Direktorat APU PPT (DAPT) OJK berpartisipasi sebagai salah satu narasumber dalam kegiatan sosialiasasi yang diselenggarakan oleh Hukumonline, sebuah platform regulasi berbasis teknologi (reg-tech) dengan tema “Penerapan Anti Pencucian Uang Pencegahan Pendanaan Terorisme Sektor Jasa Keuangan Pasca POJK 8 Tahun 2023" pada tanggal 14 September 2023 di Kantor Hukum Online. Kegiatan dihadiri oleh 44 peserta yang merupakan Pegawai dan Klien Hukum Online yang sebagian besar merupakan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dalam rangka meningkatkan pemahaman penerapan Program APU PPT. Kegiatan dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan dua panelis, yaitu Bapak Nasirullah selaku Deputi Direktur pada DAPT OJK yang memaparkan “Latar Belakang dan Overview sejarah regulasi Anti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Indonesia sebelum adanya POJK dan Penerapan Anti TPPU pasca POJK diterbitkan untuk Sektor Jasa Keuangan" dan Bapak Andre Rahadian selaku Partner pada Dentons HPRP Lawfirm yang memaparkan “Permasalahan yang seringkali terjadi terkait Anti TPPU di Sektor Jasa Keuangan dan Penerapan program anti TPPU berdasarkan POJK Nomor 8 Tahun 2023".
Pada diskusi Panel, pokok-pokok paparan yang disampaikan oleh Bapak Nasirullah selaku Deputi Direktur DAPT adalah sebagai berikut:
- Latar Belakang dan Overview sejarah regulasi TPPU di Indonesia.
- Pemaparan definisi dan paradigma TPPU mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2010; Informasi Tindak Pidana Asal; Paradigma Pemberantasan TPPU; dan Skema pencucian uang mencakup placement, layering, dan integration.
- Regulasi penerapan program APU PPT di Indonesia termasuk dengan urgensi perubahannya, dimulai dari UU No.15 Tahun 2022 tentang TPPU, UU No. 25 tahun 2003 tentang TPPU, sampai dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
- Gambaran umum regulasi penerapan program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan, dimulai dari peraturan berbeda untuk masing-masing sektor; POJK terintegrasi Nomor 12 Tahun 2017 yang telah diubah menjadi POJK Nomor 23 tahun 2019, turunan peraturannya berupa SEOJK untuk masing-masing jenis PJK; hingga yang terakhir adalah POJK No. 8 tahun 2023 tentang Penerapan Program APU PPT dan PPSPM di Sektor Jasa Keuangan.
- Financial Action Task Force (FATF) dan Rezim APU PPT di Indonesia.
- Informasi terkait FATF sebagai badan yang menetapkan standar internasional atas penerapan program APU PPT dan juga APG yang merupakan FSRB. Indonesia saat ini merupakan anggota dari APG dan juga merupakan observer dari FATF (sedang dalam proses pengajuan untuk menjadi anggota FATF).
- Tidak patuhnya suatu negara pada rekomendasi FATF akan menyebabkan negara tersebut masuk kedalam daftar negara yang tidak kooperatif yang dipublikasikan oleh FATF secara berkala (3 kali dalam setahun).
- Dalam rezim APU PPT di Indonesia, OJK selaku LPP berperan pada sisi pencegahan bersama dengan PPATK dan Pihak Pelapor dalam hal ini PJK. Peran OJK sangat besar dan signifikan dalam Rezim APU PPT Indonesia karena pihak pelapor yang diawasinya sangat beragam dan signifikan sehingga OJK dan SJK memegang peranan penting dalam menunjang dan mendukung efektifitas Rezim APU PPT Indonesia.
- Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diketuai oleh Menkopolhukam dan OJK menjadi salah satu anggotanya. Disampaikan pula tugas dari Komite TPPU dan output berupa Strategi Nasional (Stranas) tahun 2022-2024.
- Fungsi dan peran dari PJK selaku garda terdepan dalam penerapan program APU PPT.
- Cakupan penyempurnaan pengaturan dalam POJK APU PPT PPSPM di SJK, meliputi Rekomendasi FATF sesuai Hasil MER Indonesia; harmonisasi dengan beberapa peraturan perundang-perundangan; dan mempertimbangkan perkembangan teknologi informasi yang juga merupakan rekomendasi atas temuan BPK.
- Penerapan Anti TPPU pasca POJK diterbitkan untuk Sektor Jasa Keuangan.
- Penjelasan hal-hal yang perlu dipahami dan dilakukan terkait lima pilar penerapan program APU PPT yang mencakup Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris (pilar 1); Kebijakan dan Prosedur (pilar 2); Pengendalian Intern (pilar 3); Sistem Informasi Manajemen (SIM) (pilar 4); dan Pelatihan dan Sumber Daya Manusia (SDM) (pilar). Penerapan lima pilar yang baik akan memberikan output berupa pelaporan kepada PPATK yang berkualitas, dan penerapan program APU PPT yang efektif akan sangat bergantung dari risk apetite perusahaan termasuk juga peran dari tone of the top Perusahaan.
- Kewajiban pelaporan PJK ke OJK dan PPATK, mencakup:
- Pelaporan ke OJK meliputi Individual Risk Assessment (IRA); Penyesuaian Kebijakan dna Prosedur; Laporan rencana dan pengkinian data nasabah; dan tembusan laporan pemblokiran secara serta merta atau laporan nihil dari DTTOT dan DPPSPM dengan batas waktu pelaporan paling lama 3 hari kerja sejak PJK menerima DTTOT dan DPPSPM yang disampaikan melalui Sistem Informasi Program APU PPT (SIGAP)
- Pelaporan ke PPATK meliputi pelaporan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), dan Laporan Transfer Dana dari dan ke Luar Negeri (LTKL) yang disampaikan melalui aplikasi goAML.
Setelah sesi paparan oleh Bapak Nasirullah, kegiatan dilanjutkan dengan sesi paparan oleh Bapak Andre Rahadian, kemudian ditutup dengan sesi tanya jawab dengan seluruh peserta.