Riset OJK Institute
Riset di OJK Institute berbasis akademik, dengan memperhatikan perkembangan sektor jasa keuangan terkini. Riset disusun guna menghasilkan temuan dan rekomendasi yang mendukung kinerja sektor jasa keuangan.

Tags :
- Riset
- Research
- OJK Institute
- Riset
- Riset
- Research
- OJK Institute
- Riset
OJK Staff Notes Tahun 2023
Future of Finance : DECENTRALIZED FINANCE (De-Fi): Peluang, Tantangan dan Risikonya | https://bit.ly/staffnotesOKTOBER2023 |
It Takes More Than Two to Tango: Banks’ NIM, CIR, Costs and Profitability | https://bit.ly/staffnotesJUNI2023 |
Riset OJK Institute Tahun 2021
Sejak terjadi pandemi covid 19 di tahun 2020, lebih dari jutaan orang di dunia terinfeksi virus covid 19 dan berdampak luas pada krisis kesehatan dan ekonomi global. Banyak negara yang melakukan pembatasan aktivitas social dan berakibat kepada melambatnya laju perekonomian di hampir sebagian besar negara di dunia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan. Laporan dari Global Economic Prospect (2021) menunjukkan bahwa, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi sebesar 4,3% pada tahun 2020 secara global. Dampak dari penyebaran Covid-19 ini juga dirasakan oleh Indonesia yang mengalami resesi pada kuartal III tahun 2020 sebesar -3,49%. Hal ini tentunya berpengaruh langsung pada Industri Jasa Keuangan (IJK) baik pada sektor Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
Peneliti: Tim Riset OJK Institute
Setelah wabah Covid-19 meluas ke berbagai negara, pergerakan bursa global secara signifikan menunjukkan tren negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun 2020. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah sebesar 3.937 pada 24 Maret 2020 yang terjadi di seluruh indeks sektoral. Hal ini terjadi setelah pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Penurunan ini tentunya tidak lepas dari sentimen negatif investor dalam menilai keseriusan pemerintah Indonesia untuk menangani pandemi dan para investor lebih memilih untuk menarik dananya dari pasar modal yang mengakibatkan terjadi penurunan harga saham. Untuk memahami dampak jangka pendek Covid-19 terhadap shareholder return, dibutuhkan penelitian yang menganalisis pengaruh pengumuman resmi Covid-19 di berbagai sektor saham Bursa Efek Indonesia (BEI) secara lebih mendalam serta menganalisis bagaimana pengaruh sentimen investor yang tercermin dalam volatilitas saham dan Covid-19 terhadap shareholder return pada setiap sektor saham di BEI.rsa global secara signifikan menunjukkan tren negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia menjadi salah satu bursa yang tertekan sangat besar sejak awal tahun 2020. IHSG mulai bergerak di bawah level 6.000 sejak 31 Januari 2020 dan mencapai titik terendah sebesar 3.937 pada 24 Maret 2020 yang terjadi di seluruh indeks sektoral. Hal ini terjadi setelah pemerintah Indonesia mengumumkan munculnya virus Covid-19 di Indonesia. Penurunan ini tentunya tidak lepas dari sentimen negatif investor dalam menilai keseriusan pemerintah Indonesia untuk menangani pandemi dan para investor lebih memilih untuk menarik dananya dari pasar modal yang mengakibatkan terjadi penurunan harga saham. Untuk memahami dampak jangka pendek Covid-19 terhadap shareholder return, dibutuhkan penelitian yang menganalisis pengaruh pengumuman resmi Covid-19 di berbagai sektor saham Bursa Efek Indonesia (BEI) secara lebih mendalam serta menganalisis bagaimana pengaruh sentimen investor yang tercermin dalam volatilitas saham dan Covid-19 terhadap shareholder return pada setiap sektor saham di BEI.
