Sign In

Siaran Pers Bersama: Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga, KSSK Memperkuat Koordinasi dan Kebijakan di Tengah Meningkatnya Ketidakpastian Global

 Siaran Pers Bersama: Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga, KSSK Memperkuat Koordinasi dan Kebijakan di Tengah Meningkatnya Ketidakpastian Global

Apr 24 2025
Click here to insert a picture from SharePoint.
Jumlah Download : 0
   

 

SIARAN PERS BERSAMA

STABILITAS SISTEM KEUANGAN TETAP TERJAGA, KSSK MEMPERKUAT KOORDINASI DAN KEBIJAKAN DI TENGAH MENINGKATNYA KETIDAKPASTIAN GLOBAL​

​Nomor: 03/KSSK/Pers/2025


Jakarta, 24 Apri​l 2025

  1. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan I-2025 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global. Ketidakpastian tersebut terutama dipicu oleh dinamika terkait kebijakan tarif Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan eskalasi perang dagang. Memasuki awal triwulan II-2025, downside risk global terpantau masih tinggi, sehingga perlu terus dicermati dan diantisipasi ke depan. KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelenggarakan rapat berkala KSSK II tahun 2025 pada Kamis, 17 April 2025. Rapat tersebut menyepakati untuk terus meningkatkan kewaspadaan serta memperkuat koordinasi dan kebijakan lembaga-lembaga anggota KSSK, dalam upaya memitigasi potensi dampak rambatan faktor-faktor risiko global sekaligus memperkuat perekonomian dan sektor keuangan dalam negeri.

  2. Pada triwulan I-2025, ketidakpastian perekonomian global meningkat didorong oleh kebijakan tarif impor Pemerintah AS. Kebijakan tersebut menimbulkan adanya perang tarif dan diprakirakan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi AS, Tiongkok, dan ekonomi global serta memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Selain itu, kebijakan tersebut juga mendorong perilaku risk aversion pemilik modal serta menyebabkan penurunan yield US Treasury dan pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY) di tengah peningkatan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR). Aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset), terutama ke aset keuangan di Eropa dan Jepang serta komoditas emas. Sementara itu, aliran keluar modal dari negara berkembang masih berlanjut sehingga memberikan tekanan terhadap pelemahan mata uangnya. Dalam World Economic Outlook (WEO) April 2025, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global ke level 2,8% pada 2025 dan 3,0% pada 2026. Angka ini turun masing-masing 0,5 percentage points (pp) dan 0,3 pp dibandingkan proyeksi Januari 2025. Penurunan proyeksi dipicu oleh dampak langsung eskalasi perang tarif serta dampak tidak langsung melalui disrupsi rantai pasok, ketidakpastian yang meningkat, dan memburuknya sentimen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia turut direvisi ke 4,7% (-0,4 pp) untuk 2025, namun penurunan tersebut tergolong moderat dibandingkan negara lain seperti Thailand (-1,1 pp), Vietnam (-0,9 pp), Filipina (-0,6 pp), dan Meksiko (-1,7 pp).

  3. Pemburukan dampak perang tarif semakin dirasakan dengan langkah Tiongkok melakukan retaliasi, meskipun lebih banyak negara merespons melalui jalur diplomatik/negosiasi. Langkah retaliasi semakin merenggangkan hubungan dagang kedua negara. Akibatnya, kedua negara tersebut sudah meningkatkan tarif hingga di atas 100%. Kebijakan ini menambah risiko kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi AS. Perkembangan selanjutnya, AS menunda tarif resiprokal selama 90 hari bagi negara-negara non-retaliasi, namun tetap menerapkan tarif dasar universal sebesar 10%. Di sisi lain, pada triwulan I-2025, ekonomi Tiongkok masih tumbuh dengan baik, bahkan lebih baik dari prakiraan. Ke depan, ekonomi negara tersebut diprakirakan akan terdampak ketegangan perdagangan yang terjadi. Berdasarkan perkembangan tersebut, Indonesia akan senantiasa waspada dalam menghadapi dinamika global ini. Pemerintah aktif melakukan mitigasi awal melalui negosiasi dengan AS, terutama melanjutkan deregulasi hambatan non-tarif melalui kolaborasi dengan seluruh K/L. Selain itu, dengan permintaan domestik yang relatif terjaga didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang selaras, Indonesia diprakirakan dapat mengendalikan dampak negatif ketidakpastian global, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan memelihara momentum pertumbuhan ekonomi. Ke depan, ekonomi Indonesia berpeluang untuk terus tumbuh secara berkesinambungan.

