Sign In

Siaran Pers Bersama: Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga, Sinergi Terus Diperkuat untuk Menjaga Stabilitas dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

 Siaran Pers Bersama: Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga, Sinergi Terus Diperkuat untuk Menjaga Stabilitas dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Jul 28 2025
Click here to insert a picture from SharePoint.
Jumlah Download : 0
   

 


SIARAN PERS 

STABILITAS SISTEM KEUANGAN TETAP TERJAGA, SINERGI TERUS DIPERKUAT UNTUK MENJAGA STABILITAS DAN MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI 

Nomor: 03/KSSK/Pers/2025 ​


Jakarta, 28 Juli 2025

  • Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan II 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Ketidakpastian global terutama dipengaruhi oleh dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik. Dengan telah tercapainya kesepakatan negosiasi tarif resiprokal AS dengan sejumlah negara mitra dagangnya, termasuk Indo​nesia, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai tetap diperlukan penguatan kewaspadaan serta respons kebijakan yang efektif. KSSK telah menyelenggarakan rapat berkala KSSK III tahun 2025 pada Jumat, 25 Juli 2025. Rapat tersebut menyepakati untuk terus memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan antarlembaga anggota KSSK maupun dengan Kementerian/Lembaga lain, dalam upaya memastikan agar SSK senantiasa terjaga, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

  • Ketidakpastian perekonomian global pada triwulan II 2025 tetap tinggi akibat kebijakan tarif resiprokal AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Pada April 2025, pengumuman tarif resiprokal AS dan retaliasi Tiongkok memicu ketidakpastian ekonomi global. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah pada Juni 2025 meningkatkan ketidakpastian dan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi global, termasuk AS, Eropa, dan Jepang. Sementara itu, ekonomi Tiongkok pada triwulan II 2025 tumbuh 5,2% yoy, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,4% yoy akibat turunnya ekspor ke AS. Di sisi lain, ekonomi India diprakirakan tumbuh baik seiring masih kuatnya investasi. Negara berkembang lainnya juga mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor ke AS dan pelemahan perdagangan global. Pergeseran aliran modal dari AS ke aset yang dianggap aman, terutama ke aset keuangan di Eropa, Jepang, dan komoditas emas terus terjadi, serta diikuti oleh pergeseran aliran modal dari AS ke emerging markets (EM), mendorong berlanjutnya pelemahan mata uang dolar AS terhadap mata uang globalDengan perkembangan tersebut, World Bank pada laporan Juni 2025 memprakirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,9% (PPP weights) pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,2%. Sementara itu, OECD pada laporan Juni 2025 juga merevisi ke bawah prakiraan pertumbuhan ekonomi global 2025 dari 3,1% menjadi 2,9%.

  • KSSK optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 tetap terjaga untuk menjadi landasan bagi ekonomi di tahun 2025 tumbuh di sekitar 5,0%. Konsumsi dan daya beli yang masih positif serta aktivitas dunia usaha yang resilien turut didukung oleh peran APBN dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Stimulus ekonomi, dorongan implementasi program strategis, dukungan bagi sektor prioritas, serta bantalan untuk sektor yang rentan terus diberikan Pemerintah. Ekspor tetap kuat dengan mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD15,38 miliar ytd per Mei 2025 (Mei ‘24: USD13,06 miliar ytd). Dari sisi moneter, BI menurunkan suku bunga, melonggarkan likuiditas, dan meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan ke sektor-sektor prioritas. Ke depan, respons bauran kebijakan ekonomi nasional akan terus ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk aktif menjajaki potensi kerja sama, baik bilateral maupun multilateral. Keberhasilan negosiasi penurunan tarif resiprokal AS untuk Indonesia menjadi 19% diprakirakan akan menopang kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Di sisi lain, implementasi tarif impor 0% atas produk asal AS diprakirakan mendorong harga produk migas dan pangan domestik lebih rendah. Selain itu, perkembangan risiko rambatan perlu terus dicermati, termasuk  kinerja sektor manufaktur yang masih menunjukkan kontraksi di sepanjang triwulan II 2025 (PMI Manufaktur Juni’25: 46,9). Ke depan, peran swasta sebagai motor pertumbuhan juga akan terus didorong melalui percepatan deregulasi, termasuk peran Danantara dipastikan berjalan optimal. Dengan berbagai perkembangan dan koordinasi strategi kebijakan untuk menciptakan multiplier effect lebih besar, ekonomi Indonesia tahun 2025 diproyeksikan akan tumbuh sekitar 5,0%.