Peneliti: Tim Riset OJK Institute
Kredit perbankan mengalami penurunan selama masa pandemi Covid-19. Pemintaan akan sumber dana yang menurun ditunjukkan oleh penurunan realisasi jumlah kredit yang disalurkan ke sektor dunia usaha dan rumah tangga. Pada bulan keempat tahun 2020, pertumbuhan kredit sebesar 5,82%, menurun sebesar 2,24% (yoy) dari bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit juga menurun dibandingkan bulan April tahun sebelumnya sebesar 11,12 persen. Selama tahun 2020, pertumbuhan kredit terus mengalami penurunan hingga bulan Januari tahun 2021 menjadi minus 1,90 persen. Bersamaan dengan hal tersebut, suku bunga 7 day repo rate Bank Indonesia (suku bunga acuan BI) mengalami penurunan sebesar 125 bps. Penurunan suku bunga seharusnya diikuti dengan peningkatan jumlah kredit karena masyarakat dapat meminjam uang dengan harga lebih murah. Namun turunnya suku bunga acuan BI tidak di barengi dengan meningkatnya permintaan kredit, atau terjadi anomali. Perbankan nampak sangat berhati- hati untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat karena adanya risiko peningkatan Non Performing Loan (NPL) perbankan. Keadaan penurunan kredit tersebut dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi credit crunch di Indonesia, yaitu suatu kondisi dimana bank enggan untuk menyalurkan kredit yang dapat disebabkan oleh perkiraan meningkatnya risiko kredit di masa depan dan berkurangnya modal bank dari jumlah ideal. Oleh karena itu, penelitian mengenai apakah terjadi fenomena credit crunch dan faktor- faktor yang mempengaruhinya selama pandemi Covid-19 di Indonesia ini penting dan relevan bagi pertumbuhan sektor jasa keuangan, khususnya sektor perbankan.
Peneliti: Tim Riset OJK Institute
Keberadaan financial technology (fintech) menjadi jawaban kebutuhan masyarakat akan adanya sumber pendanaan yang murah dan mudah khususnya bagi masyarakat yang unbankable. Sebagai alternatif pembiayaan, fintech lending memiliki potensi untuk mengisi ceruk kebutuhan dana yang masih besar yang selama ini tidak terjangkau oleh bank konvensional sehingga dapat membantu mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Hal ini menjadikan fintech lending mengalami pertumbuhan yang cukup pesat selama pandemi. Merujuk pada Indonesia Fintech Report 2020 yang dirilis oleh Fintechnews Singapore, layanan pembiayaan digital (fintech lending) paling dominan di Indonesia dengan pangsa sebesar 50% pada tahun 2020. Lebih lanjut, akses Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap kredit atau pembiayaan perbankan masih sangat terbatas, hal ini terlihat dari penggunaan produk Kredit Usaha Rakyat (KUR), KUR Syariah, kredit/pembiayaan mikro, dan pembiayaan mikro syariah tahun 2019 yang masing-masing hanya 3,55%, 0,26%, 0,27%, dan 0,03%. Hal ini disebabkan UMKM pada umumnya berkategori unbankable atau belum memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan perbankan. Kehadiran fintech yang mengusung teknologi digital diharapkan mampu menerobos kesulitan tersebut, namun demikian perusahaaan fintech diduga belum melaksanakan strategi pemasaran yang benar khususnya penerapan bauran pemasaran 8P sehingga tidak sedikit masyarakat yang belum meyakini produk fintech mengingat terdapat banyak kasus pinjaman online ilegal. Maka dari itu, untuk meningkatkan value proposition dalam rangka meningkatkan pemasaran fintech di UMKM, diperlukan strategi product, place, price, promotion, process, people, dan physical evidence. peran fintech lending perlu dioptimalkan agar dapat mendorong inklusi keuangan terutama untuk sektor UMKM yang unbankable. Maka dari itu, penelitian terkait fintech lending dan inklusi keuangan pada UMKM menjadi hal yang penting dan relevan untuk dilakukan guna menganalisis dampak fintech lending bagi UMKM sehingga dapat meningkatkan inklusi keuangan yang berkelanjutan.