  4. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2025 diprakirakan tetap positif di tengah ketidapastian global. Konsumsi rumah tangga tetap baik didukung belanja Pemerintah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lainnya, serta peningkatan musiman permintaan selama perayaan Idulfitri 1446 H. Selain itu, keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai wilayah dan meningkatnya aktivitas konstruksi properti swasta diprakirakan meningkatkan kinerja investasi. Investasi swasta masih baik didukung keyakinan produsen yang tecermin pada aktivitas manufaktur Indonesia yang ekspansif. Investasi, khususnya nonbangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi sebagaimana tecermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama alat-alat berat. Sementara itu, kinerja ekspor diprakirakan juga tetap baik, didukung oleh ekspor non-migas yang meningkat pada Maret 2025, terutama komoditas CPO, besi dan baja, serta mesin dan peralatan elektrik. Pemerintah juga aktif menjajaki potensi perluasan ekspor produk unggulan ke pasar ASEAN+3, BRICS, dan Eropa di tengah kebijakan tarif impor AS. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diprakirakan akan mencapai sekitar 5%.

  5. Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung kebijakan stabilisasi BI di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Nilai tukar Rupiah pada 27 Maret 2025 tercatat Rp16.560 per dolar AS atau menguat 0,12% point-to-point (ptp) dibandingkan dengan level akhir Februari 2025. Namun demikian, tekanan kuat terhadap nilai tukar Rupiah terjadi di pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) pada saat libur panjang pasar domestik dalam rangka Idulfitri 1446 H, akibat kebijakan tarif resiprokal AS. BI pada 7 April 2025 melakukan intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar Rupiah dari tingginya tekanan global. Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tecermin dari perkembangan Rupiah yang terkendali dan menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025, dibandingkan dengan level Rp16.865 per dolar AS pada hari pertama pembukaan pasar domestik pascalibur tanggal 8 April 2025. Pergerakan Rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional dan berada dalam kisaran yang sesuai dengan fundamental ekonomi domestik dalam menjaga stabilitas perekonomian. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.

  6. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 tetap rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. IHK pada Maret 2025 mengalami kenaikan sebesar 1,03% yoy, dengan inflasi inti tetap terkendali sebesar 2,48% yoy, sejalan dengan konsistensi suku bunga kebijakan BI (BI-Rate) untuk mengarahkan ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok volatile food (VF) tercatat sebesar 0,37% yoy, menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,56% yoy, didukung oleh eratnya sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Sementara itu, kelompok administered prices tercatat deflasi sebesar 3,16% yoy, tidak sedalam deflasi bulan sebelumnya sebesar 9,02% yoy, terutama dipengaruhi oleh berakhirnya implementasi kebijakan diskon tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya terpasang listrik 2.200 VA ke bawah. Ke depan, inflasi diprakirakan akan tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2025 dan 2026. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas ekonomi yang memadai, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi. Inflasi VF diprakirakan terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi Pemerintah dan BI.

  7. Kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Pada akhir triwulan I-2025, yield Surat Utang Negara (SUN) seri benchmark tenor 10 tahun tercatat turun 2,0 bps secara ytd ke level 7,00%. Adapun kepemilikan investor nonresiden meningkat sebesar Rp15,23 triliun secara ytd (porsi kepemilikan asing per 27 Maret 2025 mencapai 14,30%). Pergerakan yield pada triwulan tersebut di antaranya dipengaruhi oleh ekspektasi tekanan inflasi AS dan kebijakan Trump yang mengenakan tarif lebih rendah kepada negara-negara partner dagang selain Tiongkok. Pada perdagangan hari pertama SBN, pascalibur panjang Idulfitri 1446 H, yakni tanggal 8 April 2025 setelah rilis tarif impor AS, yield SUN tercatat naik sebesar 5,2 bps secara ytd ke level 7,08%, namun pada 22 April 2025 kembali turun sebesar 4,5 bps secara ytd ke level 6,98%. Dari sisi kepemilikan, hingga 22 April 2025, investor nonresiden masih tercatat net buy sebesar Rp12,78 triliun (porsi kepemilikan asing sebesar 14,25%).

