Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan I-2025 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global. Ketidakpastian tersebut terutama dipicu oleh dinamika terkait kebijakan tarif Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan eskalasi perang dagang. Memasuki awal triwulan II-2025, downside risk global terpantau masih tinggi, sehingga perlu terus dicermati dan diantisipasi ke depan. KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menyelenggarakan rapat berkala KSSK II tahun 2025 pada Kamis, 17 April 2025. Rapat tersebut menyepakati untuk terus meningkatkan kewaspadaan serta memperkuat koordinasi dan kebijakan lembaga-lembaga anggota KSSK, dalam upaya memitigasi potensi dampak rambatan faktor-faktor risiko global sekaligus memperkuat perekonomian dan sektor keuangan dalam negeri.
Pada triwulan I-2025, ketidakpastian perekonomian global meningkat didorong oleh kebijakan tarif impor Pemerintah AS. Kebijakan tersebut menimbulkan adanya perang tarif dan diprakirakan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi AS, Tiongkok, dan ekonomi global serta memicu peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global. Selain itu, kebijakan tersebut juga mendorong perilaku risk aversion pemilik modal serta menyebabkan penurunan yield US Treasury dan pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY) di tengah peningkatan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR). Aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset), terutama ke aset keuangan di Eropa dan Jepang serta komoditas emas. Sementara itu, aliran keluar modal dari negara berkembang masih berlanjut sehingga memberikan tekanan terhadap pelemahan mata uangnya. Dalam World Economic Outlook (WEO) April 2025, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global ke level 2,8% pada 2025 dan 3,0% pada 2026. Angka ini turun masing-masing 0,5 percentage points (pp) dan 0,3 pp dibandingkan proyeksi Januari 2025. Penurunan proyeksi dipicu oleh dampak langsung eskalasi perang tarif serta dampak tidak langsung melalui disrupsi rantai pasok, ketidakpastian yang meningkat, dan memburuknya sentimen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia turut direvisi ke 4,7% (-0,4 pp) untuk 2025, namun penurunan tersebut tergolong moderat dibandingkan negara lain seperti Thailand (-1,1 pp), Vietnam (-0,9 pp), Filipina (-0,6 pp), dan Meksiko (-1,7 pp).
Pemburukan dampak perang tarif semakin dirasakan dengan langkah Tiongkok melakukan retaliasi, meskipun lebih banyak negara merespons melalui jalur diplomatik/negosiasi. Langkah retaliasi semakin merenggangkan hubungan dagang kedua negara. Akibatnya, kedua negara tersebut sudah meningkatkan tarif hingga di atas 100%. Kebijakan ini menambah risiko kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi AS. Perkembangan selanjutnya, AS menunda tarif resiprokal selama 90 hari bagi negara-negara non-retaliasi, namun tetap menerapkan tarif dasar universal sebesar 10%. Di sisi lain, pada triwulan I-2025, ekonomi Tiongkok masih tumbuh dengan baik, bahkan lebih baik dari prakiraan. Ke depan, ekonomi negara tersebut diprakirakan akan terdampak ketegangan perdagangan yang terjadi. Berdasarkan perkembangan tersebut, Indonesia akan senantiasa waspada dalam menghadapi dinamika global ini. Pemerintah aktif melakukan mitigasi awal melalui negosiasi dengan AS, terutama melanjutkan deregulasi hambatan non-tarif melalui kolaborasi dengan seluruh K/L. Selain itu, dengan permintaan domestik yang relatif terjaga didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang selaras, Indonesia diprakirakan dapat mengendalikan dampak negatif ketidakpastian global, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan memelihara momentum pertumbuhan ekonomi. Ke depan, ekonomi Indonesia berpeluang untuk terus tumbuh secara berkesinambungan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2025 diprakirakan tetap positif di tengah
ketidapastian global. Konsumsi rumah tangga tetap baik didukung belanja Pemerintah terkait
pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lainnya, serta
peningkatan musiman permintaan selama perayaan Idulfitri 1446 H. Selain itu, keberlanjutan
pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai wilayah dan meningkatnya aktivitas
konstruksi properti swasta diprakirakan meningkatkan kinerja investasi. Investasi swasta masih
baik didukung keyakinan produsen yang tecermin pada aktivitas manufaktur Indonesia yang
ekspansif. Investasi, khususnya nonbangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi
sebagaimana tecermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama alat-alat berat.
