Berdasarkan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Sebagai salah satu perwujudan dari tujuan tersebut, OJK menetapkan kebijakan keuangan berkelanjutan dengan menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial. Hal ini didukung dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang memuat satu bab khusus mengenai penerapan keuangan berkelanjutan, memperluas definisi keuangan berkelanjutan dengan mencakup juga pembiayaan terhadap transisi menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta mengatur taksonomi berkelanjutan. Undang-undang ini semakin menguatkan peran penting sektor keuangan dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan termasuk upaya penanganan perubahan iklim.
Sebagai respon dari dinamika dan perkembangan keuangan berkelanjutan nasional dan internasional serta menjawab berbagai tantangan penanganan dan pembiayaan perubahan iklim, implementasi transisi menuju net zero emission (NZE) serta upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), OJK menerbitkan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), yang merupakan transformasi dari Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0. TKBI merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan TPB/SDGs yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial, serta digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian target NZE Indonesia tahun 2060 atau lebih awal.
TKBI disusun dengan menekankan pada prinsip scientific and credible, interoperable dan mendukung kepentingan nasional, serta inklusif. Kerangka, elemen, dan kriteria TKBI mengacu pada ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance dan kebijakan nasional sebagai referensi utamanya, dengan mengadopsi empat tujuan lingkungan (Environmental Objective), yaitu EO1-Climate Change Mitigation, EO2-Climate Change Adaptation, EO3-Protection of Healthy Ecosystems and Biodiversity dan EO4-Resource Resilience and the Transition to a Circular Economy; dan tiga kriteria esensial (EC), yaitu EC1-Do No Significant Harm, EC2-Remedial Measure to Transition, dan EC3-Social Aspect. Terdapat dua pendekatan dalam penilaian aktivitas yaitu Technical Screening Criteria (TSC) untuk segmen korporasi/non-UMKM dan Sector Agnostic Decision Tree (SDT) untuk segmen UMKM. Hasil akhir dari proses penilaian TKBI yaitu aktivitas diklasifikasikan menjadi “Hijau” atau “Transisi”. Apabila tidak memenuhi kedua klasifikasi tersebut maka aktivitas dinilai “Tidak Memenuhi Klasifikasi”.
Ruang lingkup TKBI mencakup NDC related sector (serta perubahannya). Berdasarkan Enhanced NDC Indonesia tahun 2022, terdapat lima fokus sektor yaitu Energy, Waste, Industry Processes and Product Use (IPPU), Agriculture dan Forestry and Other Land Use (FOLU). Agar selaras dengan perkembangan kebijakan di nasional dan kawasan, penyusunan TKBI dilakukan secara bertahap dimulai tahun 2024 dengan fokus sektor pertama yaitu sektor energi, kemudian dilanjutkan dengan NDC related sector lainnya pada tahun-tahun berikutnya.
Ke depan sejalan dengan sifat living document, TKBI akan ditinjau secara berkala dalam rangka menjaga kekinian yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebijakan keuangan berkelanjutan di tingkat nasional dan global.
Selengkapnya silakan unduh materi terlampir disini.