Informasi Negara Berisiko Tinggi yang Dipublikasikan oleh FATF – Oktober 2023

​​​​​

Secara rutin, FATF mempublikasikan informasi negara berisiko tinggi dan tidak kooperatif pada laman resminya. Informasi daftar negara berisiko tinggi sesuai informasi yang dirilis pada Oktober 2023 adalah sebagai berikut:

  1. High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action

    High-Risk Jurisdictions subject to a Call for Action memiliki defisiensi strategis signifikan pada rezim pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM).

    Untuk seluruh negara yang teridentifikasi sebagai negara berisiko tinggi, FATF meminta semua anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan Enhanced Due Diligence (EDD), dan dalam keadaan yang sangat seriusmenerapkan langkah pencegahan (countermeasures) dalam rangka melindungi sistem keuangan internasional dari pencucian uang, pendanaan terorisme, dan PPSPM. Sebelumnya, daftar ini lebih dikenal dengan istilah Black List

    Sejak Februari 2020, akibat pandemi COVID-19, FATF menunda proses review terhadap Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) dan Iran, dengan kondisi FATF tetap menegaskan perlu dilakukan countermeasures terhadap kedua negara tersebut. Pada Juli 2023, Iran dilaporkan belum mencapai kemajuan/perubahan material atas status action plan mereka. Oleh karena itu, FATF menegaskan kembali seruannya untuk menerapkan countermeasures terhadap yurisdiksi berisiko tinggi tersebut yang telah tercantum dalam pernyataan FATF pada tanggal 21 Februari 2020​.

    • ​​Jurisdictions subject to a FATF call on its members and other jurisdictions to apply countermeasures
      • Korea Utara (Democratic People's Republic of Korea/DPRK)
        FATF masih prihatin dengan kegagalan DPRK dalam mengatasi kelemahan signifikan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) dan ancaman serius yang ditimbulkannya terhadap integritas sistem keuangan internasional. FATF mendesak DPRK untuk segera mengatasi kekurangan APU PPT yang ada. Lebih jauh lagi, FATF mempunyai keprihatinan yang serius terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh aktivitas terlarang DPRK terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal dan PPSPM.
        FATF menegaskan kembali seruannya pada tanggal 25 Februari 2011 kepada para anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menghimbau Penyedia Jasa Keuangan (PJK) agar memberikan perhatian khusus terhadap hubungan bisnis dan transaksi dengan DPRK, termasuk perusahaan-perusahaan DPRK, PJK, dan pihak-pihak yang bertindak atas nama mereka. Selain meningkatkan pengawasan, FATF selanjutnya menyerukan kepada anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan countermeasure yang efektif, dan Targeted Financial Sanction (TFS) sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang berlaku, untuk melindungi sektor keuangan mereka dari risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, PPSPM yang berasal dari DPRK. Yurisdiksi harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menutup cabang, anak perusahaan dan kantor perwakilan bank-bank DPRK yang ada di wilayah mereka dan mengakhiri hubungan koresponden dengan bank-bank DPRK, jika diwajibkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan.
      • Iran
        Pada Juni 2016, Iran berkomitmen untuk mengatasi defisiensi strategisnya. Action Plan untuk Iran memiliki batas waktu pada Januari 2018. Pada Februari 2020, FATF mencatat bahwa Iran belum menyelesaikan action plan tersebut.

        Pada Oktober 2019, FATF meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan terhadap cabang dan anak perusahaan dari lembaga keuangan yang berbasis di Iran; menggunakan sistem pelaporan yang lebih baik atau pelaporan transaksi keuangan yang sistematis; dan mensyaratkan peningkatan ketentuan audit eksternal untuk konglomerasi keuangan sehubungan dengan cabang dan anak perusahaan mereka yang berlokasi di Iran.

        Saat ini, mengingat kegagalan Iran untuk memberlakukan Palermo and Terrorist Financing Conventions sejalan dengan Standar FATF, FATF sepenuhnya mencabut penangguhan countermeasure dan meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan countermeasure yang efektif, sesuai dengan Rekomendasi No.19.

