Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Kesiapan Penerapan Program APU PPT Berbasis Risiko bagi Industri Secuities Crowdfunding (SCF)

Kondisi pandemi Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) mendorong pergeseran perilaku masyarakat untuk memanfaatkan teknologi informasi, termasuk dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Hal ini menyebabkan industri Financial Technology (Fintech), termasuk Securities Crowdfunding (SCF), mengalami perkembangan lebih cepat. Disisi lain, kemudahan transaksi pada SCF berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sebagai alternatif baru sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. National Risk Assessment Indonesia Tahun 2021 (NRA 2021) juga memberikan penekanan bahwa terdapat ancaman baru atau emerging threat atas pemanfaatan Fintech untuk kegiatan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Penting bagi OJK untuk memastikan efektivitas penerapan program APU-PPT yang dilakukan oleh Penyelenggara SCF.

Menindaklanjuti hal tersebut, Grup Penanganan APU PPT (GPUT) OJK menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Kesiapan Penerapan Program APU PPT Berbasis Risiko bagi Industri SCF pada tanggal 13 April 2022 di Hotel Pullman Jakarta. Kegiatan ditujukan untuk menggali Informasi hal-hal yang dilakukan oleh Penyelenggara SCF dalam rangka persiapan berlaku efektifnya kewajiban penerapan APU PPT, serta memperkuat persiapan tersebut dengan menyampaikan arahan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan program APU dan PPT di industri SCF. Selain itu, FGD ini juga diselenggarakan untuk mensosialisasikan pengisian kusioner RBS Tools oleh Penyelenggara SCF. Kegiatan FGD dihadiri oleh Satuan Kerja Pengawas SCF, serta perwakilan dari 10 Penyelenggara SCF yang telah memperoleh izin OJK.

FGD SCF - 1.jpgKegiatan FGD dibuka dan dipimpin oleh Ibu Dewi Fadjarsarie H. selaku Kepala GPUT. Pada kesempatan terseubut, Kepala GPUT menyampaikan bahwa berdasarkan amanat Pasal 82 juncto Pasal 90 POJK 57/2020 sebagaimana telah diubah dengan POJK 16/2021, pada bulan Desember 2022 SCF diwajibkan untuk melakukan penerapan program APU PPT. Dalam pelaksanaan program APU PPT, hal yang harus diperhatikan oleh Penyelenggara SCF adalah implementasi Risk Based Approach (RBA) yang mempertimbangkan Tindak Pidana Asal (TPA) berisiko tinggi, serta profil risiko, produk dan jasa yang berisiko tinggi. Penyelenggara SCF wajib memastikan pemenuhan prinsip freezing without delay dalam menindaklanjuti Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) dan Daftar Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM). Selain itu, Penyelenggara SCF harus menerapkan CDD secara memadai terhadap nasabah berbentuk korporasi, mengingat NRA menilai korporasi sebagai pelaku TPPU yang berisiko tinggi.

FGD SCF - 2.jpgKegiatan dilanjutkan dengan pemaparan dari 3 (tiga) Penyelenggara SCF yang menjadi narasumber yaitu PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), PT Crowddana Teknologi Indonusa, dan PT Shafiq Digital Indonesia (Shafiq). Masing-masing Penyelenggara tersebut menyampaikan paparan mengenai aktivitas bisnis yang dilakukan secara umum, hasil risk assessment TPPU/TPPT, penerimaan Nasabah melalui rangkaian proses identifikasi verifikasi dan pemantauan, pemetaan profil risiko nasabah, serta penerapan 5 (lima) Pilar Program APU PPT. Melalui pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelenggara SCF telah memahami kewajiban penerapan program APU PPT berbasis risiko. Penyelenggara SCF telah menerapkan proses CDD kepada nasabah mereka, baik penerbit maupun pemodal. Khusus bagi penerbit, dimungkinkan untuk dilakukan verifikasi secara tatap muka dalam rangka memastikan kesesuaian kegiatan usaha yang dilakukan. Sementara bagi Pemodal, CDD dilakukan secara elektronik melalui website/aplikasi penyelenggara, dimana pada proses verifikasi telah memanfaatkan data kependudukan yang dikelola oleh Dukcapil. Proses CDD dilengkapi dengan fitur keamnan tambahan, seperti One Time Password (OTP) dan Personal Identification Number (PIN). Secara umum, CDD membutuhkan beberapa dokumen seperti dokumen legalitas, keuangan, operasional kegiatan usaha, serta pemberitaan negatif. Penyelenggara juga telah menerapkan 5 (lima) pilar penerapan program APU PPT yang tercermin dengan adanya pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, kebijakan dan prosedur penerapan program APU PPT, sistem Informasi manajemen, pengendalian internal, serta sumber daya manusia dan pelatihan.

FGD SCF - 3.jpgPada sesi terakhir FGD, GPUT mensosialisasikan pengisian kuesioner RBS Tools kepada Penyelenggara. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk mendukung penyusunan RBS Tools yang sedang dilakukan oleh OJK dalam rangka mendukung pelaksanaan pengawasan penerapan program APU PPT pada SCF dengan berdasarkan pendekatan berbasis risiko. Dalam melakukan pengisian kuesioner, Penyelenggara perlu mengisi data yang dibutuhkan dalam penialaian aspek risiko usaha, risiko kelembagaan, dan pengenalian internal.

Secara umum kegiatan berjalan dengan lancar. Berdasarkan hasil FGD, diketahui bahwa Penyelenggara SCF telah mulai menerapkan program APU PPT walaupun kewajiban tersebut belum efektif. Namun demikian, terdapat area yang perlu ditingkatkan oleh penyelenggara serta menjadi perhatian pengawas guna meningkatkan kualitas penerapan program APU PPT sehingga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Artikel Terkait Lain