Grup Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (GPUT) berpartisipasi menjadi Narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Ketentuan dan APOLO Modul Laporan BPR dan BPRS. Sosialisasi merupakan tindak lanjut atas penyelesaian pengembangan APOLO Laporan Bulanan BPR dan BPRS yang antara lain mencakup penambahan form terkait data dalam rangka penilaian tingkat risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)/Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Rangkaian sosialisasi dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:
- Sosialisasi untuk BPR dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2023 secara online yang dihadiri oleh 2.156 Peserta dari BPR dan Internal OJK. Kegiatan dibuka oleh Bapak Lukman Hakim selaku Deputi Direktur Pengembangan Sistem Informasi Perbankan.
- Sosialisasi untuk BPRS dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2023 (sesi pagi) yang dihadiri oleh 521 Peserta dari BPRS. Kegiatan dibuka oleh Ibu Feriyanti Nalora selaku Direktur Informasi Perbankan.
- Sosialisasi untuk Internal OJK terkait APOLO BPRS dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2023 (sesi siang) yang dihadiri oleh 54 Peserta. Kegiatan dibuka oleh Bapak Gunawan Setyo Utomo selaku Deputi Direktur Pengaturan Perbankan Syariah.
Pada pembukaan sosialisasi, secara umum disampaikan bahwa pengembangan Aplikasi APOLO ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses penyampaian laporan yang sebelumnya disampaikan secara manual, serta mendukung penerbitan ketentuan pendukung sebagai dasar adanya kewajiban bagi PJK yaitu dalam bentuk Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK). Aplikasi APOLO diharapkan dapat bermanfaat tidak hanya bagi internal OJK, namun juga Kementerian/Lembaga di luar OJK, misalnya Bank Indonesia; Lembaga Penjamin Simpanan; serta Kementerian Keuangan RI, khususnya untuk mendukung adanya integrasi pelaporan. Selain itu, secara khusus terkait laporan untuk penerapan program APU PPT, diharapkan penambahan pelaporan secara online untuk penilaian tingkat risiko TPPU/TPPT dapat meningkatkan validitas dan efisiensi pelaporan, serta mempermudah proses pengawasan.
Sosialisasi dilanjutkan dengan pemaparan ketentuan terkait perubahan Laporan Bulanan, termasuk dalam kaitanya dengan form APU PPT, dengan rincian sebagai berikut:
- Form terkait Informasi Pokok BPR dan BPRS, yaitu untuk data kepemilikan e-banking.
- Form terkait Data Jenis Nasabah dan Produk Penghimpunan Dana pada BPRS yang mencakup data nominal Dana Pihak Ketiga (DPK) dan jumlah nasabah/rekening untuk data Nasabah Politically Exposed Person (PEP); Jenis Nasabah Penghimpunan Dana (orang perseorangan serta nasabah korporasi dan perikatan lainnya); Komposisi Nasabah Berdasarkan Risiko; serta Jenis Produk Penghimpunan Dana, terdiri dari tabungan dan deposito.
- Form terkait Rincian Transaksi terkait Penilaian Risiko TPPU dan TPPT yang mencakup jumlah nominal dan jumlah transaksi untuk data Transaksi melalui Jaringan Distribusi Tatap Muka dan Transaksi melalui Jaringan Distribusi Non Tatap Muka yang dibagi menjadi transaksi yang melibatkan perpindahan dana (masuk dan keluar) serta transaksi yang tidak melibatkan perpindahan dana.
Pada pemaparan disampaikan bahwa sebagaimana ketentuan yang berlaku, penyampaian laporan melalui APOLO akan berlaku efektif per 1 Februari 2023 untuk penyampaian Laporan Bulanan posisi Januari 2023. Selanjutnya terdapat pemaparan terkait struktur data beserta demo aplikasi APOLO yang disampaikan oleh perwakilan dari Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) dan Grup Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi (GPSI). Selanjutnya, perwakilan GPUT memberikan tambahan paparan dan menjadi Narasumber pada sesi diskusi dengan rincian pembahasan secara umum sebagai berikut:
- Transaksi dana masuk dan dana keluar dilihat dari sisi dana rekening nasabah yang keluar ataupun masuk dari dan/atau ke BPR dan BPRS. Lebih lanjut, transaksi tatap muka dan non tatap muka dilihat dari lokasi dan interaksi fisik yang dilakukan nasabah dengan pihak Bank. Dalam hal ini, BPR dan BPRS dapat kembali ke definisi yang telah ditetapkan untuk dapat mengkategorisasikan suatu transaksi.
- Definisi PEP mengacu ke Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana diubah denga POJK Nomor 23/POJK.01/2019 (POJK APU PPT). Pada penjelasan Pasal 31 ayat (1) diatur bahwa pengertian PEP tidak dimaksudkan untuk mencakup pihak-pihak dari level menengah atau lebih junior. Oleh karena itu, definisi PEP mengacu pada orang yang diberi kewenangan untuk melakukan fungsi penting (prominent function) atau memiliki kewenangan tertentu. Namun demikian, kategorisasi suatu nasabah termasuk risiko tinggi, dapat disesuaikan dengan hasil penilaian risiko oleh masing-masing BPR dan BPRS. Adapun untuk kebutuhan data PEP, BPR dan BPRS dapat mengakses Aplikasi PEP milik PPATK sebagai salah satu acuan.
- Data yang dilaporkan pada form rincian transaksi terkait penilaian risiko TPPU/TPPT adalah keseluruhan transaksi tanpa batasan nominal atau kriteria tertentu, melalui jaringan distribusi (tatap muka dan non tatap muka) dengan jenis melibatkan perpindahan dana (masuk dan keluar) dan tidak melibatkan perpindahan dana. Ditegaskan bahwa pelaporan pada form ini berbeda dengan pelaporan transaksi keuangan ke PPATK, yaitu Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang harus memenuhi kriteria tertentu.
- Kategorisasi nasabah berdasarkan risiko disesuaikan dengan hasil penilaian risiko BPR dan BPRS serta dapat mengacu pula ke National Risk Assessment (NRA) dan Sectoral Risk Assessment (SRA).
- Secara khusus pada sosialisasi untuk Internal OJK, disampaikan bahwa pelaporan dimaksud lebih lanjut akan digunakan dalam rangka penilaian tingkat risiko TPPU/TPPT sebagai dasar bagi Pengawas dalam menentukan rencana pengawasan APU PPT berbasis risiko yang dapat disertakan pula dengan supervisory judgment dari Pengawas.