Unit Usaha Syariah

Sektor : Perbankan; Syariah

SubSektor : Perbankan Syariah; Peraturan Lainnya

Jenis Regulasi : Peraturan OJK

Nomor Regulasi : 12 Tahun 2023

Tanggal Berlaku : 7/12/2023

RINGKASAN 

PERA​TURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

​REPUBLIK INDONESIA 

NOMOR 12 TAHUN 2023 

TENTANG 

UNIT USAHA SYARIAH 

I. LATAR BELAKANG

POJK tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) diterbitkan dalam rangka penguatan kelembagaan dan peningkatan kinerja UUS. Hal tersebut sejalan dengan arah kebijakan dan perkembangan sektor jasa keuangan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), khususnya dalam hal penguatan permodalan dan efisiensi UUS, penguatan kepengurusan UUS, dan penyempurnaan ketentuan terkait persyaratan dan proses pemisahan UUS yang diselaraskan dengan strategi konsolidasi perbankan.

POJK ini juga diterbitkan dalam rangka harmonisasi dengan peraturan mengenai kelembagaan bank umum konvensional dan bank umum syariah, penyesuaian dengan peraturan mengenai pelaporan dan perizinan bank, dan peraturan mengenai penyelenggaraan teknologi informasi. 

POJK UUS akan menggantikan ketentuan sebelumnya yang berlaku yaitu PBI No. 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah dan perubahannya PBI No. 15/14/PBI/2013, serta ketentuan pelaksanaannya SEBI No. 11/28/DPbS tentang Unit Usaha Syariah dan perubahannya SEBI No. 15/51/DPbS. Selain itu, POJK UUS juga akan mencabut POJK No. 59/POJK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemisahan Unit Usaha Syariah. 

II. POKOK PENGATURAN

POJK UUS terdiri dari 9 bab dan 98 pasal dengan pokok pengaturan, sebagai berikut:

  • Bab I – Ketentuan Umum

    Bab ini mengatur definisi yang terkait dengan pengaturan kelembagaan UUS, antara lain definisi UUS, Prinsip Syariah, berbagai jaringan kantor, dan lain-lain.

  • Bab II – Permodalan dan Perizinan

  1. Dana usaha untuk membuka UUS paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan dapat ditetapkan berbeda dengan pertimbangan tertentu.

  2. Dana usaha untuk UUS yang telah ada wajib dipenuhi paling lambat pada 31 Desember 2024 dengan tahapan: a) Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) pada 31 Desember 2023; dan b) Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) pada 31 Desember 2024.

  3. Dana usaha untuk UUS bank milik pemerintah daerah wajib dipenuhi paling lambat pada 31 Desember 2025 dengan tahapan: a) Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) pada 31 Desember 2024; dan b) Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) pada 31 Desember 2025.

  4. Bagi UUS yang tidak memenuhi ketentuan pada angka 2 dan 3 maka Bank Umum Konvensional (BUK) yang memiliki UUS wajib mengalihkan atau menjual aset UUS kepada BUS atau UUS lain yang telah ada.

  5. Perizinan pembukaan UUS dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada OJK untuk memperoleh izin usaha UUS.

  • ​Bab III – Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah (DPS), dan Pejabat Eksekutif UUS

  1. Seluruh Direksi dan Dewan Komisaris BUK yang memiliki UUS bertanggung jawab terhadap pengembangan UUS, yang tercantum dalam anggaran dasar BUK yang memiliki UUS.

  2. BUK yang memiliki UUS wajib memiliki 1 (satu) orang direktur yang membawahkan UUS.

  3. Selain itu, terdapat pengaturan terkait DPS, pejabat eksekutif UUS, serta tenaga kerja asing.

  • ​Bab IV – Kantor UUS

    Pengaturan mengenai jaringan kantor UUS, yaitu:

  1. Jaringan kantor UUS terdiri dari kantor yang menjadi induk UUS, Kantor Cabang Syariah (KCS), Kantor Cabang Pembantu Syariah (KCPS), Kantor Fungsional Syariah (KFS), dan Kantor di Luar Negeri.

  2. Untuk memperluas layanan kepada nasabah, UUS dapat menyediakan Terminal Perbankan Elektronik (TPE).

  3. Pengaturan mekanisme dan tata cara pembukaan kantor, perubahan status kantor, pemindahan alamat kantor (termasuk pemindahan sementara), penutupan kantor (termasuk penutupan sementara), kewenangan OJK dalam penundaan atau pembatalan jaringan kantor Bank, serta perubahan nama dan logo UUS.

