Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK Nomor 8 Tahun 2023) pada 14 Juni 2023. Sehubungan dengan hal tersebut, Grup Penanganan APU-PPT (GPUT) OJK telah menyelenggarakan “Webinar Sosialisasi POJK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program APU PPT dan PPPSPM di Sektor Jasa Keuangan" pada 6 Juli 2023 secara virtual yang melibatkan narasumber dari GPUT OJK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sosialisasi dihadiri oleh 4.267 peserta yang berasal dari satuan kerja internal OJK, Kementerian/Lembaga, dan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di sektor perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).
Sosialisasi bertujuan untuk menginformasikan pokok-pokok ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023 sebagaimana perkembangan prinsip internasional Financial Action Task Forces (FATF), penyelarasan dengan peraturan perundang-undangan, serta perkembangan teknologi informasi.
Kegiatan diawali dengan Welcoming Remarks Bapak Imansyah selaku Deputi Komisioner OJK Institute, Plt. Deputi Komisioner Internasional dan Penanganan APU PPT yang menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terkait dengan penerbitan POJK Nomor 8 Tahun 2023. POJK Nomor 8 Tahun 2023 merupakan penyempurnaan terhadap POJK sebelumnya, yaitu POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan. Melalui sosialisasi ini, semoga menjadi pemicu untuk komitmen yang lebih kuat bagi seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kepatuhan serta mendukung penguatan rezim APU PPT dan PPPSPM di sektor jasa keuangan.
Sosialisasi dilanjutkan dengan penyampaian Keynote Speech oleh Bapak Mahendra Siregar selaku Ketua Dewan Komisioner OJK. Dalam Keynote Speech-nya, Bapak Mahendra Siregar menyampaikan bahwa penerbitan POJK Nomor 8 Tahun 2023 merupakan komitmen OJK dalam penguatan pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (TPPU/TPPT/PPSPM), serta mewujudkan integritas di sektor jasa keuangan. Salah satu pokok penyempurnaan dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023 adalah kewajiban bagi PJK yang menggunakan jasa profesi penunjang, untuk memastikan bahwa profesi penunjang menerapkan program APU PPT dan PPPSPM, serta telah terdaftar dalam sistem informasi pelaporan PPATK. Selain itu, Indonesia telah melalui serangkaian pertemuan bilateral guna memperjuangkan keanggotaan Indonesia dalam FATF. Indonesia harus menyampaikan kembali laporan pemenuhan Action Plan, terutama yang terkait penguatan dalam pencegahan pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Oleh karena itu, melalui penerbitan POJK Nomor 8 Tahun 2023 ini, OJK mendorong seluruh PJK melakukan perbaikan dan penguatan dalam pencegahan TPPT/PPSPM.
Dalam sosialisasi ini disampaikan pula pemutaran video arahan dari Kepala Eksekutif OJK di ketiga sektor jasa keuangan. Bapak Dian Ediana Rae selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan menyampaikan arahan kepada seluruh Bank Umum, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan Bank Perkreditan Rakyat di seluruh Indonesia agar terus meningkatkan kepatuhan penerapan program APU PPT dan PPPSPM berbasis risiko, salah satunya dengan melaksanakan seluruh norma yang ada di dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023. PJK di sektor perbankan harus menaruh perhatian serius terhadap beberapa substansi pengaturan yang secara spesifik hanya berlaku bagi perbankan, antara lain pengaturan mengenai Transfer Dana, Cross Border Correspondent Banking, dan penyampaian laporan transaksi dari dan keluar negeri. Kepada PJK di sektor perbankan yang menjadi perusahaan induk Konglomerasi Keuangan wajib untuk bertanggung jawab dalam memastikan bahwa Konglomerasi Keuangan telah menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM ke seluruh jaringan kantor dan perusahaan anak di dalam dan di luar negeri.
