Koordinasi Internal OJK dan Eksternal OJK dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Terkait Tindak Lanjut Statement FATF Mengenai kondisi Pandemi Covid-19

Sebagaimana diketahui pandemi Covid-19 telah terjadi di berbagai belahan dunia sehingga FATF mengeluarkan tanggapan yang tertuang pada Dokumen Statement by FATF President on Covid-19 and Measures to Combat Illicit Financing tanggal 1 April 2020 hingga Paper – Covid19 Related ML/TF Risks and Policy Responses, May 2020.

Berkaitan dengan hal tersebut pada tanggal 4 Juni 2020, Grup Penanganan APU-PPT (GPUT) OJK telah menyelenggarakan koordinasi secara virtual dengan perwakilan satuan kerja bidang Pengaturan dan Pengawasan di sektor Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB yang dipimpin Ibu Dewi Fadjarsarie H. selaku Analis Eksekutif Senior GPUT bersama Bapak Nelson S.E Siahaan selaku Analis Eksekutif GPUT antara lain memaparkan gambaran umum response FATF yaitu:

  1. Upaya pelaku kejahatan mengeksploitasi kesenjangan penerapan program APUPPT karena seluruh sumber daya diprioritaskan untuk penanganan pandemi sehingga perlu pengawasan/penegakan hukum berbasis risiko.
  2. Kecenderungan peningkatan dan timbulnya risiko kejahatan keuangan akibat pandemi yaitu financial fraud a.l. penjualan obat-obatan palsu, penawaran investasi bodong dan phishing sehingga muncul ketakutan yang berlebihan.
  3. Timbulnya kejahatan dan penipuan virtual a.l. penyalah-gunaan pengumpulan dana kemanusian, dan penipuan alat dan sarana kesehatan dengan mengeksploitasi pihak yang membutuhkan pengobatan dan pihak berniat membantu kemanusian, dan penyebaran hoax.
  4. Peningkatan aktivitas non-profit organisation/NPO atau yayasan/ lembaga amal yaitu a.l. memastikan sumbangan dan kegiatan amal ditujukan untuk kegiatan kemanusian yang transparan, tidak melanggar hukum dan sampai ke penerima yang dituju (yang berhak).
  5. Penerapan social/physical distancing menyebabkan akses terhadap layanan perbankan dan keuangan lainnya menjadi lebih sulit sehingga mendorong layanan transaksi berbasis digital atau Fintech.
  6. Otoritas nasional/lembaga internasional wajib memperingatkan masyarakat/pelaku usaha atas kecenderungan penipuan dan potensi teroris untuk menyalah-gunakan dana bantuan kemanusian.
  7. LPP, FIU, Apgakum harus memberi informasi ke sektor swasta agar tetap memprioritaskan/menanggulangi risiko TPPU/TPPT terkait COVID-19.
  8. FATF mendorong Fintech, Regtech, dan Suptech secara maksimal dengan mengeluarkan Guidance on Digital ID yang menunjukkan manfaat Digital ID untuk meningkatkan keamanan, kerahasian, dan kemudahan dalam identifikasi nasabah jarak jauh (customer on-boarding); menjalankan transaksi keuangan dan memitigasi risiko TPPU dan TPPT.
  9. Otoritas nasional dan lembaga keuangan wajib menerapkan pendekatan berbasis risiko untuk memastikan aktivitas NPO tidak melanggar hukum dan hanya bekerja sama dengan NPO yang "jelas" (bantuan sampai kepada penerima yang dituju secara transparan).

FATF sedang mempersiapkan pedoman untuk mendukung dunia yang sedang berupaya menanggulangi krisis dan dampak pandemic. PJK diminta agar mengambil tindakan memadai dan tetap menerapkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tetap meningkatkan kewaspadaan risiko TPPU dan TPPT baru.

