Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Sektor : Perbankan; Syariah

SubSektor : Bank Umum; BPR; Perbankan Syariah

Jenis Regulasi : PPBI

Nomor Regulasi : 11/23/PBI/2009

Tanggal Berlaku : 7/1/2009

​141.pdf

​Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Disertai:

faq_pbi112309.pdf

1. Latar belakang diterbitkannya PBI ini adalah untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas mengenai persyaratan dan tata cara pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) termasuk pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan, serta kegiatan usaha BPRS. Keberadaan BPRS dimaksudkan untuk dapat memberikan layanan perbankan secara cepat, mudah, dan sederhana kepada masyarakat khususnya pengusaha menengah, kecil, dan mikro baik di perdesaan maupun perkotaan yang selama ini belum terjangkau oleh layanan bank umum.

2. PBI ini dikeluarkan sebagai penyesuaian atas 2 PBI berikut sekaligus mencabut PBI dimaksud pada tanggal berlakunya PBI ini, yaitu:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, dan
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

3. BPRS hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin Bank Indonesia, berupa:
a. persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPRS; dan
b. izin usaha, yaitu izin untuk melakukan kegiatan usaha BPRS setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan.

4. Bentuk badan hukum BPRS adalah Perseroan Terbatas dengan modal disetor BPRS paling kurang sebesar:
a. Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi;
b. Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas;
c. Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut pada huruf a dan huruf b di atas. Mengingat kondisi dan perkembangan perekonomian daerah yang berbeda-beda, maka Bank Indonesia dapat meminta calon pemilik BPRS untuk menyediakan modal disetor di atas jumlah minimum yang dipersyaratkan

5. BPRS dilarang didirikan dan/atau dimiliki oleh pihak bukan warga negara atau bukan badan hukum Indonesia.

6. BPRS yang telah mendapat izin usaha dari Bank Indonesia wajib mencantumkan secara jelas frase "Bank Pembiayaan Rakyat Syariah" atau "BPR Syariah" atau "BPRS" pada penulisan namanya dan logo iB pada kantor BPRS yang bersangkutan.

7. BPRS wajib memiliki Pemegang Saham Pengendali (PSP). Dalam hal BPRS tidak memiliki PSP, maka salah satu pemegang saham akan ditunjuk sebagai PSP oleh Bank Indonesia. PSP berfungsi sebagai koordinator pemegang saham untuk mengefektifkan komunikasi antara pemilik bank dengan stakeholder.

8. Perubahan kepemilikan BPRS yang mengakibatkan perubahan dan/atau terjadinya PSP baru, tunduk kepada tatacara perubahan pemilik BPRS yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan pengambilalihan (akuisisi)

9. Jumlah anggota Dewan Komisaris BPRS paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah BPRS paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. Sedangkan jumlah anggota Direksi paling sedikit 2 (dua) orang.

10. Anggota Direksi berpendidikan formal paling kurang setingkat Diploma III atau Sarjana Muda dan wajib memiliki sertifikasi kelulusan dari lembaga sertifikasi paling lambat 2 (dua) tahun setelah tanggal pengangkatan efektif.

11. Rencana pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau anggota DPS wajib disampaikan kepada Bank Indonesia.

12. Pembukaan Kantor Cabang BPRS harus berlokasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya dan telah tercantum dalam rencana kerja tahunan BPRS serta didukung dengan teknologi sistem informasi yang memadai.

13. BPRS yang akan membuka Kantor Cabang harus menambah modal disetor paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari ketentuan modal minimal sesuai dengan lokasi pembukaan Kantor Cabang

14. Pemindahan alamat kantor pusat dan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dalam wilayah Kabupaten/Kota yang sama dan harus mempertimbangkan kepentingan nasabah, serta mendapat izin dari Bank Indonesia.

15. Pembukaan, Pemindahan, dan Penutupan Kegiatan Kas di luar Kantor wajib dilaporkan oleh Direksi BPRS kepada Bank Indonesia secara semesteran untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember.

16. Penutupan sementara kantor BPRS di luar hari libur resmi wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.