  8. Kinerja APBN triwulan I-2025 terjaga dengan baik, yang tecermin dari defisit anggaran yang terkendali dalam batas aman sebesar Rp104,2 triliun (0,43% PDB), keseimbangan primer positif Rp17,5 triliun, serta posisi kas surplus Rp145,8 triliun (SILPA). Kinerja Pendapatan Negara dan Hibah sampai dengan Maret 2025 mencapai Rp516,1 triliun (17,2% dari target APBN), sementara Belanja Negara mencapai Rp620,3 triliun (17,1% dari pagu APBN) dengan tren yang menguat di bulan Maret 2025.

  9. Penerimaan perpajakan mencapai Rp400,1 triliun (16,1% dari target APBN), terjadi pembalikan tren menjadi positif khususnya penerimaan pajak yang meningkat signifikan di bulan Maret 2025 sebesar Rp134,8 triliun, rebound dibandingkan bulan Februari 2025 sebesar Rp98,9 triliun. Penerimaan bulan Maret 2025 tersebut mencapai 41,8% dari total realisasi akumulasi penerimaan pajak pada triwulan-I 2025 sebesar Rp322,6 triliun. Peningkatan penerimaan pajak ini ditopang oleh berbagai program reformasi perpajakan untuk perbaikan administrasi perpajakan dan implementasi Coretax. Kenaikan tersebut menunjukkan program-program perbaikan penerimaan perpajakan berjalan on track. Sehingga ke depan diharapkan pelaksanaan penarikan pajak akan lebih efisien dan penerimaan pajak diprakirakan akan tumbuh secara lebih optimal. Kenaikan penerimaan pajak menurut jenis pajak, rumah tangga dan sektor ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian dan daya beli konsumen secara umum masih tetap kuat.

  10. Realisasi belanja negara pada triwulan I-2025 mencapai Rp620,3 triliun (17,1 % dari pagu APBN), meningkat signifikan di bulan Maret 2025 sebesar Rp272,2 triliun (realisasi s.d. Februari 2025 sebesar Rp348,1 triliun). Hal ini menunjukkan peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal untuk meredam gejolak perekonomian, menjaga stabilisasi ekonomi, dan menjaga daya beli masyarakat melalui pembayaran THR, Subsidi (BBM, LPG, diskon listrik, pupuk), dan Perlinsos (a.l. PKH, Sembako, PIP, JKN). Realisasi tersebut didorong oleh Belanja Pemerintah Pusat yang mencapai Rp413,2 triliun (15,3% dari target APBN) dan Transfer Ke Daerah yang mencapai Rp207,1 triliun (22,5% dari target APBN).

  11. Realisasi pembiayaan anggaran on track, mencapai Rp250,0 triliun atau 40,6% dari target APBN. Realisasi tersebut terdiri dari realisasi pembiayaan utang sebesar Rp270,4 triliun (34,8% dari target APBN 2025 sebesar Rp775,9 triliun) dan pembiayaan non-utang sebesar minus Rp20,4 triliun. Pembiayaan utang dipenuhi melalui SBN (neto) sebesar Rp282,6 triliun dan pinjaman (neto) sebesar minus Rp12,3 triliun. Pembiayaan utang senantiasa dilaksanakan secara hati-hati dan terukur dengan memperhatikan outlook defisit APBN dan likuiditas Pemerintah, serta mencermati dinamika pasar keuangan dan menjaga keseimbangan antara biaya dan risiko utang.