  • Nilai tukar Rupiah tetap stabil dengan kecenderungan menguat didukung oleh kebijakan stabilisasi BI. Pada awal triwulan II 2025, nilai tukar Rupiah di pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) sempat mengalami tekanan tinggi akibat ketidakpastian ekonomi global sejalan dengan kebijakan tarif resiprokal AS. Sebagai respons, BI melakukan intervensi di pasar valas, termasuk intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan, yang mendorong pergerakan Rupiah kembali terkendali. Pada Mei dan Juni 2025, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS menunjukkan tren penguatan didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi BI di tengah masih tingginya ketidakpastian global. Nilai tukar Rupiah pada 30 Juni 2025 tercatat sebesar Rp16.235 per dolar AS, menguat tajam dibandingkan dengan level Rupiah yang sempat mencapai Rp16.865 per dolar AS pada bulan April 2025. Tren penguatan Rupiah juga didukung oleh aliran masuk modal asing ke SBN pada triwulan II 2025 yang mencatat net inflows sebesar USD1,6 miliar, seiring dengan terjaganya persepsi positif investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Konversi valas ke Rupiah oleh eksportir pascapenerapan penguatan kebijakan Pemerintah terkait DHE SDA juga mendukung apresiasi nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah hingga 25 Juli 2025 relatif stabil di level Rp16.315 per dolar AS. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung oleh komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap baik. Prospek ini juga dipengaruhi oleh posisi cadangan devisa yang tetap tinggi pada akhir Juni 2025 sebesar USD152,6 miliar, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah (di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor).

  • Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap terjaga rendah, mendukung daya beli masyarakat dan stabilitas perekonomian. Inflasi IHK Juni 2025 tercatat 1,87% yoy ditopang oleh inflasi inti yang menurun, inflasi volatile food (VF) yang rendah, dan inflasi administered prices (AP) yang terkendali. Inflasi inti turun menjadi 2,37% yoy, dipengaruhi oleh konsistensi suku bunga kebijakan dalam mengarahkan ekspektasi inflasi sesuai sasarannya. Inflasi VF masih tercatat rendah (0,57% yoy) didukung oleh kecukupan pasokan komoditas pangan utama dan eratnya sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Inflasi AP tetap terkendali sebesar 1,34% yoy, di tengah kenaikan tarif air minum PAM, serta harga sigaret kretek mesin dan sigaret kretek tangan. Ke depan, inflasi akan tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2025 dan 2026. Inflasi inti diprakirakan semakin rendah seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjangkar, kapasitas ekonomi yang memadai, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif digitalisasi. Inflasi VF diprakirakan terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi Pemerintah dan BI.

  • Pasar SBN menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan II 2025. Yield SUN seri benchmark tenor 10 tahun menguat dengan turun 41 bps ytd ke level 6,62% di akhir triwulan II 2025. Investor asing juga mencatatkan net buy sebesar Rp42,04 triliun ytd, dengan porsi kepemilikan mencapai 14,56% per 30 Juni 2025. Pergerakan yield dan kepemilikan investor asing selama triwulan II 2025 dipengaruhi antara lain oleh perkembangan tarif impor AS, eskalasi konflik Israel-Iran, inflasi AS yang masih relatif tinggi, inflow investor asing, dan pemangkasan BI-Rate sebesar 25 bps di Mei 2025. Adapun per 25 Juli 2025, yield terus turun hingga 51 bps ytd, mencapai level 6,51% seiring dengan penurunan BI-Rate lebih lanjut ke level 5,25% pada Juli 2025. Dari sisi kepemilikan, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp58,29 triliun ytd hingga 25 Juli 2025, meningkatkan porsi kepemilikan asing menjadi 14,64%.