Selanjutnya, pada koordinasi tersebut GPUT juga menyampaikan hal hal yang mungkin dapat menjadi supervisory concerns yaitu:

  1. PJK dan pelaku bisnis mewaspadai timbulnya risiko TPPU/TPPT berupa kecurangan dan penipuan (fraud) yang dilakukan pelaku kriminal untuk mengambil keuntungan dari berbagai cara seperti antara lain penjualan obat obatan dan alat medis untuk menangani pandemi dan masyarakat yang terdampak. Termasuk peningkatan aktivitas yang mungkin timbul dari yayasan dan sejenis untuk menggalang dana kemanusian namun disalah-gunakan. Dengan demikian, PJK tetap memastikan upaya yang efektif dalam memitigasi risiko tersebut serta mampu mendeteksi serta melaporkan kegiatan yang mencurigakan termasuk transaksi keuangan mencurigakan (TKM).
  2. Pandemi Covid-19 telah mendorong berbagai respon kebijakan Pemerintah yang bervariasi yang secara tidak disengaja cenderung menciptakan peluang kejahatan atas ancaman/threats akibat pandemi seperti peningkatan fraud, cyber crime, dan tindak pidana asal tertentu; vulnerabilities a.l. peningkatan financial volatility (economic downturn), penyalahgunaan dana batuan dan peningkatan risiko korupsi, serta perubahan financial behaviours (remote transactions atau online platform).
  3. Peningkatkan potensi risiko TPPU/TPPT akibat pandemi:
    • Pelaku kejahatan dapat memotong langkah CDD yang seharusnya dilakukan akibat pembatasan gerak manusia dan kondisi kerja jarak jauh.
    • Meningkatnya penyalahgunaan layanan keuangan online dan aset virtual.
    • Upaya memanfaatkan stimulus ekonomi yang diberikan Pemerintah, baik oleh nasabah perorangan (natural person) dan korporasi (legal person) untuk tujuan TPPU/TPPT.
    • Meningkatnya penggunaan sektor keuangan yang tidak diatur (unregulated financial sector).
    • Penyelewengan bantuan keuangan domestik dan internasional dengan menghindari standarisasi dan prosedur pengadaan dari pihak berwenang.
    • Pelaku kejahatan memanfaatkan pandemi dengan shifting ke aktivitas bisnis cash-intensive atau melaku-kan penyalah-gunaan pengumpulan dana secara online.
  4. Dampak Pandemi Covid-19 yang mungkin timbul terhadap Rezim APU PPT dari aspek pengawasan, policy reform, penyampaian Laporan Tranksasi Keuangan Mencurigakan (LKTM), analisis Financial Intelligence Unit (FIU), Kerjasama Internasional, aparat penegak hukum, dan sektor swasta beserta kebijakan program APU PPT yang dapat dipertimbangkan berdasarkan respon FATF serta tindak lanjut OJK dan usulan tindak lanjut yang akan dilakukan oleh OJK.

Koordinasi Covid-1.jpg

Selanjutnya FATF menyampaikan bahwa respon kebijakan APU PPT sangat diperlukan di masa pandemi yang mencakup antara lain: koordinasi domestik untuk menilai dampak Covid-19 terhadap risiko TPPU/TPPT, penguatan komunikasi dengan pihak industri, mendorong penerapan proses customer due diligence berbasis risiko secara penuh, dan dukungan terhadap pilihan electronic/digital payments.

Koordinasi Covid-2.jpgSelain koordinasi Internal OJK, GPUT juga telah berkoordinasi dengan PPATK yang diwakili Direktorat Humas dan Kerjasama PPATK pada tanggal 8 Juni 2020 melalui rapat virtual dalam rangka menindaklanjuti tanggapan FATF terkait Covid-19 tersebut. Pada rapat koordinasi tersebut, selain menyampaikan concern OJK atas potensi risiko TPPU/TPPT yang timbul akibat kondisi pandemi Covid-19 serta rencana tindak lanjut, GPUT juga menyampaikan pentingnya koordinasi antara OJK dengan PPATK antara lain sharing informasi terkait modus dan tipologi TPPT dan TPPT yang terjadi pasa saat krisis akibat pandemi Covid-19, serta perlunya sharing informasi kepada Pihak Pelapor termasuk Penyedia Jasa Keuangan.

Dalam pertemuan tersebut, PPATK menyampaikan telah mengupayakan untuk melakukan identifikasi permasalahan untuk tindakan dan strategi lebih lanjut seperti peningkatan kerja sama dalam dan luar negeri, penyusunan riset, kebijakan pelaporan, pemeriksaan serta analisis transaksi. Pada kedua kesempatan tersebut di atas, seluruh pihak menyampaikan komitmen untuk meningkatkan koordinasi serta mendorong berbagai tindak lanjut yang perlu dilakukan OJK dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga tidak melemahkan penerapan program APU PPT di sektor jasa Keuangan. 


Artikel Terkait Lain