  12. Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber sekaligus mengakselerasi pencapaian target pembangunan, melalui beberapa kebijakan antara lain:

    a. memberikan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah (PPh Pasal 21 DTP) bagi pegawai di sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur serta diskon tarif listrik sebesar 50% kepada pelanggan rumah tangga dengan daya listrik 2.200 VA ke bawah sepanjang Januari hingga Februari 2025;

    b. mengeluarkan kebijakan insentif tambahan berupa PPN DTP atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun;

    c. melanjutkan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan PPN DTP untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB);

    d. mengeluarkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) untuk melindungi sektor manufaktur;

    e. memberikan insentif PPN DTP sebesar 6% untuk tiket pesawat ekonomi dan diskon tarif tol sebesar 20% untuk perjalanan jarak jauh di beberapa ruas tol selama mudik Lebaran 2025 dalam rangka mendorong perekonomian pada periode liburan Idulfitri 1446 H; dan

    f. membentuk BPI Danantara sebagai badan pengelola investasi strategis yang mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi Pemerintah.

  13. Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat yang dilakukan antara lain melalui stabilisasi pasokan dan harga pangan, subsidi dan kompensasi energi, penyaluran berbagai bantuan sosial, program KUR, serta dukungan sektor perumahan. Untuk mendukung agenda pembangunan, Pemerintah melakukan penguatan SDM unggul melalui program MBG, sekolah unggulan, pemeriksaan kesehatan gratis, percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem, serta penyelesaian PSN.

  14. Pemerintah telah menjajaki negosiasi dengan Pemerintah AS terutama dalam kaitannya dengan kebijakan tarif resiprokal AS, meliputi: i) penyesuaian tarif bea masuk untuk produk selektif dari AS; ii) meningkatkan impor dari AS seperti produk migas, mesin-mesin dan peralatan teknologi, serta produk pertanian yang tidak diproduksi di Indonesia; dan iii) melakukan langkah reformasi di bidang fiskal (perpajakan dan kepabeanan), penyesuaian non-tariff measures (TKDN, kuota impor, deregulasi Pertimbangan Teknis/Pertek di beberapa K/L), serta melakukan kebijakan penanggulangan banjirnya perdagangan barang impor (trade remedies) secara responsif dan cepat. Berbagai kebijakan dan reformasi tersebut tetap dilakukan dalam kerangka stabilitas kebijakan makro dan keberlanjutan APBN.

  15. BI terus memperkuat respons bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan moneter terus diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-stability and growth). Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (pro-growth).

  16. Dalam kaitan ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 22-23 April 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%. Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga prakiraan inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%, mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental di tengah makin meningkatnya ketidakpastian global, serta untuk turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Ke depan, BI terus mencermati ruang penurunan BI-Rate lebih lanjut dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar Rupiah, prospek inflasi, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. BI terus memperkuat strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi NDF di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. BI sejak 7 April 2025 melakukan intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar Rupiah dari tingginya tekanan global. Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tecermin dari perkembangan Rupiah yang terkendali stabil dan bahkan cenderung menguat. Strategi tersebut disertai dengan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan kecukupan likuiditas di perbankan. Selama tahun 2025 (hingga 22 April 2025), BI telah membeli SBN sebesar Rp80,98 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp54,98 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp26,00 triliun. Pembelian SBN oleh BI ini mencerminkan eratnya sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah. Selain itu, BI juga memperkuat strategi operasi moneter pro-market, melalui: (a) menjaga struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk tetap menarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik; (b) memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan; dan (c) memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Selain itu, pada Februari 2025, BI menerbitkan kebijakan perluasan instrumen penempatan dan pemanfaatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) untuk mendukung pelaksanaan kebijakan kewajiban penyimpanan DHE SDA di dalam negeri sesuai PP No. 8 Tahun 2025, melalui (a) penempatan di instrumen Term Deposit (TD) Valas DHE s.d. tenor 12 bulan; (b) penempatan di instrumen SVBI dan SUVBI s.d. tenor 12 bulan; dan (c) pemanfaatan melalui: (i) pengalihan TD Valas DHE menjadi FX Swap, (ii) FX Swap dengan underlying TD Valas DHE, SVBI, dan SUVBI, (iii) TD Valas DHE, SVBI, dan SUVBI dapat dijadikan agunan kredit Rupiah dari bank.