  • APBN hingga Semester I 2025 menjalankan peran sebagai countercyclical, termasuk terus menjadi instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatDengan stimulus ekonomi dan implementasi program strategis, APBN turut menopang ekonomi tumbuh 4,87% yoy pada triwulan I 2025, diikuti aktivitas ekonomi yang semakin kuat di triwulan II 2025. Kesejahteraan dalam tren perbaikan dengan jumlah penduduk miskin per Maret 2025 turun 1,37 juta orang dari Maret 2024, angka pengangguran menurun dari 4,82% (Februari 2024) menjadi 4,76% (Februari 2025), dan tambahan penciptaan lapangan kerja mencapai 3,59 juta orang pada periode yang sama. Dengan berbagai tantangan tersebut, pengelolaan APBN dijaga tetap prudent. Belanja Negara terealisasi 38,8% pagu APBN dengan Pendapatan Negara telah mencapai 40,0% target APBN. Keseimbangan Primer mencapai Rp52,8 triliun dan defisit anggaran terkendali dalam batas aman sebesar Rp204,2 triliun (0,84% PDB).

  • Realisasi Belanja Negara mencapai Rp1.406,0 triliun di tengah kebijakan optimalisasi dan rekonstruksi anggaran untuk menciptakan multiplier lebih besar bagi ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Kinerja ini didorong oleh Belanja Pemerintah Pusat yang mencapai Rp1.003,6 triliun dan Transfer Ke Daerah yang mencapai Rp402,5 triliun. Capaian ini tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan dapat menjadi pengungkit bagi daya beli masyarakat serta aktivitas dunia usaha, menunjukkan pengelolaan anggaran yang optimal dan terkendali. Realisasi Belanja Negara difokuskan untuk mendukung agenda pembangunan nasional dan berbagai program strategis termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), pembangunan Sekolah Rakyat, dan pemeriksaan kesehatan gratis yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, Belanja Negara juga diarahkan untuk melindungi daya beli masyarakat melalui penyaluran berbagai program perlinsos antara lain Program Keluarga Harapan, kartu sembako untuk masyarakat miskin dan rentan, kredit murah untuk usaha mikro, ketersediaan pupuk dengan harga lebih terjangkau, bantuan/subsidi untuk tarif listrik, Pertalite, Solar, dan LPG 3 kg, serta pelaksanaan stabilisasi pasokan harga pangan.

  • Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai instrumen kebijakan countercyclical menjaga perekonomian dan shock absorber di tengah gejolak perekonomian global melalui beberapa kebijakan. APBN 2025 juga terus dioptimalkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di sekitar 5,0%, termasuk dengan berbagai kebijakan untuk meningkatkan peran swasta dalam perekonomian.

    a. Paket stimulus ekonomi triwulan II 2025 sebesar Rp24,4 triliun diberikan untuk melindungi daya beli masyarakat, dunia usaha, dan stabilisasi ekonomi.

    1) Diskon transportasi sebesar Rp0,94 triliun, meliputi pemberian insentif PPN DTP sebesar 6% untuk tiket pesawat kelas ekonomi, diskon tiket kereta api sebesar 30%, dan diskon tiket angkutan laut sebesar 50% selama periode Juni-Juli 2025. Kebijakan ini diharapkan turut memberikan dampak positif bagi sektor transportasi dan pariwisata dalam negeri yang pada akhirnya bertujuan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat stabilitas ekonomi.

    2) Penebalan Bantuan Sosial triwulan II 2025 sebesar Rp11,93 triliun mencakup tambahan Kartu Sembako Rp200.000/bulan dan Bantuan Pangan 10 kg beras bagi 18,3 juta KPM, diberikan selama 2 bulan (Juni-Juli 2025).

    3) Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp10,72 triliun, berupa subsidi total sebesar Rp600.000 untuk Juni-Juli 2025 yang disalurkan pada bulan Juni 2025 kepada sekitar 17 juta pekerja/buruh dengan gaji hingga Rp3,5 juta atau setara UMP/Kab/Kota dan 288 ribu Guru Kemendikdasmen dan 277 ribu Guru Kemenag.

    4) Diskon Tarif Tol sebesar Rp0,65 triliun (Non-APBN), yaitu diskon 20% untuk 110 juta pengendara selama Juni-Juli 2025.