Sementara itu, kinerja ekspor diprakirakan juga tetap baik, didukung oleh ekspor non-migas yang
meningkat pada Maret 2025, terutama komoditas CPO, besi dan baja, serta mesin dan peralatan
elektrik. Pemerintah juga aktif menjajaki potensi perluasan ekspor produk unggulan ke pasar
ASEAN+3, BRICS, dan Eropa di tengah kebijakan tarif impor AS. Dengan mempertimbangkan
berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diprakirakan akan
mencapai sekitar 5%.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung kebijakan stabilisasi BI di tengah
ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat. Nilai tukar Rupiah pada 27 Maret 2025
tercatat Rp16.560 per dolar AS atau menguat 0,12% point-to-point (ptp) dibandingkan dengan
level akhir Februari 2025. Namun demikian, tekanan kuat terhadap nilai tukar Rupiah terjadi di
pasar off-shore (Non-Deliverable Forward/NDF) pada saat libur panjang pasar domestik dalam
rangka Idulfitri 1446 H, akibat kebijakan tarif resiprokal AS. BI pada 7 April 2025 melakukan
intervensi di pasar off-shore NDF secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York
guna stabilisasi nilai tukar Rupiah dari tingginya tekanan global. Respons kebijakan ini
memberikan hasil positif, tecermin dari perkembangan Rupiah yang terkendali dan menguat
menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025, dibandingkan dengan level Rp16.865 per
dolar AS pada hari pertama pembukaan pasar domestik pascalibur tanggal 8 April 2025.
Pergerakan Rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang regional dan berada dalam
kisaran yang sesuai dengan fundamental ekonomi domestik dalam menjaga stabilitas
perekonomian. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen BI dalam
menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2025 tetap rendah dan mendukung
stabilitas perekonomian. IHK pada Maret 2025 mengalami kenaikan sebesar 1,03% yoy, dengan
inflasi inti tetap terkendali sebesar 2,48% yoy, sejalan dengan konsistensi suku bunga kebijakan
BI (BI-Rate) untuk mengarahkan ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok volatile food (VF) tercatat
sebesar 0,37% yoy, menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,56% yoy,
didukung oleh eratnya sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah
(TPIP/TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Sementara itu,
kelompok administered prices tercatat deflasi sebesar 3,16% yoy, tidak sedalam deflasi bulan
sebelumnya sebesar 9,02% yoy, terutama dipengaruhi oleh berakhirnya implementasi kebijakan
diskon tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya terpasang listrik 2.200 VA ke bawah. Ke
depan, inflasi diprakirakan akan tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2025 dan 2026.
Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas
ekonomi yang memadai, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi.
Inflasi VF diprakirakan terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi Pemerintah dan BI.
Kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) tetap terjaga di tengah ketidakpastian global
yang meningkat. Pada akhir triwulan I-2025, yield Surat Utang Negara (SUN) seri benchmark
tenor 10 tahun tercatat turun 2,0 bps secara ytd ke level 7,00%. Adapun kepemilikan investor
nonresiden meningkat sebesar Rp15,23 triliun secara ytd (porsi kepemilikan asing per 27 Maret 2025 mencapai 14,30%). Pergerakan yield pada triwulan tersebut di antaranya dipengaruhi oleh
ekspektasi tekanan inflasi AS dan kebijakan Trump yang mengenakan tarif lebih rendah kepada
negara-negara partner dagang selain Tiongkok. Pada perdagangan hari pertama SBN, pascalibur
panjang Idulfitri 1446 H, yakni tanggal 8 April 2025 setelah rilis tarif impor AS, yield SUN tercatat
naik sebesar 5,2 bps secara ytd ke level 7,08%, namun pada 22 April 2025 kembali turun sebesar
4,5 bps secara ytd ke level 6,98%. Dari sisi kepemilikan, hingga 22 April 2025, investor nonresiden
masih tercatat net buy sebesar Rp12,78 triliun (porsi kepemilikan asing sebesar 14,25%).