  17. Implementasi makroprudensial longgar diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, dengan:

    a. mengimplementasikan penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) pada 1 April 2025 untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayan perbankan pada sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. KLM ditingkatkan dari paling besar 4% menjadi sampai dengan 5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Hingga minggu kedua April 2025, BI telah memberikan insentif KLM sebesar Rp370,6 triliun, meningkat sebesar Rp78,3 triliun dari minggu keempat Maret 2025 sebesar Rp292,3 triliun. Khusus sektor perumahan, insentif KLM meningkat sebesar Rp84,0 triliun dari minggu keempat Maret 2025 seiring dengan implementasi penguatan KLM pada 1 April 2025. Insentif KLM diberikan masing-masing kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp161,7 triliun, bank BUSN sebesar Rp167,4 triliun, BPD sebesar Rp35,7 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,8 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni sektor pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau;

    b. mempertahankan: (i) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%, (iii) rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti paling tinggi sebesar 100% dan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0% berlaku efektif 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2025, dan (iv) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 5% dengan fleksibilitas repo 5% dan Rasio PLM Syariah 3,5% dengan fleksibilitas repo 3,5%;

    c. memperkuat implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) untuk mendorong pendanaan perbankan bagi manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil; dan

    d. memperkuat publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.

  18. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor perdagangan dan UMKM. Keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran akan terus diperkuat, demikian pula akseptasi digitalisasi sistem pembayaran akan terus diperluas. Dalam mendukung layanan publik dan transaksi ritel secara digital, BI meluncurkan QRIS Tanpa Pindai (QRIS TAP) pada 14 Maret 2025 sebagai alternatif pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal bagi masyarakat. BI juga terus memperkuat dukungan kebijakan sistem pembayaran pada program Pemerintah, di antaranya melalui perluasan QRIS cross border serta literasi keuangan untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI). Selanjutnya, sebagai komitmen dukungan penyediaan layanan umum Pemerintah kepada masyarakat, BI memperbarui kebijakan skema harga QRIS untuk kriteria merchant Badan Layanan Umum (BLU) dan Public Service Obligation (PSO) dari 0,4% menjadi 0%.

  19. Stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian global, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable, serta kinerja sektor jasa keuangan yang tumbuh positif.

  20. Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Kredit perbankan pada Maret 2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,16% yoy menjadi Rp7.908,4 triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang tumbuh tinggi sebesar 13,36% yoy dan diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 9,32% yoy, sedangkan Kredit Modal Kerja sebesar 6,51% yoy. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar 2,17% dan NPL net sebesar 0,80%. Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat sebesar 9,86% (Februari 2025: 9,77%). Di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 4,75% yoy menjadi Rp9.010 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 4,01%, 7,74%, dan 2,89% yoy.

  21. Ketahanan perbankan terjaga kuat dengan tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Maret 2025 yang berada di level tinggi yakni sebesar 25,43%. Likuiditas perbankan pada Maret 2025 tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 116,05% dan 26,22%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

  22. Di tengah sentimen terhadap kondisi perekonomian global, kinerja pasar saham domestik pada triwulan I-2025 menunjukkan resiliensi. Pasar saham domestik ditutup menguat sebesar 3,83% mtd pada 27 Maret 2025 ke level 6.510,62 (ytd: melemah 8,04%) dengan nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp11.126 triliun atau naik 2,27% mtd (turun 9,80% ytd). Sementara itu, investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp8,02 triliun mtd (ytd: net sell sebesar Rp29,92 triliun). Pascalibur Lebaran, pasar saham domestik sempat mengalami volatilitas yang tinggi sehingga bursa melakukan trading halt sementara pada hari pertama pasar dibuka pascalibur Lebaran, tanggal 8 April 2025. Namun demikian, tekanan telah berkurang signifikan. Pada 22 April 2025, IHSG telah menunjukkan perkembangan positif dan ditutup pada level 6.538,27, dengan nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp11.354 triliun. Penghimpunan dana di pasar modal pada triwulan I-2025 masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp59,83 triliun di mana Rp3,24 triliun diantaranya merupakan fundraising dari 5 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 77 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp54,09 triliun.