Peneliti: Sukarela Batunanggar, Widyo Gunadi, Nika Pranata, Billy Saputra
Perubahan kebutuhan dan perilaku konsumen berjalan dengan sangat dinamis akibat pesatnya perkembangan teknologi digital. Hal tersebut menyebabkan perusahaan, termasuk pada sektor jasa keuangan terus berinovasi dengan memberikan layanan keuangan yang semakin berkualitas dan efisien dengan memanfaatkan teknologi digital. Akibatnya, permintaan akan digital talent semakin meningkat, sementara pasokan digital talent terbatas. Sebagai dampaknya, terjadi gap antara kebutuhan dan ketersediaan digital talent pada sektor jasa keuangan baik secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka riset ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan pemenuhan kebutuhan digital talent secara mendalam dan merumuskan strategi pengembangan digital talent pada SJK guna menutup gap tersebut. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 11 kali Focus Group Discussion (FGD) dengan 17 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survei kepada 73 responden dari pimpinan perbankan yang sudah melakukan transformasi digital. Secara kualitatif, riset ini merumuskan 18 (delapan belas) usulan strategi pengembangan digital talent pada sektor jasa keuangan yang komprehensif beserta roadmap-nya. Secara kuantitatif, diperoleh lima usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Pendekatan dunia kerja pada prospective talent, (2) Peningkatan kompetensi (upskilling) existing talent SJK, (3) Penyelarasan kurikulum antara perguruan tinggi dan IJK (link and match), (4) Penyusunan roadmap strategi pengembangan digital talent pada SJK, dan (5) Pemetaan kebutuhan digital talent pada SJK.
Riset dipublikasikan di Journal of Management Information and Decision Sciences |
Peneliti: Sukarela Batunanggar, Ni Nyoman Puspani, Fara Fathia
Ketika permasalahan industri jasa keuangan berupa rendahnya inklusi inklusi dan literasi keuangan, kesenjangan pembiayaan UMKM, dan kemiskinan belum kunjung selesai, Indonesia kini menghadapi tantangan baru di era Revolusi Industri 4.0. Disrupsi digital menjadi driver terhadap transformasi bisnis di sektor jasa keuangan baik dari sisi market, organisasi, kepegawaian, kepemimpinan, serta dari sisi sosial dan lingkungan hidup. Dalam menghadapi hal-hal tersebut diperlukan pemimpin yang memiliki visi transformatif dan kapasitas internal yang berkualitas sebagai posisi strategis dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka riset ini bertujuan untuk menyusun model, rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan Holistic Leadership (HL) yang diharapkan menjadi salah satu faktor untuk mendorong tercapainya sustainable finance dalam rangka menyelaraskan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 11 kali focus group discussion (FGD) dengan 17 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survey kepada 64 responden dari pimpinan perbankan yang sudah melakukan transformasi digital. Secara kualitatif, riset ini merumuskan model HL serta 14 usulan strategi pengembangannya pada sektor jasa keuangan yang komprehensif. Secara kuantitatif, diperoleh tiga usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Personal leadership development plan, (2) Coaching, training, dan mentoring, (3) Skema pertukaran pegawai dan pemimpin untuk memperkaya pengalaman.