Bapak Inarno Djajadi selaku Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon menyampaikan arahan kepada jenis PJK baru di sektor pasar modal yang wajib menerapkan APU PPT dan PPPSPM, yaitu Wali Amanat dan Penyelenggara Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi, untuk segera melakukan upaya yang memadai untuk mempersiapkan diri melakukan penerapan program APU PPT dan PPPSPM sesuai dengan POJK Nomor 8 Tahun 2023. Adapun bagi jenis PJK lain di sektor pasar modal yang telah menerapkan program APU PPT dan PPPSPM, seperti perusahaan efek, manajer investasi, dan kustodian agar terus meningkatkan kepatuhan penerapan program APU PPT dan PPPSPM sehingga sektor pasar modal dapat diminimalisasi untuk digunakan sebagai sarana TPPU/TPPT/PPSPM.
Arahan selanjutnya disampaikan oleh Bapak Ogi Prastomiyono selaku Kepala Eksekutif Perasuransian, Dana Pensiun Lembaga Keuangan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Bapak Ogi Prastomiyono menyampaikan bahwa sektor IKNB di isi oleh pelaku usaha yang bervariasi, baik dalam hal model bisnis, maupun dalam hal skala usaha. Oleh karena itu, penerapan program APU PPT dan PPPSPM berbasis risiko berdasarkan POJK Nomor 8 Tahun 2023 merupakan salah satu kunci agar PJK dapat mengimplementasikannya secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan PJK berdasarkan penilaian risiko, kegiatan, skala usaha, kompleksitas usaha, karakteristik usaha, dan/atau peristiwa atau perkembangan besar dalam manajemen dan operasional PJK. Berdasarkan masukan berbagai pihak, serta memperhatikan potensi risiko yang ada, POJK Nomor 8 Tahun 2023 telah memasukkan 1 (satu) jenis PJK baru di sektor IKNB yang wajib menerapkan program APU PPT dan PPPSPM, yaitu PT. Permodalan Nasional Madani. Kepada PT. Permodalan Nasional Madani dan PJK lain di sektor IKNB yang telah terlebih dahulu diwajibkan menerapkan program APU PPT dan PPPSPM, agar dapat segera melakukan penyempurnaan kebijakan dan prosedur serta pengembangan kapasistas sumber daya manusia dalam rangka mengimplementasikan POJK Nomor 8 Tahun 2023 sesuai dengan tenggat waktu transisi yang telah ditetapkan, yaitu 6 (enam) bulan sejak POJK tersebut diundangkan.
Kegiatan dilanjutkan dengan paparan para narasumber sosialisasi yang dimoderatori oleh Sdri. Adriane Wiryawan selaku Kepala Subbagian GPUT. Paparan dari narasumber PPATK disampaikan oleh Bapak Fithriadi Muslim selaku Direktur Hukum dan Regulasi PPATK yang menyampaikan paparan terkait Peraturan Bersama PPSPM dan Sectoral Risk Assessment TPPT (SRA TPPT). Peraturan Bersama PPSPM mengatur kewajiban bagi PJK untuk melakukan penolakan hubungan usaha dan transaksi, serta melakukan pemblokiran kepada calon nasabah, nasabah, dan/atau Walk in Customer (WIC) yang tercantum dalam daftar PPSPM. Hasil SRA TPPT 2023 menginformasikan bahwa modus pengumpulan dana TPPT diperoleh melalui pendanaan pribadi dan pengumpulan donasi melalui organisasi kemasyarakatan/Non-Provit Organization (NPO). Aset kripto dan pendanaan melalui peer-to-peer lending menjadi emerging threat dalam upaya pendanaan terorisme. Risiko potensial pendanaan terorisme lainnya dapat berasal dari transaksi melalui e-wallet/e-money dan penggunaan jasa pemabayaran yang dilakukan melalui minimarket.