    5) Perpanjangan diskon 50% untuk iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp0,2 triliun (Non-APBN), bagi perusahaan industri padat karya tertentu. Kebijakan tersebut bertujuan menjaga daya saing industri dan menjaga daya beli masyarakat. Kebijakan ini awalnya berlaku mulai Februari hingga Juli 2025. Namun, pada triwulan II 2025, Pemerintah memperpanjang masa berlaku diskon tersebut hingga Januari 2026. Hingga akhir Juni 2025, paket stimulus ekonomi telah terealisasi sekitar Rp13,6 triliun.

    b. Untuk mendorong ketahanan pangan nasional, Pemerintah juga merealisasikan investasi nonpermanen kepada Perum Bulog sebesar Rp16,6 triliun hingga semester I tahun 2025. Dukungan ini diberikan untuk penguatan cadangan pangan serta menjaga stabilitas harga beras. Kebijakan ini memperkuat deregulasi sebelumnya yang memangkas 145 aturan dalam distribusi pupuk sehingga produksi beras meningkat 13,2% ctc ke 19,09 juta ton pada Januari s.d. Juni 2025, menopang pertumbuhan sektor agrikultur pada triwulan I 2025 hingga 10,52% yoy dan cadangan beras di Bulog menjadi yang tertinggi di sepanjang sejarah.

    c. Selain itu, dalam rangka mendorong produktivitas perekonomian dan mendukung iklim investasi yang lebih sehat, kompetitif, dan berkeadilan melalui penguatan peran swasta, Pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain:

    1) Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap impor produk Expansible Polystyrene. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor produk Expansible Polystyrene.

    2) Penunjukan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. Kebijakan ini hadir sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat kepastian hukum dan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi pelaku usaha daring, tanpa menambah kewajiban baru.

    3) Dalam rangka penyediaan rumah bagi MBR sekaligus mendorong produktivitas perekonomian melalui sektor konstruksi, Pemerintah merealisasikan anggaran sebesar Rp18,8 triliun hingga semester I 2025 melalui program FLPP untuk pembangunan 115.930 unit rumah. Total target dinaikkan dari 220 ribu unit menjadi 350 ribu unit untuk mempercepat pencapaian 3 juta rumah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

    d. Untuk meningkatkan minat berusaha swasta melalui deregulasi, relaksasi, dan efisiensi, Pemerintah melakukan percepatan penetapan tarif pelindungan dari 40 menjadi 14 hari, serta mengintegrasikan sistem pengawasan melalui CEISA Bea Cukai, sebagai langkah konkret untuk memperlancar arus barang, menekan biaya logistik, dan memperkuat daya saing nasional.

    e. Reformasi perpajakan dan kepabeanan tengah dilakukan, termasuk opsi penyesuaian tarif. Situasi ini juga menjadi momentum bagi Pemerintah untuk mempercepat dan memperluas deregulasi yang menghambat perdagangan dan investasi terutama dari global. Upaya tersebut berkontribusi dalam negosiasi tarif resiprokal AS atas Indonesia turun dari 32% menjadi 19%, lebih rendah dari banyak negara, sehingga akan menopang kinerja ekspor sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur serta berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

  • Kinerja Pendapatan Negara menghadapi tantangan di tengah gejolak perekonomian global dan termoderasinya harga komoditas. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah mencapai Rp1.201,8 triliun, ditopang oleh Penerimaan Perpajakan yang mencapai Rp978,3 triliun dan PNBP sebesar Rp222,9 triliun. Kinerja Pendapatan Negara di triwulan II 2025 menunjukkan perbaikan dibandingkan awal tahun meskipun hingga akhir semester I 2025 masih terkontraksi 9% yoy dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global, tingginya restitusi, penurunan harga serta produksi Migas dan komoditas SDA, pemberlakuan PPN 12% terbatas barang mewah dan Dividen BUMN.

  • Realisasi pembiayaan anggaran masih on track, mencapai Rp283,6 triliun atau 46,0 % dari APBN. Realisasi tersebut terdiri dari pembiayaan utang Rp315,4 triliun (40,7 % dari target APBN 2025 sebesar Rp775,9 triliun), sementara penyaluran pembiayaan non-utang sebesar Rp31,8 triliun, yang di antaranya digunakan mendukung program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan ketahanan pangan nasional. Pembiayaan utang dipenuhi melalui SBN (neto) Rp308,6 triliun dan pinjaman (neto) Rp6,9 triliun. Pembiayaan utang akan senantiasa dilaksanakan secara hati-hati dan terukur dengan memperhatikan outlook defisit APBN dan likuiditas pemerintah, serta mencermati dinamika pasar keuangan dan menjaga keseimbangan antara biaya dan risiko utang.​

  • BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta bersinergi erat dengan bauran kebijakan ekonomi nasional. Kebijakan moneter BI diarahkan pada keseimbangan untuk menjaga stabilitas serta turut mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-stability and growth). Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).