        Iran akan tetap menjadi High Risk Jurisdictions Subject to a Call for Action sesuai pernyataan FATF sampai Action Plan selesai secara lengkap. Jika Iran meratifikasi Palermo and Terrorist Financing Conventions, sejalan dengan standar FATF, FATF akan memutuskan langkah selanjutnya, termasuk apakah akan menangguhkan countermeasure. Sampai Iran menerapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan yang diidentifikasi sehubungan dengan penanggulangan pendanaan terorisme dalam Action Plan, FATF akan tetap memperhatikan risiko pendanaan terorisme yang berasal dari Iran dan ancaman yang ditimbulkannya terhadap sistem keuangan internasional

        .
    • Jurisdiction subject to a FATF call on its members and other jurisdictions to apply enhanced due diligence measures proportionate to the risks arising from the jurisdiction
      Pada Februari 2020, Myanmar berkomitmen untuk menindaklanjuti defisiensi strategisnya. Jangka waktu action plan bagi Myanmar berakhir pada September 2021.
      Pada Juni 2022, FATF sangat mendesak Myanmar untuk segera menyelesaikan action plan pada Oktober 2022 atau FATF akan meminta anggotanya dan mendesak semua yurisdiksi untuk menerapkan EDD terhadap hubungan bisnis dan transaksi dengan Myanmar. Mengingat sangat rendahnya kemajuannya dan sebagian besar action plan belum ditindaklanjuti setelah satu tahun melewati tenggat waktu action plan, FATF memutuskan bahwa diperlukan tindakan lebih lanjut sesuai prosedur FATF dan meminta anggotanya dan yurisdiksi lain untuk menerapkan EDD sesuai dengan risiko yang timbul dari Myanmar. Saat menerapkan EDD, negara harus memastikan bahwa aliran dana untuk bantuan kemanusiaan, serta aktivitas Non-Profit Organization (NPO) dan remittance yang sah tidak terganggu.
      Myanmar harus terus berupaya menerapkan action plan untuk mengatasi defisiensinya, termasuk dengan: (1) menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang risiko TPPU pada area kunci; (2) menunjukkan bahwa pemeriksaan on-site/offsite dilakukan secara berbasis risiko, dan hundi operators terdaftar dan diawasi; (3) mendemonstrasikan peningkatan keterlibatan Lembaga Intelijen Keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) dalam investigasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dan meningkatkan analisis operasional dan diseminasi oleh FIU; (4) memastikan bahwa pencucian uang diselidiki/dihukum sesuai dengan risikonya; (5) mendemonstrasikan investigasi kasus TPPU transnasional melalui kerja sama internasional; (6) menunjukkan peningkatan pembekuan/penyitaan dan penyitaan hasil kejahatan, alat-alat, dan/atau barang lainnya yang nilainya setara; dan (7) mengelola barang sitaan untuk menjaga nilai barang sampai dengan penyitaan.
      FATF mendesak Myanmar untuk segera mengatasi defisiensi penerapan program APU PPT, termasuk untuk menunjukkan pemantauan dan pengawasan terhadap money or value transfer services (MVTS) didasarkan pada pemahaman risiko TPPU/TPPT yang terdokumentasikan dan jelas.
      Myanmar akan tetap berada dalam daftar High-Risk Jurisdiction Call for Action hingga memenuhi seluruh action plan​.


  2. Jurisdictions under Increased Monitoring

    Jurisdictions under Increased Monitoring adalah yurisdiksi yang secara aktif bekerja sama dengan FATF untuk mengatasi defisiensi strategis dalam rezim APU PPT dan PPPSPM mereka. Dalam hal FATF menempatkan suatu yurisdiksi ke dalam status under Increased Monitoring, berarti yurisdiksi tersebut telah berkomitmen untuk menyelesaikan defisiensi strategis yang teridentifikasi oleh FATF sesegera mungkin dalam jangka waktu yang disepakati dan dipantau secara ketat oleh FATF. Sebelumnya, daftar ini lebih dikenal sebagai Grey List.

