OJK Melaksanakan Webinar Sosialisasi Penilaian Risiko TPPU/TPPT/PPSPM di Sektor Jasa Keuangan Tahun 2021

Pada Senin-Selasa, 6-7 Desember 2021 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melaksanakan kegiatan Webinar Sosialisasi Penilaian Risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), dan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM) di Sektor Jasa Keuangan (SJK) Tahun 2021, atau yang lebih dikenal dengan istilah Sectoral Risk Assessment (SRA). Kegiatan selama 2 (dua) hari ini dilaksanakan secara hybrid (tatap muka bagi pengisi kegiatan, seperti pembawa acara, moderator, dan narasumber; dan virtual bagi seluruh peserta).

Kegiatan hari pertama dimulai pada pukul 08.30 s.d. 12.00 WIB, yang diawali dengan penyampaian welcoming remarks oleh Ibu Dewi Fadjarsarie H. selaku Kepala Grup Penanganan APU PPT (GPUT) OJK; kemudian dilanjutkan dengan penyampaian keynote speech sekaligus simbolis peluncuran SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021 oleh Bapak Hernawan B. Sasongko selaku Deputi Komisioner Internasional dan Riset OJK; kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video arahan dari Ketua Dewan Komisoner OJK, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK; pemutaran video dukungan dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan narasumber.

Webinar hari Pertama

Webinar SRA 1.PNGDalam welcoming remarks yang disampaikan, Kepala GPUT OJK menyampaikan apresiasi terhadap seluruh pihak mendukung kegiatan webinar ini, khususnya kepada seluruh panitia dan juga narasumber yang telah bersedia berbagi informasi kepada seluruh peserta. Tak lupa, beliau pun menyapa dan menyampaikan terima kasih kepada seluruh peserta yang telah meluangkan waktu untuk bergabung pada webinar ini.

Webinar SRA 2.PNGSelanjutnya, pada keynote speech yang disampaikan sebelum melakukan simbolis peluncuran SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021, Deputi Komisioner Internasional dan Riset OJK berpesan kepada seluruh stakeholders untuk melakukan tindak lanjut atas hasil penilaian risiko yang telah dihasilkan dalam SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021. Tindak lanjut tersebut antara lain adalah oleh PJK dalam melakukan penerapan APU dan PPT berbasis risiko dengan mengacu pada SRA serta tindak lanjut oleh Pengawas OJK berupa pengawasan berbasis risiko.

Setelah simbolis peluncuran SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021, penyelenggara memutarkan video arahan dari Ketua Dewan Komisoner OJK, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, serta pemutaran video dukungan dari Kepala PPATK.

Webinar SRA 3.PNG

Webinar SRA 4.PNG

Berikutnya kegiatan webinar dilanjutkan dengan sesi pemaparan oleh narasumber, yaitu Ibu Marlina Efrida selaku Perwakilan Tim Penyusun SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021 yang membawakan topik mengenai urgensi SRA dan juga pokok pembaharuan SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021. Dalam paparannya, Ibu Marlina Efrida memaparkan bahwa SRA memiliki peranan yang sangat penting sebagai referensi bagi pengawas dan PJK dalam melakukan individual risk assessment. Adapun beberapa pokok pembaharuan yang dilakukan dalam SRA Tahun 2021 ini dibandingkan dengan 2 (dua) SRA yang OJK meliki sebelumnya, antara lain adalah (i) Penggunaan Data/Informasi Terkini, (ii) Perluasan Cakupan Penilaian, yaitu dengan menambahkan PPSPM, (iii) Perluasan Industri, yaitu dengan menambahkan BPR dan pergadaian, (iv) Perluasan Point of Concern TPPU, yaitu dengan memasukan pemetaan berdasarkan Tindak Pidana Asal serta Bentuk dan Bidang Usaha Nasabah Korporasi, (v)Penggunaan Dasar Hukum dalam Pemetaan Point of Concern, dan (vi) Penambahan Sumber Data/Informasi yang Dianalisis.

Webinar SRA 4a.png
Sebagai penutup kegiatan webinar hari pertama, dilaksanakan sesi pemaparan mengenai hasil penilaian risiko secara nasional, sebagaimana dokumen NRA TPPU dan NRA TPPT/PPSPM Tahun 2021 yang disampaikan oleh Bapak Mardiansyah selaku Peneliti Senior PPATK dan Ibu Vidyata selaku Analis PPATK.





Webinar hari Kedua

Pada pelaksanaan hari kedua, webinar berfokus pada sesi pemaparan oleh pewakilan Tim Penyusun terkait hasil penilaian risiko yang telah dihasilkan dalam SRA TPPU/TPPT/PPSPM di SJK Tahun 2021. Adapun webinar hari kedua ini terbagi ke dalam beberapa sesi, yang pertama adalah sesi pemaparan hasil penilaian risiko TPPU di sektor perbankan yang disampaikan oleh Ibu Selvira Affifa Lutfi, Bapak Budi Saputra, dan Bapak Winter Marbun, kemudian sesi kedua adalah sesi pemaparan hasil penilaian risiko TPPU di sektor pasar modal yang disampaikan oleh Bapak Muhammad Yariza dan Bapak Jonathan Gregorius M. Tampubolon, kemudian sesi ketiga adalah sesi pemaparan hasil penilaian risiko TPPU di sektor IKNB yang disampaikan oleh Ibu Tarisa Chaira, Bapak Doni Ramdoni, dan Bapak Andhika Permata, kemudian sesi keempat adalah sesi pemaparan hasil penilaian risiko TPPT dan PPSPM yang disampaikan oleh Bapak Rifki Arif Budianto.