  23. Di sektor Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP), aset industri asuransi per Februari 2025 mencapai Rp1.141,71 triliun atau tumbuh 1,03% yoy. Kinerja asuransi komersil berupa akumulasi pendapatan premi di Januari-Februari 2025 mencapai Rp60,27 triliun, sedikit terkontraksi sebesar 0,94% yoy. Sementara itu, permodalan di industri asuransi komersial pada Februari 2025 masih memadai dan solid, dengan Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa tercatat sebesar 466,40% serta asuransi umum dan reasuransi sebesar 317,88%, jauh di atas ambang batas 120%. Di sisi industri dana pensiun, total aset dana pensiun pada Februari 2025 tumbuh 5,94% yoy menjadi sebesar Rp1.511,71 triliun dengan aset dana pensiun sukarela sebesar Rp381,13 triliun atau tumbuh 2,36% yoy. Adapun outstanding penjaminan di bulan Februari 2025 tercatat tumbuh 1,44% yoy menjadi Rp411,24 triliun, namun dengan total aset yang masih terkontraksi sebesar 0,29% yoy atau sebesar Rp46,59 triliun. 

  24. Di sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP) tumbuh sebesar 5,92% yoy pada Februari 2025 dengan nominal sebesar Rp507,02 triliun, didukung pembiayaan investasi yang meningkat sebesar 12,98% yoy. Profil risiko Perusahaan Pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat sebesar 0,92% dan NPF gross sebesar 2,87%. Gearing ratio Perusahaan Pembiayaan masih berada pada level yang memadai dan tercatat sebesar 2,20 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan Modal Ventura pada Februari 2025 meningkat meskipun masih dalam zona kontraksi sebesar 0,93% yoy, dengan nilai pembiayaan tercatat sebesar Rp16,34 triliun. Pada industri fintech peer-to-peer (P2P) lending, outstanding pembiayaan tumbuh 31,06% yoy atau sebesar Rp80,07 triliun, dan penyaluran pembiayaan kepada sektor produktif tercatat sebesar Rp7,60 triliun (28,25% dari total pembiayaan P2P). Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) masih dalam kondisi terjaga pada level 2,78%. 

  25. Sebagai respons terhadap meningkatnya volatilitas di pasar keuangan global yang berdampak terhadap dinamika pasar domestik, OJK terus mencermati perkembangan pasar saham domestik serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan guna menjaga stabilitas pasar. Adapun beberapa langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah sebagai berikut:

    a. menerbitkan kebijakan pelaksanaan pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan atau buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), melakukan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling oleh Perusahaan Efek yang berlaku sampai dengan 6 bulan (September 2025), penyesuaian batasan trading halt pada saat penurunan IHSG yang signifikan, pemberlakuan asymmetric auto rejection saham, serta koordinasi erat dengan para stakeholders;

    b. mendukung langkah strategis Pemerintah untuk melakukan negosiasi serta berkoordinasi dengan K/L terkait dalam mengambil kebijakan guna memitigasi dampak tarif resiprokal AS pada industri tertentu, terutama dampak terhadap perusahaan padat karya;

    c. mendukung implementasi kebijakan Pemerintah yaitu PP No. 8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas PP No. 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), dalam rangka meningkatkan cadangan devisa negara, terutama terkait aspek compliance;

    d. sebagaimana amanat UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK menerbitkan ketentuan terkait derivatif keuangan, tata pelaksanaan pungutan, dan lembaga sertifikasi profesi. Selain itu, OJK menerbitkan ketentuan terkait penyelenggaraan agregasi SJK di bidang Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD), dan pengaturan terkait profesi penunjang di SJK, serta SEOJK mengenai kewajiban penyediaan modal inti minimum (KPMM) bagi BPR;

    e. memberikan persetujuan kegiatan usaha bullion bagi PT Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI);

    f. meluncurkan aplikasi Portal Data dan Metadata SJK Terintegrasi sebagai akses dan pusat informasi bagi masyarakat dan stakeholders terkait data di SJK;

    g. sementara dari sisi perlindungan konsumen, OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) telah melakukan langkah-langkah untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, di antaranya menerima 1.236 pengaduan terkait entitas ilegal, menghentikan 1.123 entitas pinjaman online ilegal dan 209 penawaran investasi ilegal, mengajukan pemblokiran terhadap 1.643 nomor kontak pihak penagih (debt collector) pinjaman online ilegal, serta menerima 79.969 laporan dengan jumlah rekening yang telah diblokir sebanyak 35.394 rekening, dengan total dana yang dilaporkan sebesar Rp1,7 triliun, dan total dana korban yang sudah diblokir sebanyak Rp134,7 miliar.