  • Bab V – Pemisahan dan Konsolidasi UUS

  1. BUK yang memiliki UUS dengan nilai aset UUS telah mencapai 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya dan/atau jumlah aset UUS paling sedikit Rp50.000.000.000.000,00 (lima puluh triliun rupiah) wajib melakukan pemisahan UUS dengan tahapan tertentu yang memperhatikan kinerja industri jasa keuangan yang efisien, sehat, dan berkelanjutan.

  2. OJK dapat meminta pemisahan UUS dalam rangka konsolidasi perbankan syariah untuk pengembangan dan penguatan perbankan syariah dengan pertimbangan tertentu.

  3. Bagi BUK yang tidak melakukan pemisahan sesuai angka 1 dan 2 maka akan dikenakan pencabutan izin usaha UUS.

  4. BUK yang memiliki UUS tetap dapat melakukan pemisahan UUS sebelum terpenuhinya kondisi sesuai angka 1 dan 2.

  5. Pemisahan UUS dari BUK dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu melalui pendirian BUS baru atau pengalihan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada, dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam POJK ini.

  • Bab VI – Pencabutan Izin Usaha UUS atas Permintaan BUK OJK melakukan pencabutan izin usaha UUS, yang dilakukan dalam dua tahap: 

  1. persetujuan persiapan pencabutan izin usaha; dan 

  2. keputusan pencabutan izin usaha.

  • Bab VII – Penyampaian Perizinan dan Laporan

    Mekanisme penyampaian perizinan dan laporan dalam POJK ini diutamakan secara daring dengan: 

  1. Permohonan untuk memperoleh izin dan/atau penyampaian informasi dan dokumen terkait perizinan disampaikan melalui sistem perizinan OJK dengan tata cara sesuai dengan Peraturan OJK mengenai perizinan secara elektronik di sektor jasa keuangan.

  2. Pelaporan pelaksanaan disampaikan melalui sistem pelaporan OJK dengan tata cara sesuai dengan Peraturan OJK mengenai pelaporan bank umum melalui sistem pelaporan OJK, dan jangka waktu pelaporan disesuaikan pada periode laporan dimana pelaksanaan aktivitas yang dilaporkan telah terealisasi efektif.

  3. Penyampaian terkait: a) informasi dan/atau data lain, atau b) dalam hal sistem perizinan dan/atau sistem pelaporan belum tersedia atau terdapat keadaan kahar (kegagalan sistem), maka penyampaian dilakukan melalui sistem persuratan OJK.

  4. Jika sistem persuratan OJK terdapat keadaan kahar (kegagalan sistem), penyampaian dilakukan secara luring kepada OJK.

  • Bab VIII – Lain-lain

  1. BUK yang memiliki UUS wajib memiliki strategi jangka panjang untuk pengembangan bisnis UUS sesuai dengan kebijakan OJK, dengan diuraikan dalam rencana korporasi BUK yang memiliki UUS yang pertama kali disampaikan paling lambat akhir bulan November tahun 2023.

  2. UUS dapat melakukan pemanfaatan sumber daya BUK yang memiliki UUS dimaksud.

  3. Kepemilikan data nasabah UUS beralih kepada BUS hasil pemisahan setelah dilakukan pemisahan. Selain itu, BUK induk dan BUS hasil pemisahan dapat melakukan kerja sama yang memanfaatkan data nasabah dalam rangka sinergi perbankan setelah memperoleh persetujuan/kuasa tertulis dari nasabah.

  4. Mekanisme bagi UUS yang akan melakukan kegiatan operasional di luar hari kerja operasional, pada hari libur, dan/atau tidak beroperasi pada hari kerja. 

  • Bab IX – Ketentuan Peralihan

  1. UUS dapat mempertahankan jaringan kantor dan kegiatan usaha yang telah memperoleh persetujuan OJK sebelum POJK ini berlaku.

  2. Bagi UUS yang memiliki kantor kas syariah atau kegiatan pelayanan kas syariah sebelum POJK ini berlaku: a. dapat mencatatkan sebagai KCPS dengan melakukan penginian pada sistem pelaporan OJK; atau b. melakukan penyesuaian kantor dengan rencana dan kebijakan jaringan kantor UUS.

  3. Persetujuan prinsip pendirian BUS hasil pemisahan yang telah diberikan oleh OJK sebelum POJK ini berlaku dinyatakan tetap berlaku dan dapat mengajukan permohon izin usaha pendirian BUS hasil pemisahan sesuai dnegan POJK No. 59/POJK.03/2020.

  • Bab XVI – Ketentuan Penutup

    Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.