Webinar SRA 5.PNG

Berdasarkan hasil pemaparan seluruh nasarumber pada webinar hari kedua ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

A.     Berdasarkan hasil identifikasi, analisis, dan pemetaan terhadap variasi potensi ancaman, kerentanan, beserta dampak TPPU, dapat disimpulkan bahwa:

1.     Hasil penilaian risiko TPPU pada Bank Umum adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi, Penipuan, dan Narkotika menjadi Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi.
  2. Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) dan Wirausaha/Wiraswasta menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Partai Politik.

    Sementara itu, untuk jenis bidang usaha nasabah korporasi, tidak ada yang berisiko tinggi TPPU bagi Bank Umum.
  3. Transfer Dana Dalam Negeri dan Layanan Prioritas (Wealth Management) menjadi jenis produk/jasa/layanan yang berisiko tinggi digunakan sebagai sarana TPPU.
  4. DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU.
  5. Transaksi Tunai (Cash) melalui Teller atau Petugas Bank Lainnya menjadi metode transaksi yang berisiko tinggi digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU.

2.     Hasil penilaian risiko TPPU pada BPR adalah sebagai berikut:

  1. Tidak ada Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi bagi BPR.
  2. Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Partai Politik.

    Sementara itu, untuk jenis bidang usaha nasabah korporasi, tidak ada yang berisiko tinggi TPPU bagi BPR.
  3. Tidak ada produk/jasa/layanan yang berisiko tinggi digunakan sebagai sarana TPPU bagi BPR. Adapun 3 (tiga) tertinggi adalah Tabungan, Deposito, dan Kredit/Pembiayaan.
  4. Tidak ada area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU bagi BPR. Adapun 3 (tiga) tertinggi adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
  5. Tidak ada metode transaksi yang berisiko tinggi yang digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU bagi BPR. Adapun 3 (tiga) tertinggi adalah Transaksi Tunai (Cash) melalui Teller atau Petugas Bank Lainnya, Transaksi Melalui Bank Umum, dan Transaksi Tunai (Cash) melalui Agen/Mitra Bank (misalnya Lakupandai).

3.     Hasil penilaian risiko TPPU pada Manajer Investasi adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi menjadi Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi.
  2. Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Partai Politik.

    Sementara itu, untuk jenis bidang usaha nasabah korporasi, tidak ada yang berisiko tinggi TPPU bagi Manajer Investasi.
  3. Tidak ada produk/jasa/layanan yang berisiko tinggi digunakan sebagai sarana TPPU bagi Manajer Investasi.
  4. DKI Jakarta menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU.
  5. Tidak ada metode transaksi yang berisiko tinggi yang digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU bagi Manajer Investasi.

4.     Hasil penilaian risiko TPPU pada Perusahaan Efek adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi menjadi Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi.
  2. Karyawan Swasta, Wirausaha/Wiraswasta, dan Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Perseroan Terbatas, Koperasi, Badan Hukum Asing, dan Partai Politik.

    Sementara itu, jenis bidang usaha nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Aktivitas Keuangan dan Asuransi serta Aktivitas Jasa Lainnya.
  3. Efek Bersifat Ekuitas menjadi area yang berisiko tinggi berdasarkan produk.

    Pasar Reguler dan Pasar Negosiasi Free of Payment menjadi area yang berisiko tinggi berdasarkan jenis pasar.

    Transaksi Reguler menjadi area yang berisiko tinggi berdasarkan layanan.
  4. DKI Jakarta menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU.
  5. Remote menjadi metode transaksi yang berisiko tinggi digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU.

5.     Hasil penilaian risiko TPPU pada Asuransi Jiwa adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi menjadi Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi.
  2. Wirausaha/Wiraswasta, dan Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Perseroan Terbatas dan Partai Politik.

    Sementara itu, untuk jenis bidang usaha nasabah korporasi, tidak ada yang berisiko tinggi TPPU bagi Asuransi Jiwa.
  3. Transfer dana dalam negeri, safe deposit box (SDB), transfer dana dari dan ke luar negeri, dan layanan prioritas (wealth management) menjadi jenis produk/jasa/layanan yang berisiko tinggi digunakan sebagai sarana TPPU.
  4. DKI Jakarta menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU.
  5. Electronic Banking (Transfer Bank, Autodebet, ATM, E-Banking/mobile banking, dll) menjadi metode transaksi yang berisiko tinggi digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU.