Riset dipublikasikan di Jurnal Academic of Strategic Management Journal, inpress volume 20 special issue 3 2021
Peneliti: Sukarela Batunanggar, Baruna Hadibrata, Fadhila Zahra Humaira, Bonardo
Dalam era Revolusi Industri 4.0 dan perkembangan teknologi digital yang sangat pesat ini, financial technology (fintech) yang awalnya merupakan pemain baru telah berubah posisi menjadi pemain penting pada sektor jasa keuangan. Akan tetapi, permasalahan sosial Indonesia seperti kemiskinan yang berpengaruh pada rendahnya inklusi dan literasi keuangan, serta kesenjangan pembiayaan UMKM belum kunjung selesai. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan inovatif yang dapat mengatasi isu sosial (khususnya kemiskinan) di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi finansial bernama social fintech. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan inisiatif yang mendukung berkembangnya social fintech di Indonesia. Sehingga riset ini bertujuan untuk memetakan tipe-tipe social fintech yang ada di Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan social fintech di Indonesia. Adapun pendekatan yang digunakan dalam riset ini adalah mixed method (kuantitatif dan kualitatif) melalui pendekatan berpikir sistem (systems thinking), tinjauan literatur, analisis benchmarking, ease benefit matrix, dan paired comparison. Dalam mendalami permasalahan dan menggali masukan, riset ini juga mengadakan 6 kali Focus Group Discussion (FGD) dengan 16 narasumber dari berbagai pemangku kepentingan. Selain itu, riset ini juga melakukan survey kepada 42 responden dari pelaku social fintech. Secara kualitatif, riset ini memetakan 3 (tiga) tipe social fintech di Indonesia serta merumuskan 20 (dua puluh) usulan strategi pengembangan social fintech untuk mencapai Sustainable Development Goals di Indonesia yang komprehensif. Secara kuantitatif, diperoleh 7 (tujuh) usulan strategi yang menjadi prioritas yaitu: (1) Kerja sama antara lembaga non Institusi Jasa Keuangan (donatur) dengan Social Fintech; (2) Menyusun model strategi bisnis berpola demand and supply dalam perspektif Social Fintech; (3) Pemberdayaan komunitas masyarakat produktif (literasi dan inklusi keuangan); (4) Pengembangan paradigma baru social impact & implementasi sustainable development goals secara konsisten oleh Industri Jasa Keuangan; (5) Channeling dan network komunitas/across group terkait penyaluran dana; (6) Fasilitas Capacity Building dan Skills Training dalam konteks pengembangan model bisnis; serta (7) Model kolaborasi dengan perusahaan penyedia jaringan telekomunikasi (internet).

Peneliti: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Irwan Trinugroho, Djoko Suhardjanto, Suryanto
Penelitian ini secara komprehensif akan mengkaji terkait dengan transformasi digital di industri perbankan di Indonesia. Studi akan dilakukan secara kualitatif dengan pertama, melakukan environmental scanning faktor eksternal dan internal di dalam industri perbankan saat ini baik dalam konteks domestik maupun global. Kedua, mengkaji mengenai tingkat kesadaran (awareness), tingkat kesiapan (readiness) dan tingkat kemajuan (level of advance) dari inovasi keuangan berbasis teknologi yang dilakukan oleh industri perbankan di Indonesia baik dilihat dari sudut pandang bank maupun dari sisi nasabah. Lebih lanjut, studi ini juga akan mengkaji mengenai dampak dari keberadaan fintech terhadap industri perbankan. Kemudian, akan dilakukan pula benchmarking terkait dengan penerapan digital banking dengan industri perbankan di negara lain baik di negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju. Terakhir, studi ini akan memberikan rekomendasi kebijakan terkait dengan strategi dan langkah-langkah yang tepat dalam rangka transformasi digital di industri perbankan Indonesia. Studi ini akan dilakukan melalui beberapa metode yaitu in-depth interview dengan top manajemen di beberapa bank di Indonesia, survei kepada beberapa pimpinan kantor cabang bank di daerah, survei kepada nasabah perbankan, benchmarking melalui analisis data archival, dan focus group discussion dengan otoritas perbankan. Studi ini dilakukan melalui metode yaitu in-depth interview dengan 50 top manajemen di 20 bank di Indonesia dan survei kepada 357 responden individu.