Kinerja APBN triwulan I-2025 terjaga dengan baik, yang tecermin dari defisit anggaran yang
terkendali dalam batas aman sebesar Rp104,2 triliun (0,43% PDB), keseimbangan primer
positif Rp17,5 triliun, serta posisi kas surplus Rp145,8 triliun (SILPA). Kinerja Pendapatan
Negara dan Hibah sampai dengan Maret 2025 mencapai Rp516,1 triliun (17,2% dari target APBN),
sementara Belanja Negara mencapai Rp620,3 triliun (17,1% dari pagu APBN) dengan tren yang
menguat di bulan Maret 2025.
Penerimaan perpajakan mencapai Rp400,1 triliun (16,1% dari target APBN), terjadi pembalikan
tren menjadi positif khususnya penerimaan pajak yang meningkat signifikan di bulan Maret
2025 sebesar Rp134,8 triliun, rebound dibandingkan bulan Februari 2025 sebesar Rp98,9 triliun.
Penerimaan bulan Maret 2025 tersebut mencapai 41,8% dari total realisasi akumulasi penerimaan
pajak pada triwulan-I 2025 sebesar Rp322,6 triliun. Peningkatan penerimaan pajak ini ditopang
oleh berbagai program reformasi perpajakan untuk perbaikan administrasi perpajakan dan
implementasi Coretax. Kenaikan tersebut menunjukkan program-program perbaikan penerimaan
perpajakan berjalan on track. Sehingga ke depan diharapkan pelaksanaan penarikan pajak akan
lebih efisien dan penerimaan pajak diprakirakan akan tumbuh secara lebih optimal. Kenaikan
penerimaan pajak menurut jenis pajak, rumah tangga dan sektor ekonomi menunjukkan
bahwa perekonomian dan daya beli konsumen secara umum masih tetap kuat.
Realisasi belanja negara pada triwulan I-2025 mencapai Rp620,3 triliun (17,1 % dari pagu APBN),
meningkat signifikan di bulan Maret 2025 sebesar Rp272,2 triliun (realisasi s.d. Februari 2025
sebesar Rp348,1 triliun). Hal ini menunjukkan peran APBN sebagai shock absorber dapat
berfungsi optimal untuk meredam gejolak perekonomian, menjaga stabilisasi ekonomi, dan
menjaga daya beli masyarakat melalui pembayaran THR, Subsidi (BBM, LPG, diskon listrik,
pupuk), dan Perlinsos (a.l. PKH, Sembako, PIP, JKN). Realisasi tersebut didorong oleh Belanja
Pemerintah Pusat yang mencapai Rp413,2 triliun (15,3% dari target APBN) dan Transfer Ke
Daerah yang mencapai Rp207,1 triliun (22,5% dari target APBN).
Realisasi pembiayaan anggaran on track, mencapai Rp250,0 triliun atau 40,6% dari target
APBN. Realisasi tersebut terdiri dari realisasi pembiayaan utang sebesar Rp270,4 triliun (34,8%
dari target APBN 2025 sebesar Rp775,9 triliun) dan pembiayaan non-utang sebesar minus Rp20,4
triliun. Pembiayaan utang dipenuhi melalui SBN (neto) sebesar Rp282,6 triliun dan pinjaman (neto)
sebesar minus Rp12,3 triliun. Pembiayaan utang senantiasa dilaksanakan secara hati-hati dan
terukur dengan memperhatikan outlook defisit APBN dan likuiditas Pemerintah, serta mencermati
dinamika pasar keuangan dan menjaga keseimbangan antara biaya dan risiko utang.
Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber sekaligus
mengakselerasi pencapaian target pembangunan, melalui beberapa kebijakan antara lain:
a. memberikan insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah (PPh Pasal 21 DTP)
bagi pegawai di sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur serta diskon tarif listrik
sebesar 50% kepada pelanggan rumah tangga dengan daya listrik 2.200 VA ke bawah
sepanjang Januari hingga Februari 2025;
b. mengeluarkan kebijakan insentif tambahan berupa PPN DTP atas penyerahan rumah tapak
dan satuan rumah susun;
c. melanjutkan insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dan PPN DTP untuk kendaraan
bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB);
d. mengeluarkan kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan
pengamanan (BMTP) untuk melindungi sektor manufaktur;
e. memberikan insentif PPN DTP sebesar 6% untuk tiket pesawat ekonomi dan diskon tarif tol
sebesar 20% untuk perjalanan jarak jauh di beberapa ruas tol selama mudik Lebaran 2025
dalam rangka mendorong perekonomian pada periode liburan Idulfitri 1446 H; dan
f. membentuk BPI Danantara sebagai badan pengelola investasi strategis yang
mengonsolidasikan dan mengoptimalkan investasi Pemerintah.
Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli
masyarakat yang dilakukan antara lain melalui stabilisasi pasokan dan harga pangan, subsidi dan
kompensasi energi, penyaluran berbagai bantuan sosial, program KUR, serta dukungan sektor
perumahan. Untuk mendukung agenda pembangunan, Pemerintah melakukan penguatan SDM
unggul melalui program MBG, sekolah unggulan, pemeriksaan kesehatan gratis, percepatan
pengentasan kemiskinan ekstrem, serta penyelesaian PSN.
Pemerintah telah menjajaki negosiasi dengan Pemerintah AS terutama dalam kaitannya
dengan kebijakan tarif resiprokal AS, meliputi: i) penyesuaian tarif bea masuk untuk produk
selektif dari AS; ii) meningkatkan impor dari AS seperti produk migas, mesin-mesin dan peralatan
teknologi, serta produk pertanian yang tidak diproduksi di Indonesia; dan iii) melakukan langkah
reformasi di bidang fiskal (perpajakan dan kepabeanan), penyesuaian non-tariff measures (TKDN,
kuota impor, deregulasi Pertimbangan Teknis/Pertek di beberapa K/L), serta melakukan kebijakan
penanggulangan banjirnya perdagangan barang impor (trade remedies) secara responsif dan
cepat. Berbagai kebijakan dan reformasi tersebut tetap dilakukan dalam kerangka stabilitas
kebijakan makro dan keberlanjutan APBN.
BI terus memperkuat respons bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem
pembayaran untuk menjaga stabilitas dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan. Kebijakan moneter terus diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong
pertumbuhan ekonomi (pro-stability and growth). Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan
sistem pembayaran terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan (pro-growth).