  26. Perkembangan dari sisi penjaminan simpanan perbankan menunjukkan tren yang terjaga, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS hingga akhir Februari 2025 mencapai 99,94% dari total rekening atau setara 615.041.345 rekening untuk nasabah Bank Umum. Sementara itu untuk BPR/BPRS, hingga akhir Februari 2025, jumlah rekening yang dijamin mencapai 99,98% dari total rekening nasabah BPR/BPRS, atau setara dengan 15.594.738 rekening. Pada periode penetapan reguler triwulan I-2025 (Januari 2025), LPS menetapkan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) masing-masing sebesar 4,25% untuk simpanan Rupiah di Bank Umum dan 6,75% untuk simpanan Rupiah di BPR; serta 2,25% untuk simpanan Valuta Asing (Valas) di Bank Umum. Tingkat Bunga Penjaminan tersebut akan berlaku untuk periode 1 Februari 2025 sampai dengan 31 Mei 2025, namun tetap terbuka untuk disesuaikan dalam hal terdapat perubahan suku bunga pasar, kondisi perbankan dan perekonomian yang signifikan.

  27. LPS memastikan SSK dan kinerja ekonomi nasional tetap terjaga melalui program penjaminan simpanan yang kredibel dan resolusi bank yang efektif. Pemantauan cakupan penjaminan simpanan dan evaluasi terhadap Tingkat Bunga Penjaminan terus dilakukan agar sejalan dengan arah suku bunga simpanan, kondisi likuiditas perbankan, dan perkembangan ekonomi nasional. Selain itu, LPS secara intensif berkoordinasi dengan otoritas terkait dalam pelaksanaan penanganan bank serta penyelesaian peraturan turunan dari UU P2SK. Hal ini untuk memantapkan kesiapan regulasi dalam pelaksanaan tugas LPS terkait SSK. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan awareness publik, LPS secara berkesinambungan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait fungsi, tugas, dan wewenang LPS. Selanjutnya, sebagai bagian dari penguatan infrastruktur keuangan dalam menjaga SSK nasional, LPS pada triwulan I-2025 mulai mengumpulkan premi untuk pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dari perbankan sebagai implementasi dari amanat UU P2SK dan PP No. 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan PRP.

  28. LPS secara intensif juga melanjutkan penyusunan kebijakan dan pengaturan yang mendukung pengembangan dan penguatan sektor keuangan, termasuk kebijakan menyangkut penempatan dana dan pelaksanaan kewenangan LPS dalam penyelenggaraan PRP. Selain itu, LPS juga tengah mempersiapkan pengaturan, proses bisnis, infrastruktur, dan pengembangan SDM sebagai amanat UU P2SK terkait Program Penjaminan Polis yang akan dilaksanakan pada tahun 2028.

  29. KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dan memperkuat coordinated policy response serta kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko yang dapat berdampak terhadap perekonomian dan SSK nasional. KSSK juga terlibat aktif di dalam penyusunan kebijakan dan langkah-langkah antisipasi dengan melibatkan berbagai stakeholders termasuk berkoordinasi dengan negara lain untuk mengatasi volatilitas pasar keuangan domestik sebagai dampak dari tereskalasinya perang dagang. KSSK juga telah dan terus berkomitmen untuk mendukung sektor riil dan program Asta Cita Pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

  30. Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan peraturan pelaksanaan amanat UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat.​

  31. KSSK akan menyelenggarakan rapat berkala berikutnya pada bulan Juli 2025. 


Untuk informasi lebih lanjut: 

sekretariatkssk@kemenkeu.go.id

Artikel Lain

Otoritas Jasa Keuangan

Gedung Sumitro Djojohadikusumo
Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta 10710 Indonesia

Hubungi Kami

(021) 2960 0000
157
humas@ojk.go.id
081 157 157 157

Artikel GPR

Copyright Otoritas Jasa Keuangan 2024 | Peta Situs | Syarat dan Kondisi