SP 66/OJK/GKPB/VI/2023
SIARAN PERS
OJK TERBITKAN ATURAN BARU PENERAPAN PROGRAM APU PPT DAN PENCEGAHAN PENDANAAN PROLIFERASI SENJATA PEMUSNAH MASSAL
Jakarta,
 16 Juni 2023. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat integritas 
sektor jasa keuangan dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023
 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan 
Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal 
di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK).
POJK
 ini mencabut POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti 
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa 
Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019.
Ketua
 Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menegaskan POJK APU PPT dan 
PPPSPM di SJK ini ditujukan untuk memitigasi risiko tindak pidana 
pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), 
dan/atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) yang 
berkembang dan menjadi ancaman serius bagi negara.
POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK telah selaras dengan prinsip internasional antara lain Financial Action Task Force on Money Laundering
 (FATF), peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta perkembangan 
inovasi dan teknologi yang harus diikuti penjagaan aspek keamanan dan 
kerahasiaan.
POJK APU PPT dan PPPSPM 
di SJK merupakan bukti komitmen OJK dalam mendukung tujuan Negara 
Republik Indonesia menjadi anggota penuh FATF, di mana sektor jasa 
keuangan memiliki ukuran dan materialitas signifikan.
Substansi pengaturan POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK antara lain:
- Penambahan Penyedia
 Jasa Keuangan (PJK) yang wajib menerapkan program APUPPT dan PPPSPM, 
yaitu Wali Amanat, Penyelenggara Penawaran Efek Melalui Layanan Urun 
Dana Berbasis Teknologi Informasi, Penyelenggara Layanan Transaksi 
Keuangan Berbasis Teknologi Informasi atau Penyelenggara Inovasi 
Teknologi Sektor Keuangan, dan jenis PJK lainnya yang diwajibkan oleh 
peraturan perundang-undangan dan berada pada kewenangan OJK. 
- Pengaturan
 PPPSPM yaitu: (a) Kewajiban penilaian, kebijakan dan prosedur, serta 
mitigasi risiko PPSPM; (b) Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan 
(LTKM) dan attempted transaction terkait PPSPM; (c) Penegasan pemblokiran tanpa penundaan dan tanpa pemberitahuan sebelumnya (without prior noticed); (d) Penegasan kewenangan pengenaan sanksi atas pelanggaran PPPSPM; dan (e) Mitigasi risiko penghindaran sanksi (sanction evasion).
 
 
- Kewajiban
 PJK memastikan profesi penunjang yang digunakan jasanya telah 
menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM, serta terdaftar pada sistem 
informasi pelaporan yang dikelola PPATK (GoAML). 
- Kewajiban penyusunan dan penyampaian Individual Risk Assessment (IRA) oleh PJK. 
- Menambahkan contoh tindakan countermeasures oleh PJK terhadap negara berisiko tinggi yang dipublikasikan oleh FATF untuk dilakukan countermeasure. 
- Penegasan kewajiban Customer Due Diligence (CDD) antara lain: (a) CDD berlaku bagi Beneficial Owner
 (BO) dari seluruh jenis nasabah termasuk perusahaan publik/emiten dan 
lembaga negara; (b) CDD sederhana hanya dilakukan bagi area berisiko 
rendah berdasarkan
 penilaian PJK; (c) Penggunaan paspor dan Kartu Masyarakat Indonesia 
Luar Negeri (KMILN) sebagai dokumen pendukung bagi Diaspora Indonesia, 
serta ketentuan terkait Nomor Induk Tunggal (NIT) dan Identitas 
Kependudukan Digital (IKD). 
- Penyempurnaan persyaratan dan tata cara kerjasama PJK dengan Pihak Ketiga dalam rangka verifikasi secara tatap muka (face to face) dan tidak tatap muka (non-face to face) melalui sarana elektronik (termasuk sarana elektronik milik pihak ketiga (provider E- KYC).
 
 
- Penyempurnaan ketentuan fungsi manajemen kepatuhan dan pelaksanaan audit internal secara independen serta prosedur pre-employee screening. 
- Penyempurnaan
 Pengaturan Sanksi Administratif yang lebih efektif, proporsional dan 
disuasif, antara lain peningkatan batas atas sanksi denda bagi PJK 
terhadap pelanggaran APU PPT dan PPPSPM selain pelaporan; dan pengaturan
 untuk pelanggaran pelaporan. 
- Harmonisasi dengan UU Cipta Kerja yang mengatur entitas baru yaitu Perusahaan Perseorangan. 
- Pengaturan
 mengenai penundaan atau penghentian sementara transaksi yang diketahui 
atau diduga terkait dengan TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM.
 
 
- Kewajiban penyampaian data untuk kebutuhan pengawasan melalui sistem pelaporan OJK. 
Selanjutnya,
 OJK memberikan waktu transisi bagi PJK selama paling lama 6 (enam) 
bulan sejak diterbitkannya POJK dimaksud untuk segera melakukan 
penyesuaian.
***
Informasi lebih lanjut:
Kepala Departemen Literasi, Inklusi dan Komunikasi OJK - Aman Santosa
Telp. (021) 29600000; Email: humas@ojk.go.id