Dalam kaitan ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 22-23 April 2025 memutuskan untuk
mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku
bunga Lending Facility sebesar 6,50%. Keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga prakiraan
inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1%, mempertahankan stabilitas nilai
tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental di tengah makin meningkatnya ketidakpastian
global, serta untuk turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Ke depan, BI terus mencermati ruang
penurunan BI-Rate lebih lanjut dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar Rupiah, prospek
inflasi, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. BI terus memperkuat strategi
stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi
transaksi NDF di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward
(DNDF) di pasar domestik. BI sejak 7 April 2025 melakukan intervensi di pasar off-shore NDF
secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York guna stabilisasi nilai tukar Rupiah
dari tingginya tekanan global. Respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tecermin dari
perkembangan Rupiah yang terkendali stabil dan bahkan cenderung menguat. Strategi tersebut
disertai dengan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan
kecukupan likuiditas di perbankan. Selama tahun 2025 (hingga 22 April 2025), BI telah membeli
SBN sebesar Rp80,98 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp54,98 triliun dan pasar
primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp26,00 triliun. Pembelian
SBN oleh BI ini mencerminkan eratnya sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal
Pemerintah. Selain itu, BI juga memperkuat strategi operasi moneter pro-market, melalui: (a)
menjaga struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk tetap menarik aliran masuk
portofolio asing ke aset keuangan domestik; (b) memperkuat strategi transaksi term-repo dan
swap valas untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan; dan (c) memperkuat
peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)
di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Selain itu, pada
Februari 2025, BI menerbitkan kebijakan perluasan instrumen penempatan dan pemanfaatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) untuk mendukung pelaksanaan kebijakan
kewajiban penyimpanan DHE SDA di dalam negeri sesuai PP No. 8 Tahun 2025, melalui (a)
penempatan di instrumen Term Deposit (TD) Valas DHE s.d. tenor 12 bulan; (b) penempatan di
instrumen SVBI dan SUVBI s.d. tenor 12 bulan; dan (c) pemanfaatan melalui: (i) pengalihan TD
Valas DHE menjadi FX Swap, (ii) FX Swap dengan underlying TD Valas DHE, SVBI, dan SUVBI,
(iii) TD Valas DHE, SVBI, dan SUVBI dapat dijadikan agunan kredit Rupiah dari bank.
Implementasi makroprudensial longgar diperkuat untuk mendorong pertumbuhan
kredit/pembiayaan perbankan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, dengan:
a. mengimplementasikan penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) pada 1
April 2025 untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayan perbankan pada sektor-sektor
prioritas yang mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejalan dengan
program Asta Cita Pemerintah. KLM ditingkatkan dari paling besar 4% menjadi sampai dengan
5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Hingga minggu kedua April 2025, BI telah memberikan
insentif KLM sebesar Rp370,6 triliun, meningkat sebesar Rp78,3 triliun dari minggu keempat
Maret 2025 sebesar Rp292,3 triliun. Khusus sektor perumahan, insentif KLM meningkat
sebesar Rp84,0 triliun dari minggu keempat Maret 2025 seiring dengan implementasi
penguatan KLM pada 1 April 2025. Insentif KLM diberikan masing-masing kepada kelompok
bank BUMN sebesar Rp161,7 triliun, bank BUSN sebesar Rp167,4 triliun, BPD sebesar Rp35,7
triliun, dan KCBA sebesar Rp5,8 triliun. Secara sektoral, insentif tersebut disalurkan kepada
sektor-sektor prioritas yakni sektor pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi,
perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta
UMKM, Ultra Mikro, dan hijau;
b. mempertahankan: (i) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (ii) Rasio
Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%, (iii) rasio Loan to Value/Financing to
Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti paling tinggi sebesar 100% dan Uang Muka
Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0% berlaku efektif 1
Januari sampai dengan 31 Desember 2025, dan (iv) Rasio Penyangga Likuiditas
Makroprudensial (PLM) sebesar 5% dengan fleksibilitas repo 5% dan Rasio PLM Syariah 3,5%
dengan fleksibilitas repo 3,5%;
c. memperkuat implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) untuk mendorong
pendanaan perbankan bagi manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil; dan
d. memperkuat publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan
pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.
Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi,
khususnya sektor perdagangan dan UMKM. Keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem
pembayaran akan terus diperkuat, demikian pula akseptasi digitalisasi sistem pembayaran akan
terus diperluas. Dalam mendukung layanan publik dan transaksi ritel secara digital, BI
meluncurkan QRIS Tanpa Pindai (QRIS TAP) pada 14 Maret 2025 sebagai alternatif pembayaran
yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal bagi masyarakat. BI juga terus memperkuat
dukungan kebijakan sistem pembayaran pada program Pemerintah, di antaranya melalui
perluasan QRIS cross border serta literasi keuangan untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Selanjutnya, sebagai komitmen dukungan penyediaan layanan umum Pemerintah kepada
masyarakat, BI memperbarui kebijakan skema harga QRIS untuk kriteria merchant Badan
Layanan Umum (BLU) dan Public Service Obligation (PSO) dari 0,4% menjadi 0%.
Stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga di tengah meningkatnya
ketidakpastian global, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko
yang manageable, serta kinerja sektor jasa keuangan yang tumbuh positif.
Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Kredit
perbankan pada Maret 2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,16% yoy menjadi Rp7.908,4
triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang tumbuh tinggi sebesar 13,36% yoy dan diikuti oleh Kredit Konsumsi sebesar 9,32% yoy, sedangkan Kredit Modal Kerja sebesar 6,51% yoy.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar
2,17% dan NPL net sebesar 0,80%. Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat sebesar 9,86%
(Februari 2025: 9,77%). Di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh sebesar 4,75% yoy menjadi
Rp9.010 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 4,01%,
7,74%, dan 2,89% yoy.
Ketahanan perbankan terjaga kuat dengan tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio
(CAR) pada Maret 2025 yang berada di level tinggi yakni sebesar 25,43%. Likuiditas
perbankan pada Maret 2025 tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit
(AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 116,05% dan 26,22%,
jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Di tengah sentimen terhadap kondisi perekonomian global, kinerja pasar saham domestik pada
triwulan I-2025 menunjukkan resiliensi. Pasar saham domestik ditutup menguat sebesar 3,83%
mtd pada 27 Maret 2025 ke level 6.510,62 (ytd: melemah 8,04%) dengan nilai kapitalisasi pasar
tercatat sebesar Rp11.126 triliun atau naik 2,27% mtd (turun 9,80% ytd). Sementara itu, investor
nonresiden membukukan net sell sebesar Rp8,02 triliun mtd (ytd: net sell sebesar Rp29,92 triliun).
Pascalibur Lebaran, pasar saham domestik sempat mengalami volatilitas yang tinggi sehingga
bursa melakukan trading halt sementara pada hari pertama pasar dibuka pascalibur Lebaran,
tanggal 8 April 2025. Namun demikian, tekanan telah berkurang signifikan. Pada 22 April 2025,
IHSG telah menunjukkan perkembangan positif dan ditutup pada level 6.538,27, dengan nilai
kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp11.354 triliun. Penghimpunan dana di pasar modal pada
triwulan I-2025 masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp59,83
triliun di mana Rp3,24 triliun diantaranya merupakan fundraising dari 5 emiten baru. Sementara
itu, masih terdapat 77 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp54,09
triliun.
Di sektor Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP), aset industri asuransi per
Februari 2025 mencapai Rp1.141,71 triliun atau tumbuh 1,03% yoy. Kinerja asuransi komersil
berupa akumulasi pendapatan premi di Januari-Februari 2025 mencapai Rp60,27 triliun, sedikit
terkontraksi sebesar 0,94% yoy. Sementara itu, permodalan di industri asuransi komersial
pada Februari 2025 masih memadai dan solid, dengan Risk Based Capital (RBC) industri
asuransi jiwa tercatat sebesar 466,40% serta asuransi umum dan reasuransi sebesar 317,88%,
jauh di atas ambang batas 120%. Di sisi industri dana pensiun, total aset dana pensiun pada
Februari 2025 tumbuh 5,94% yoy menjadi sebesar Rp1.511,71 triliun dengan aset dana pensiun
sukarela sebesar Rp381,13 triliun atau tumbuh 2,36% yoy. Adapun outstanding penjaminan di
bulan Februari 2025 tercatat tumbuh 1,44% yoy menjadi Rp411,24 triliun, namun dengan total
aset yang masih terkontraksi sebesar 0,29% yoy atau sebesar Rp46,59 triliun.