Peneliti: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Ida Busneti, Dian Octaviani
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peran perusahaan fintech dalam mendanai UMKM di Indonesia dan untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk kolaborasi, jika ada, antara perusahaan-perusahaan fintech dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Ini adalah sebuah studi eksplorasi, yang seluruhnya didasarkan pada analisis deskriptif yang menggunakan data sekunder (jumlah UMKM dan kontribusi mereka terhadap PDB dan lapangan kerja, jumlah kredit dari sektor perbankan, KUR, dan pengembangan perusahaan fintech) dan data primer yang dikumpulkan dari survei terhadap pemilik UMKM, perusahaan- perusahaan fintech yang terdaftar di OJK, dan sejumlah bank besar, wawancara mendalam, dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Analisis ini menggunakan alat statistik sederhana seperti persentase, volume, dan satuan mata uang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat setiap tahun, (2) perkembangan UMKM terhambat oleh banyak kendala, terutama keterbatasan akses pendanaan, (3) perusahaan fintech memiliki peran penting sebagai alternatif. sumber pendanaan bagi UMK (4) dari perspektif UMK, munculnya perusahaan-perusahaan fintech memang memberikan manfaat bagi UMK, (5) kolaborasi antara perusahaan-perusahaan fintech dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya terutama bank memiliki dampak positif pada peningkatan jumlah UMK yang didanai atau jumlah pinjaman kepada UMK, dan (6) bentuk kerja sama yang paling umum dilaksanakan adalah bank bertindak sebagai sumber modal utama bagi perusahaan fintech.
Riset di publikasikan di International Journal of Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net Vol. 15, Issue 2, 2021. |
Peneliti: Wimboh Santoso, Sukarela Batunanggar, Palti Marulitua Sitorus, Farida Titik Kristanti, Andry Alamsyah, Grisna Anggadwita
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat berpengaruh kepada semua sektor termasuk pada industri keuangan. Pengaruhnya tidak terbatas pada penggunaan aplikasi teknologi tetapi juga pada sumber daya manusia untuk semua sektor. Untuk hal sumber daya manusia, dibutuhkan defenisi ulang maupun transformasi untuk memenuhi kebutuhan akibat kecepatan perubahan teknologi tersebut. Pada akhirnya nanti kita akan dapat memetakan kompetensi dalam kebutuhan sumber daya ke depan. Studi ini mengambil objek penelitian pada industri perbankan dan perusahaan yang bergerak di industri jasa keuangan. Terdapat 8 (delapan) kompetensi dasar yang dibutuhkan yaitu Leading and Deciding, Supporting and Cooperation, Interacting and Presenting, Analyzing and Interpreting, Creating and Conceptualizing, Organizing and Executing, Adapting and Coping, Enterprising and Performing. Dari delapan kompetensi dasar ini didapatkan 20 (dua puluh) sub kompetensi untuk memastikan kompetensi yang lebih fokus. Penelitian ini dimulai dengan metoda kuantitatif dengan responden sebanyak 309 orang yang berasal dari dunia bisnis keuangan atau yang berhubungan dengan keuangan dan mereka adalah pengambil keputusan pada perusahaan. Hasil kuantitatif ini dikonfirmasi melalui dua kali Focus Group Discussion (FGD) yang berasal dari akademisi, praktisi dan manajemen talent. Hasil FGD dianalisis dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Hasil studi ini memperlihatkan terdapat kompetensi saat ini yang akan berkurang, tetap atau bertambah kebutuhannya pada waktu yang akan datang. Terdapat 3 (tiga) kompetensi yang prioritas dibutuhkan pada Revolusi Industri 4.0 yaitu Relating and Network, Adapting and responding to change, dan Entrepreneurial and Commercial thinking. Bagi pengambil keputusan penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menutup gap kekurangan kompetensi saat ini atau sebagai dasar untuk mengurangi jika memang hasilnya adalah berkurang. Bagi regulator, hasil ini dapat digunakan dalam pengambilan kebijakan pada ketersediaan kompetensi di era revolusi industri 4.0.
Riset dipublikasikan di Journal of Science and Technology Policy Management, Vol. 12, Issue 3, 2021 |