6.     Hasil penilaian risiko TPPU pada Perusahaan Pembiayaan adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi menjadi Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi.
  2. Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Perseroan Terbatas dan Partai Politik.

    Sementara itu, untuk jenis bidang usaha nasabah korporasi, tidak ada yang berisiko tinggi TPPU bagi Perusahaan Pembiayaan.
  3. Produk Pembiayaan Multiguna Financing Installment menjadi jenis produk/jasa/layanan yang berisiko tinggi digunakan sebagai sarana TPPU.
  4. DKI Jakarta menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU.
  5. Tidak ada metode transaksi yang berisiko tinggi yang digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU bagi Perusahaan Pembiayaan.

7.     Hasil penilaian risiko TPPU pada Pergadaian adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi menjadi Tindak Pidana Asal TPPU yang berisiko tinggi.
  2. Pejabat Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Lembaga Negara Lainnya) menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPU.

    Adapun bentuk nasabah korporasi yang berisiko tinggi TPPU adalah Partai Politik.

    Sementara itu, untuk jenis bidang usaha nasabah korporasi, tidak ada yang berisiko tinggi TPPU bagi Pergadaian.
  3. Tidak ada produk/jasa/layanan yang berisiko tinggi digunakan sebagai sarana TPPU bagi Pergadaian.
  4. DKI Jakarta menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPU.
  5. Tidak ada metode transaksi yang berisiko tinggi yang digunakan sebagai cara bertransaksi dalam melakukan TPPU bagi Pergadaian.

B.    Berdasarkan hasil identifikasi, analisis, dan pemetaan terhadap variasi potensi ancaman, kerentanan, beserta dampak TPPT, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Bank Umum menjadi industri di SJK yang berisiko tinggi dijadikan sebagai sarana TPPT.
  2. Tabungan dan Kartu Debit pada Bank Umum menjadi jenis produ/jasa/layanan yang berisiko tinggi dijadikan sebagai sarana TPPT.
  3. DKI Jakarta, Papua, dan Papua Barat menjadi area geografis/wilayah berisiko tinggi terjadinya TPPT.
  4. Pegawai Swasta dan Wirausaha/Wiraswasta menjadi jenis pekerjaan nasabah orang perseorangan yang berisiko tinggi dalam melakukan TPPT.

C.    Sementara itu, berdasarkan hasil identifikasi, analisis, dan pemetaan terhadap variasi potensi ancaman, kerentanan, beserta dampak PPSPM, dapat disimpulkan bahwa secara umum, di Indonesia belum ditemukan ancaman dan risiko PPSPM secara nyata karena belum pernah ditemukan kasus PPSPM di Indonesia.

Webinar SRA 6.PNGTerakhir, sebagai penutup rangkaian Webinar Sosialisasi Penilaian Risiko TPPU/TPPT/PPSPM di Sektor Jasa Keuangan Tahun 2021, Ibu Dewi Fadjarsarie H. menyampaikan closing remarks. Pada kesempatan tersebut, disampaikan bahwa dengan adanya SRA dan juga NRA Tahun 2021 akan membantu PJK dalam melaksanakan Pasal 2 POJK APU PPT yang mewajibkan PJK dalam mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko TPPU, TPPT, dan PPSPM. Dalam proses identifikasi, penilaian, dan peningkatan pemahaman tersebut, PJK diwajibkan untuk menjadikan SRA dan NRA sebagai salah satu referensi/acuan/pertimbangan. Di lain sisi, kehadiran SRA dan NRA bagi pengawas akan mendukung fungsi pengawasan agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Kualitas pengawasan yang baik berperan dalam menciptakan industri keuangan yang sehat dan dapat melindungi Indonesia dari risiko TPPU dan TPPT. Diharapkan seluruh PJK dan juga pengawas OJK dapat memberikan perhatian lebih terhadap area-area yang berisiko tinggi sebagaimana yang telah dipetakan dalam SRA Tahun 2021. Pasca peluncuran SRA Tahun 2021 ini agar seluruh PJK dan juga pengawas OJK dapat segera melakukan penyesuaian terhadap kebijakan dan prosedur APU PPT yang dimiliki, terutama mengenai kriteria yang ada dalam pedoman pendekatan berbasis risiko.

OJK berharap semoga webinar ini mampu memberikan manfaat untuk menghadapi tantangan dalam penanganan TPPU, TPPT, dan PPSPM di Sektor Jasa Keuangan. Dimana selanjutnya Bapak/Ibu dapat meningkatkan kepatuhan penerapan program APU PPT dengan mengacu dan mempertimbangkan risiko TPPU, TPPT, dan PPSPM ini.


Seluruh materi webinar ini dalam diunduh melalui tautan:

https://www.ojk.go.id/apu-ppt/id/informasi/materi/Pages/Materi-sosialisasi-SRA-SJK-2021.aspx

Rekaman seluruh sesi pada webinar ini dapat diunduh melalui tautan:

https://drive.google.com/drive/folders/1stAiDhAGAOFGa6j51dMgs3rpVTkAKkri?usp=sharing


Artikel Terkait Lain