  • Konsisten dengan arah kebijakan tersebut, BI menurunkan BI-Rate pada bulan Mei dan Juli 2025 masing-masing sebesar 25 bps menjadi 5,50% pada bulan Mei 2025 dan 5,25% pada bulan Juli 2025. Keputusan ini konsisten dengan semakin rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi. Ke depan, BI akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi sesuai dengan dinamika di perekonomian global dan domestik. Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan.

  • BI terus memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri, serta transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik, dan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan. BI juga terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market guna mendukung transmisi penurunan suku bunga dan menjaga daya tarik portofolio asing. Langkah ini meliputi: (i) pengelolaan struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas, (ii) optimalisasi instrumen moneter pro-market (SRBI, SVBI, SUVBI), serta lelang SRBI dan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga likuiditas, (iii) penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas, serta (iv) penguatan peran dealer utama dalam mendorong transaksi SRBI dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Total posisi instrumen SRBI hingga 23 Juli 2025 tercatat sebesar Rp754,10 triliun, menurun dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025, sehingga mendukung ekspansi likuiditas kebijakan moneter. Selama 2025 (hingga 25 Juli 2025), BI telah membeli SBN sebesar Rp147,59 triliun melalui pasar sekunder sebesar Rp104,71 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) termasuk syariah, sebesar Rp42,88 triliun. Pembelian SBN oleh BI ini mencerminkan eratnya sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah.

  • BI terus mengoptimalkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan berbagai strategi untuk meningkatkan kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, yaitu dengan:

    a. Memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan ke sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah, melalui peningkatan KLM dari paling besar 4% menjadi sampai dengan 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK), efektif sejak 1 April 2025. Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM mencapai Rp376 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp167,1 triliun, bank BUSN sebesar Rp166,7 triliun, BPD sebesar Rp36,8 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,8 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau. Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah;

    b. Meningkatkan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank, untuk meningkatkan sumber pendanaan bank dari luar negeri sesuai kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, melalui penerapan parameter kontrasiklikal sebagai penambah RPLN sebesar 5%, efektif sejak 1 Juni 2025;

    c. Melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% menjadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5% menjadi 2,5% untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025;

    d. Mempertahankan: (i) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, dan (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%; serta

    e. Memperkuat publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.

  • Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran. BI memperpanjang kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan kebijakan Kartu Kredit (KK) sampai dengan 31 Desember 2025: (i) tarif SKNBI sebesar Rp1 kepada bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah; (ii) kebijakan batas minimum pembayaran kartu kredit sebesar 5% dari total tagihan, dan; (iii) denda keterlambatan maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000. Selain itu, BI memperluas akseptasi digital melalui: (i) akselerasi implementasi strategi pencapaian target QRIS, baik dari sisi supply maupun demand, termasuk peluncuran kerja sama QRIS antarnegara dengan Jepang dan inisiasi sandbox QRIS antarnegara dengan Tiongkok pada tanggal 17 Agustus 2025, (ii) penguatan edukasi dan sosialisasi QRIS Tanpa Pindai (TAP) kepada pengguna dan merchant di berbagai destinasi pariwisata, (iii) perluasan implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) untuk integrasi layanan pembayaran industri, serta (iv) penguatan stabilitas infrastruktur pembayaran dan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan lembaga pendukung.

  • BI juga memperkuat dan memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

  • BI juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah dalam 7 (tujuh) area kebijakan, yakni: (i) kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dalam memitigasi gejolak global, (ii) koordinasi kebijakan moneter dan fiskal, (iii) upaya mendorong pembiayaan ekonomi melalui KLM, (iv) dukungan dalam mengakselerasi transformasi digital Pemerintah, (v) upaya memperkuat hilirisasi dan ketahanan pangan, (vi) dukungan dalam mendorong pengembangan ekonomi hijau, syariah, dan inklusi, serta (vii) dukungan dalam pembangunan sumber daya manusia. Selain itu, BI terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

  • Stabilitas sektor jasa keuangan (SJK) nasional terjaga stabil di tengah masih tingginya ketidakpastian geopolitik dan tensi perdagangan global, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable, serta kinerja SJK yang stabil.  

  • Kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga. Kredit perbankan pada Juni 2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,77% yoy menjadi Rp8.059,79 triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang tumbuh tinggi sebesar 12,53% yoy dan diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 8,49% yoy, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 4,45% yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 10,78% yoy, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,18% yoy. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar 2,22% dan NPL net sebesar 0,84%. Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat sebesar 9,73%. Di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 6,96% yoy menjadi Rp9.329 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 10,35%, 6,84%, dan 4,19% yoy. 

  • Ketahanan perbankan terjaga kuat tercermin dari tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Juni 2025 yang berada di level tinggi sebesar 25,79%. Likuiditas perbankan pada Juni 2025 tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 118,78% dan 27,05%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

  • Di tengah sentimen terhadap dinamika tensi perdagangan dan geopolitik global, kinerja pasar saham domestik pada triwulan II 2025 menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. IHSG ditutup menguat sebesar 6,41% qtq pada 30 Juni 2025 ke level 6.927,68 (ytd: melemah 2,15%) dengan nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp12.178 triliun. Sementara itu, investor nonresiden di triwulan II 2025 membukukan net sell sebesar Rp23,65 triliun qtq (ytd: net sell sebesar Rp59,33 triliun). Memasuki Juli 2025, IHSG menunjukkan perkembangan positif dan ditutup pada level 7.543,50 per 25 Juli 2025 (ytd: menguat 6,55%).

  • Penghimpunan dana di pasar modal pada triwulan II 2025 masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp142,62 triliun, di mana Rp8,49 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 16 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 13 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp9,80 triliun. Perkembangan Bursa Karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 30 Juni 2025, tercatat telah terdapat 112 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume 1.599.322 tCO2e dan akumulasi nilai Rp77,95 miliar.

  • Pada sektor Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP)aset industri asuransi per Juni 2025 mencapai Rp1.163,11 triliun atau tumbuh 3,27% yoy.  Kinerja asuransi komersil berupa akumulasi pendapatan premi hingga Juni 2025 mencapai Rp166,26 triliun atau tumbuh 0,65% yoy. Secara umum, permodalan di industri asuransi komersial masih memadai dan solid, dengan Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa tercatat sebesar 473,55% serta asuransi umum dan reasuransi sebesar 313,33%, jauh di atas ambang batas 120%. Di sisi industri dana pensiun, total aset dana pensiun pada Juni 2025 tumbuh 8,99% yoy  mencapai Rp1.578,46 triliun, dengan aset dana pensiun program sukarela sebesar Rp391,43 triliun atau tumbuh 5,03% yoy. Adapun total aset perusahaan penjaminan terkontraksi sebesar 0,04% yoy menjadi Rp47,3 triliun.

  • Di sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML)piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP) tumbuh sebesar 1,96% yoy pada Juni 2025 dengan nominal sebesar Rp501,83 triliun. Profil risiko Perusahaan Pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat sebesar 0,88% dan NPF gross sebesar 2,55%. Gearing ratio Perusahaan Pembiayaan masih berada pada level yang memadai dan tercatat sebesar 2,24 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan Modal Ventura pada Juni 2025 meningkat dan tumbuh sebesar 0,84% yoy, dengan nilai pembiayaan tercatat sebesar Rp16,35 triliun. Pada industri Pinjaman Daring (Pindar), outstanding pembiayaan tumbuh 25,06% yoy dengan nominal Rp83,52 triliun, dengan tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) pada level 2,85%. 

  • Hingga Juni 2025, tercatat 1.153 aset kripto yang dapat diperdagangkan. OJK telah menyetujui perizinan 23 entitas di ekosistem perdagangan aset kripto, yang terdiri dari 1 bursa kripto, 1 lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian, 1 pengelola tempat penyimpanan, dan 20 pedagang aset kripto, serta sedang melanjutkan proses perizinan terhadap 10 calon pedagang aset kripto.  Sehubungan dengan perkembangan aktivitas aset kripto di Indonesia, jumlah konsumen pedagang aset kripto berada dalam tren meningkat, yaitu mencapai 15,85 juta konsumen pada Juni 2025. Nilai transaksi aset kripto selama Juni 2025 tercatat sebesar Rp32,31 triliun.