Paparan selanjutnya terkait POJK Nomor 8 Tahun 2023 diawali oleh pemaparan Kepala GPUT OJK, Ibu Dewi Fadjarsarie H. Dalam paparannya, beliau menyampaikan perkembangan hasil Mutual Evaluation Review (MER) FATF Indonesia yang saat masih memiliki kewajiban menyampaikan kembali laporan pemenuhan Action Plan pada bulan September 2023. Action Plan Indonesia difokuskan terhadap Immediate Outcome (IO) 3 (Pengawasan), IO.8 (Perampasan Aset), dan IO.11 (Pendanaan Proliferasai Senjata Pemusnah Massal). Ibu Dewi juga memaparkan terkait latar lelakang, cakupan penyempurnaan, serta urgensi penyusunan POJK Nomor 8 Tahun 2023 yang didasarkan pada perkembangan prinsip internasional Financial Action Task Forces (FATF), penyelarasan dengan peraturan perundang-undangan, serta perkembangan teknologi informasi. Atas penyempurnaan tersebut, POJK Nomor 8 Tahun 2023 memiliki sistematika yang terdiri dari 12 Bab Ketentuan Pasal dan 90 Pasal pengaturan.
Paparan narasumber ketiga disampaikan oleh Bapak R. Rinto Teguh Santoso selaku Analis Eksekutif Senior GPUT yang menyampaikan paparan terkait penyempurnaan ketentuan umum, kewajiban Penerapan APU PPT dan PPPSPM berdasarkan 5 Pilar APU PPT dan PPPSPM, pentingnya pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris; dan serta perlunya pengkinian atas kebijakan dan prosedur yang dimiliki PJK. Dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023 telah diatur cakupan PJK baru yang wajib menerapkan program APU PPT dan PPPSPM, antara lain wali amanat, penyelenggara Securities Crowd Funding (SCF), penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI), serta lembaga jasa keuangan lainnya yang melakukan penyaluran dana. Selain itu, terdapat pula kewajiban bagi PJK untuk menyusun dan menyampaikan Individual Risk Assessment (IRA) secara berkala, setiap tahunnya kepada OJK.
Sosialisasi dilanjutkan dengan paparan dari Bapak Nasirullah selaku Analis Eksekutif GPUT yang menyampaikan bahwa pengendalian intern merupakan kunci utama implementasi APU PPT dan PPPSPM yang baik. Dalam penerapan program APU PPT dan PPPSPM, PJK wajib memiliki sistem informasi manajemen yang mumpuni dan transparan. Kualitas sumber daya manusia pada PJK juga sangat penting dan wajib ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan terkait APU PPT dan PPPSPM. Dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023 diatur pula ketentuan penerapan APU PPT dan PPPSPM bagi jaringan kantor dan perusahaan anak konglomerasi keuangan, kewajiban PJK untuk menidaklanjuti Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) dan Daftar PPSPM, serta kewajiban pelaporan PJK kepada OJK yang terdiri dari pelaporan dan pengkinian IRA, pelaporan kebijakan dan prosedur, laporan pengkinian, laporan realisasi pengkinian, serta tembusan laporan pemblokiran.
Paparan narasumber keempat oleh Sdr. Rifki Arif Budianto selaku Analis Eksekutif Junior GPUT menyampaikan ketentuan dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023 mengenai pengaturan dan perhitungan sanksi, ketentuan transisi/peralihan selama 6 bulan, sistematika penyusunan dan penyampaian IRA oleh PJK. Terkait pengenaan sanksi terhadap kewajiban pelaporan, POJK Nomor 8 Tahun 2023 telah mengatur norma pengenaan sanksi terhadap keterlambatan dan tidak menyapaikan laporan. PJK dikatakan terlambat menyampaikan laporan apabila PJK menyampaikan laporan paling lama 30 hari kerja sejak batas waktu, sementara PJK yang tidak menyampaikan laporan adalah PJK yang tidak menyampaikan laporan sama sekali atau melebih 30 hari kerja sejak batas waktu. Perhitungan sanksi denda menggunakan persentase laba bersih PJK tahun sebelumnya dengan nominal maksimal sanksi denda sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023.
Secara umum, sosialisasi berjalan dengan baik dan lancar yang ditandai dengan partisipasi aktif dari seluruh peserta. Harapannya, sosialisasi dapat memberikan pemahaman kepada PJK dan pihak yang terkait penerapan program APU PPT dan PPPSPM di SJK sebagaimana POJK Nomor 8 Tahun 2023.