    FATF dan FATF-Style Regional Bodies (FSRB) terus bekerja sama dengan yurisdiksi tersebut dalam melaporkan kemajuan yang dicapai dalam mengatasi kelemahan strategis mereka. FATF menyerukan kepada negara-negara tersebut untuk menyelesaikan action plan secepatnya dan dalam jangka waktu yang disepakati. FATF menyambut baik komitmen mereka dan akan memantau kemajuannya dengan cermat. FATF tidak menyerukan penerapan langkah-langkah Enhanced Due Diligence (EDD) untuk diterapkan pada yurisdiksi ini. Standar FATF tidak mengatur pengurangan risiko, atau penghentian seluruh kelompok nasabah, namun menyerukan penerapan pendekatan berbasis risiko. Oleh karena itu, FATF mendorong para anggotanya dan seluruh yurisdiksi untuk mempertimbangkan informasi pada Publikasi FATF ini dalam analisis risiko.

    FATF, secara berkelanjutan, terus mengidentifikasi yurisdiksi lain yang memiliki kekurangan strategis dalam rezim APU PPT dan PPPSPM. Sejumlah yurisdiksi belum ditinjau oleh FATF dan FSRB, namun akan dilakukan sesuai dengan jadwalnya.

    FATF memberikan fleksibilitas kepada yurisdiksi, yang tidak memiliki batas waktu mendesak, untuk melaporkan kemajuan secara sukarela. Negara-negara berikut telah ditinjau kemajuannya oleh FATF sejak Oktober 2023: Albania, Barbados, Burkina Faso, Cayman Islands, Republik Demokratik Kongo, Gibraltar, Haiti, Jamaica, Yordani, Mali, Mozambique, Nigeria, Panama, Filipina, Senegal, Afrika Selatan, Sudan Selatan, Tanzania, Turki, Uni Emirat Arab, dan Uganda.

    Sementara itu, Kamerun, Kroasia, Suriah, dan Vietnam memilih menunda pelaporan, sehingga pernyataan FATF yang sebelumnya dikeluarkan untuk yurisdiksi tersebut disertakan pada publikasi ini, namun belum tentu mencerminkan status terkini dari rezim APU PPT di yurisdiksi tersebut. Setelah peninjauan, FATF kini juga mengidentifikasi Bulgaria masuk ke dalam daftar Jurisdictions with strategic deficiencies.

    Dengan demikian, daftar negara/yurisdiksi yang masuk kedalam Jurisdictions under Increased Monitoring pada periode Oktober 2023 adalah:​

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
27 Oktober 2023

Afrika Selatan

Barbados

Bulgaria

Burkina Faso

Filipina

Gibraltar

Haiti

Jamaika

Kamerun

Kroasia

Mali

Mozambique

Nigeria

Republik Demokratik Kongo

Senegal

Sudan Selatan

Suriah

Tanzania

Turki

Uganda

Uni Emirat Arab

Vietnam

Yaman

Albania

Cayman Islands

Panama

Yordania

Sebagai perbandingan, daftar per Juni 2023 adalah sebagai berikut:

TanggalJurisdictions with strategic deficienciesJurisdictions no longer Subject to monitoring
24 Juni ​2023

Albania

Afrika Selatan

Barbados

Burkina Faso

Cayman Islands

Filipina

Gibraltar

Haiti

Jamaika

Kamerun

Kroasia

Mali

Mozambique

Nigeria

Panama

Republik Demokratik Kongo

Senegal

Sudan Selatan

Suriah

Tanzania

Turki

Uganda

Uni Emirat Arab

Vietnam

Yaman

Yordania

​ 

Menindaklanjuti hal tersebut, kami menghimbau para Penyedia Jasa Keuangan untuk memperhatikan informasi negara-negara berisiko yang telah ditetapkan oleh FATF beserta informasi defisiensi strategis dari tiap negara dimaksud untuk ditindaklanjuti sesuai yang dipersyaratkan dan sesuai kewajiban penerapan program APU PPT dan PPPSPM berbasis risiko yang diatur pada Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023​.


Sumber:

https://www.fatf-gafi.org/en/publications/High-risk-and-other-monitored-jurisdictions/Call-for-action-october-2023.html

https://www.fatf-gafi.org/en/publications/High-risk-and-other-monitored-jurisdictions/Increased-monitoring-october-2023.html

Artikel Terkait Lain