu mempertemukan kepentingan ekonomi dan keberlanjutan/ kelestarian alam, menyediakan proses transformasi ekonomi, serta memperluas akses masyarakat untuk keluar dari kemiskinan, dan penegakan keadilan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa permasalahan sosial dan lingkungan hidup yang selama ini belum dimasukkan dalam perhitungan ekonomi menjadi unsur penting yang perlu untuk diperhatikan. Keseimbangan antara kepentingan untuk memperoleh profit tidak berarti dapat memberikan legitimasi untuk menurunkan perhatian dan komitmen menjaga lingkungan dan kehidupan sosial yang lebih baik.
Inisiatif global dari beberapa lembaga keuangan di dunia telah dibentuk untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Beberapa inisatif global dimaksud diantaranya seperti Kesepakatan RIO+ yang memuat komitmen negara-negara maju untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara global dan membantu negaranegara berkembang juga melakukan program pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan, The Equator Principles (EP) yang diikuti 70 institusi keuangan yang berkomitmen untuk tidak akan memberikan pinjaman atas proyek bernilai USD 10 juta atau lebih jika calon debiturnya tidak mematuhi aturan-aturan sosial dan lingkungan hidup yang berlaku dan untuk mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh EP. United Nations Environment Programme – Finance Initiative (UNEP-FI) yang didirikan sejak tahun 1972 sampai dengan 2013 telah memiliki anggota lebih dari 200 lembaga keuangan termasuk 2 (dua) bank dari Indonesia yaitu BNI dan Bank Jabar Banten. Inisiatif dari internasional lainnya adalah Global Reporting Initiative (GRI). Pedoman GRI diadopsi dari the UN Environment Programme (penyandang dana dari UN Development Fund), merupakan salah satu pedoman dalam menyusun laporan keberlanjutan. Laporan keberlanjutan merupakan bentuk laporan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam rangka untuk mengungkapkan (disclose) atau mengkomunikasikan kepada seluruh pemangku kepentingan mengenai kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial masyarakat secara akuntabel.
Indonesia sebagai salah satu negara G20, juga telah menunjukkan komitmennya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca di tahun 2020 pada Pittsburgh Summit di tahun 2009. Komitmen Indonesia untuk menurunkan 26% emisi gas rumah kaca dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan Internasional telah diterjemahkan kedalam Rencana Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca (RAN GRK). Pada rencana tersebut disampaikan bahwa penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% akan diperoleh dari kehutanan dan lahan gambut sebesar 50%, energi dan transportasi sebesar 3,8%, pertanian sebesar 18%, industri 1,8% dan limbah sebesar 5,9%. Disamping itu, pemerintah juga telah memasukkan framework pembangunan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang yang menyebutkan empat aspek dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, lingkungan dan kelembagaan.
Sebagai salah satu otoritas pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentunya memiliki peran untuk mensukseskan komitmen tersebut melalui program keuangan berkelanjutan (sustainable finance). Program ini dilakukan melalui kerjasama berbagai pihak sehingga tercipta dukungan pembiayaan kepada lembaga yang menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan. Program keuangan berkelanjutan tidak hanya berupaya untuk meningkatkan porsi pembiayaan namun juga untuk meningkatkan daya tahan dan daya saing lembaga jasa keuangan. Arah pengembangan untuk peningkatan daya tahan dan daya saing didasari atas pemikiran bahwasanya sustainable finance merupakan sebuah tantangan dan peluang baru dimana Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dapat memanfaatkan untuk tumbuh dan berkembang dengan lebih stabil. Selanjutnya untuk mencapai hal tersebut melalui tahapan tahapan yang sistematis, OJK bekerjasama dengan beberapa lembaga terkait telah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan. Roadmap ini bertujuan untuk menjabarkan kondisi yang ingin dicapai terkait keuangan yang berkelanjutan di Indonesia dalam jangka menengah (2015-2019) dan panjang (2015-2024) bagi industri jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK serta untuk menentukan dan menyusun tonggak perbaikan terkait keuangan berkelanjutan. Roadmap ini akan menjadi acuan bagi OJK dan pelaku industri jasa keuangan serta pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan terutama pemerintah, pelaku industri maupun lembaga internasional.
Seiring dengan tingginya kebutuhan energi untuk mendukung pembangunan, kegiatan sustainable finance di awal tahun akan memprioritaskan pada upaya pengembangan energi baru terbarukan maupun konservasi energi. Posisi Indonesia yang saat ini tengah membutuhkan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi untuk pemanfaatan demografi bonus dan untuk keluar dari middle income trap, membutuhkan pasokan energi yang cukup tinggi. Dukungan kepada sektor energi akan dibarengi dengan dukungan untuk pengembangan sektor-sektor ekonomi prioritas yaitu sektor-sektor yang memiliki multiplier effect tinggi seperti pertanian dalam arti luas, industri pengolahan, infrastruktur, UMKM serta energi.
Dalam jangka panjang, penyaluran kepada industri sektor strategis dengan konsep pembiayaan berkelanjutan diharapkan akan mendorong tumbuhnya ekonomi secara berkelanjutan yang pada akhirnya akan memberikan pasar yang lebih besar bagi industri jasa keuangan. Pasar yang lebih besar akan tercipta seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan yang kemudian akan memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan Sektor Jasa Keuangan pada khususnya dan diharapkan juga dapat mengurangi defisit neraca pembayaran Indonesia.
OJK selaku otoritas pengawas LJK, mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada International Finance Corporation (IFC)-World Bank dan Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO) yang telah bekerjasama memberikan masukan kajian beberapa alternatif pengembangan sustainable finance untuk Buku Roadmap Keuangan Berkelanjutan ini. Selanjutnya tidak lupa OJK berterima kasih kepada beberapa pihak yang memberikan masukan roadmap antara lain: Asosiasi Industri Jasa Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, German Federal Ministry for Economic Cooperation (RED-GIZ), dan United States Agency for International Development (USAID). OJK menyambut baik keterlibatan lembaga nasional maupun internasional untuk mendukung inisiatif keuangan berkelanjutan.