Di sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan
(PP) tumbuh sebesar 5,92% yoy pada Februari 2025 dengan nominal sebesar Rp507,02
triliun, didukung pembiayaan investasi yang meningkat sebesar 12,98% yoy. Profil risiko
Perusahaan Pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat
sebesar 0,92% dan NPF gross sebesar 2,87%. Gearing ratio Perusahaan Pembiayaan masih
berada pada level yang memadai dan tercatat sebesar 2,20 kali, jauh di bawah batas maksimum
10 kali. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan Modal Ventura pada Februari 2025 meningkat
meskipun masih dalam zona kontraksi sebesar 0,93% yoy, dengan nilai pembiayaan tercatat
sebesar Rp16,34 triliun. Pada industri fintech peer-to-peer (P2P) lending, outstanding
pembiayaan tumbuh 31,06% yoy atau sebesar Rp80,07 triliun, dan penyaluran pembiayaan
kepada sektor produktif tercatat sebesar Rp7,60 triliun (28,25% dari total pembiayaan P2P).
Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) masih dalam kondisi terjaga pada level 2,78%.
Sebagai respons terhadap meningkatnya volatilitas di pasar keuangan global yang berdampak
terhadap dinamika pasar domestik, OJK terus mencermati perkembangan pasar saham domestik serta mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan guna menjaga stabilitas pasar.
Adapun beberapa langkah kebijakan yang telah ditempuh adalah sebagai berikut:
a. menerbitkan kebijakan pelaksanaan pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan terbuka dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan atau buyback
saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), melakukan penundaan
implementasi pembiayaan transaksi short selling oleh Perusahaan Efek yang berlaku sampai
dengan 6 bulan (September 2025), penyesuaian batasan trading halt pada saat penurunan
IHSG yang signifikan, pemberlakuan asymmetric auto rejection saham, serta koordinasi erat
dengan para stakeholders;
b. mendukung langkah strategis Pemerintah untuk melakukan negosiasi serta berkoordinasi
dengan K/L terkait dalam mengambil kebijakan guna memitigasi dampak tarif resiprokal AS
pada industri tertentu, terutama dampak terhadap perusahaan padat karya;
c. mendukung implementasi kebijakan Pemerintah yaitu PP No. 8 Tahun 2025 tentang Perubahan
atas PP No. 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan,
Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), dalam rangka meningkatkan
cadangan devisa negara, terutama terkait aspek compliance;
d. sebagaimana amanat UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan (UU P2SK), OJK menerbitkan ketentuan terkait derivatif keuangan, tata pelaksanaan
pungutan, dan lembaga sertifikasi profesi. Selain itu, OJK menerbitkan ketentuan terkait
penyelenggaraan agregasi SJK di bidang Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset
Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD), dan pengaturan terkait profesi penunjang di SJK,
serta SEOJK mengenai kewajiban penyediaan modal inti minimum (KPMM) bagi BPR;
e. memberikan persetujuan kegiatan usaha bullion bagi PT Pegadaian dan Bank Syariah
Indonesia (BSI);
f. meluncurkan aplikasi Portal Data dan Metadata SJK Terintegrasi sebagai akses dan pusat
informasi bagi masyarakat dan stakeholders terkait data di SJK;
g. sementara dari sisi perlindungan konsumen, OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan
Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) telah
melakukan langkah-langkah untuk memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, di
antaranya menerima 1.236 pengaduan terkait entitas ilegal, menghentikan 1.123 entitas
pinjaman online ilegal dan 209 penawaran investasi ilegal, mengajukan pemblokiran terhadap
1.643 nomor kontak pihak penagih (debt collector) pinjaman online ilegal, serta menerima
79.969 laporan dengan jumlah rekening yang telah diblokir sebanyak 35.394 rekening, dengan
total dana yang dilaporkan sebesar Rp1,7 triliun, dan total dana korban yang sudah diblokir
sebanyak Rp134,7 miliar.
