Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) resmi diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016. Dengan adanya regulasi ini, industri LPMUBTI atau Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending diharapkan dapat bertumbuh dan bisa jadi alternatif sumber pembiayaan baru bagi masyarkat.
Latar belakang dibuatnya regulasi ini adalah karena makin pesatnya jumlah Penyelenggara Fintech start-up di tahun 2016 lalu, di mana telah meningkat sekitar tiga kali lipat. Jika pada TW-I 2016 ada sekitar 51 perusahaan, pada TW-IV 2016 melesat jadi 135 perusahaan.
Pertumbuhan yang begitu cepat ini perlu diantisipasi. Tujuannya untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan stabilitas sistem keuangan.
Menurut Imansyah, Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK, dalam rangka mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI), penyelenggara Fintech P2P Lending diharapkan dapat membuka akses dana pinjaman, baik dari luar negeri maupun dari berbagai daerah di dalam negeri. Selain itu, penyelenggara juga diharapkan dapat memperbaiki tingkat keseimbangan dan mempercepat distribusi pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"POJK ini sejalan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) serta mendukung program Nawacita, Gerakan 1.000 start-up dan Paket Kebijakan Ekonomi 14 yang dicanangkan Pemerintah," lanjut Imansyah saat konferensi pers di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Jakarta.
Dalam implementasinya, POJK ini menerapkan ketentuan terkait pendaftaran dan perizinan. Di sini, penyelenggara wajib melakukan pendaftaran sebelum mengajukan permohonan. Selama masa pendaftaran, penyelenggara sudah dapat beraktivitas secara penuh dengan mendapat pendampingan dari OJK. Sementara itu, penyelenggara juga wajib mengajukan permohonan untuk mendapat izin dari OJK paling lama satu tahun setelah terdaftar.
Di sisi lain, untuk melindungi kepentingan konsumen, penyelenggara wajib menyediakan escrow account dan virtual account di perbankan dan menempatkan data center di dalam negeri. Tak hanya itu, jumlah pinjaman pun dibatasi maksimal Rp 2 miliar guna melindungi stabilitas sistem keuangan nasional.
Right Menu Subsite