  • Sebagai respons terhadap dinamika tensi perdagangan dan geopolitik global yang berpotensi meningkatkan volatilitas di pasar keuangan dan kinerja debitur sektor riil yang memiliki eksposur terhadap risiko terkait, OJK terus mencermati perkembangan pasar saham domestik serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan guna menjaga stabilitas sistem keuangan.

  • Terkait tercapainya kesepakatan perdagangan antara Pemerintah RI dan AS, kami menyambut baik kesepakatan yang sudah dicapai itu karena memberikan kepastian terhadap hubungan perdagangan dan ekonomi kedua negara, dan memberikan peluang-peluang yang semakin besar bagi industri-industri di Indonesia yang terkait untuk memanfaatkannya. Dalam kaitan itu, OJK siap mendukung penuh kebijakan dan memfasilitasi yang diberikan Pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri yang terkait dalam merea​lisasikan peluang-peluang yang ada. 

  • LPS terus menjaga cakupan penjaminan simpanan yang tinggi sebagai dasar kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan, sekaligus mendorong stabilitas yang kondusif bagi pemulihan ekonomi. Jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya hingga Rp2 miliar oleh LPS sampai dengan akhir Juni 2025 mencapai 99,94% dari total rekening atau setara 636.773.067 rekening untuk nasabah Bank Umum. Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah rekening BPR/BPRS yang dijamin mencapai 99,97% dari total rekening nasabah BPR/BPRS atau setara dengan 15.536.549 rekening. Pada periode penetapan reguler periode Mei 2025, LPS memutuskan menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) untuk simpanan dalam Rupiah sebesar 25 bps menjadi 4,00% di Bank Umum dan 6,50% di BPR serta mempertahankan TBP untuk simpanan dalam Valuta Asing di Bank Umum menjadi 2,25%. TBP tersebut mulai berlaku sejak 1 Juni 2025 sampai dengan 30 September 2025, namun tetap terbuka untuk disesuaikan sewaktu-waktu dalam hal terdapat perubahan pada suku bunga pasar, kondisi perbankan, dan perekonomian yang signifikan.

  • LPS menyesuaikan TBP secara responsif untuk mendukung transmisi kebijakan moneter dan memperkuat momentum pemulihan ekonomi nasional. Pemantauan cakupan penjaminan simpanan dan evaluasi terhadap TBP terus dilakukan agar tetap sejalan dengan perkembangan suku bunga simpanan, kondisi likuiditas perbankan, dan perkembangan ekonomi nasional. Selain itu, LPS terlibat aktif dan berkoordinasi intensif dengan otoritas terkait untuk menyiapkan strategi percepatan penyelesaian peraturan turunan dari UU P2SK, termasuk penyusunan dan pembahasan antar lembaga. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung kesiapan regulasi dalam pelaksanaan tugas LPS ke depan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan awareness publik, LPS secara berkesinambungan melakukan berbagai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat terkait fungsi, tugas, dan wewenang LPS, termasuk mengoptimalkan kegiatan di 3 (tiga) wilayah kerja kantor perwakilan LPS (Medan, Surabaya, dan Makassar).

  • LPS secara intensif juga melanjutkan penyusunan kebijakan dan pengaturan yang mendukung pengembangan dan penguatan sektor keuangan, antara lain kebijakan terkait penempatan dana dan pelaksanaan kewenangan LPS dalam penyelenggaraan PRP, penanganan dan penyelesaian bank, serta program penjaminan polis.

  • KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi potensi risiko dari perkembangan ekonomi dan dinamika geopolitik dunia terutama rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK. KSSK juga telah dan akan terus mendukung sektor riil dan program Asta Cita Pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi mencapai kemakmuran bangsa.

  • Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan peraturan pelaksanaan amanat UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat.

  • KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Oktober 2025.


Untuk informasi lebih lanjut:

sekretariatkssk@kemenkeu.go.id​


Artikel Lain

Otoritas Jasa Keuangan

Gedung Sumitro Djojohadikusumo
Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta 10710 Indonesia

Hubungi Kami

(021) 2960 0000
157
humas@ojk.go.id
081 157 157 157

Artikel GPR

Copyright Otoritas Jasa Keuangan 2024 | Peta Situs | Syarat dan Kondisi