Perkembangan dari sisi penjaminan simpanan perbankan menunjukkan tren yang terjaga,
jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS hingga akhir
Februari 2025 mencapai 99,94% dari total rekening atau setara 615.041.345 rekening untuk
nasabah Bank Umum. Sementara itu untuk BPR/BPRS, hingga akhir Februari 2025, jumlah
rekening yang dijamin mencapai 99,98% dari total rekening nasabah BPR/BPRS, atau setara
dengan 15.594.738 rekening. Pada periode penetapan reguler triwulan I-2025 (Januari 2025), LPS
menetapkan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) masing-masing sebesar
4,25% untuk simpanan Rupiah di Bank Umum dan 6,75% untuk simpanan Rupiah di BPR; serta
2,25% untuk simpanan Valuta Asing (Valas) di Bank Umum. Tingkat Bunga Penjaminan tersebut
akan berlaku untuk periode 1 Februari 2025 sampai dengan 31 Mei 2025, namun tetap terbuka
untuk disesuaikan dalam hal terdapat perubahan suku bunga pasar, kondisi perbankan dan
perekonomian yang signifikan.
LPS memastikan SSK dan kinerja ekonomi nasional tetap terjaga melalui program
penjaminan simpanan yang kredibel dan resolusi bank yang efektif. Pemantauan cakupan
penjaminan simpanan dan evaluasi terhadap Tingkat Bunga Penjaminan terus dilakukan agar
sejalan dengan arah suku bunga simpanan, kondisi likuiditas perbankan, dan perkembangan ekonomi nasional. Selain itu, LPS secara intensif berkoordinasi dengan otoritas terkait dalam
pelaksanaan penanganan bank serta penyelesaian peraturan turunan dari UU P2SK. Hal ini untuk
memantapkan kesiapan regulasi dalam pelaksanaan tugas LPS terkait SSK. Di sisi lain, dalam
rangka meningkatkan awareness publik, LPS secara berkesinambungan melakukan sosialisasi
kepada masyarakat terkait fungsi, tugas, dan wewenang LPS. Selanjutnya, sebagai bagian dari
penguatan infrastruktur keuangan dalam menjaga SSK nasional, LPS pada triwulan I-2025 mulai
mengumpulkan premi untuk pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dari
perbankan sebagai implementasi dari amanat UU P2SK dan PP No. 34 Tahun 2023 tentang
Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan PRP.
LPS secara intensif juga melanjutkan penyusunan kebijakan dan pengaturan yang mendukung
pengembangan dan penguatan sektor keuangan, termasuk kebijakan menyangkut penempatan
dana dan pelaksanaan kewenangan LPS dalam penyelenggaraan PRP. Selain itu, LPS juga
tengah mempersiapkan pengaturan, proses bisnis, infrastruktur, dan pengembangan SDM
sebagai amanat UU P2SK terkait Program Penjaminan Polis yang akan dilaksanakan pada tahun
2028.
KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dan memperkuat coordinated policy
response serta kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko yang dapat berdampak
terhadap perekonomian dan SSK nasional. KSSK juga terlibat aktif di dalam penyusunan
kebijakan dan langkah-langkah antisipasi dengan melibatkan berbagai stakeholders termasuk
berkoordinasi dengan negara lain untuk mengatasi volatilitas pasar keuangan domestik sebagai
dampak dari tereskalasinya perang dagang. KSSK juga telah dan terus berkomitmen untuk
mendukung sektor riil dan program Asta Cita Pemerintah guna mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan.
Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan peraturan pelaksanaan amanat
UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri
keuangan dan masyarakat.
KSSK akan menyelenggarakan rapat berkala berikutnya pada bulan Juli 2025.