Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) pada triwulan IV-2024 tetap terjaga di tengah divergensi
pertumbuhan ekonomi dunia serta ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.
Memasuki awal triwulan I-2025, perkembangan perekonomian dan pasar keuangan terus dipantau
dan diantisipasi seiring berlanjutnya downside risk dan dinamika eksternal. Menteri Keuangan,
Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sebagaimana disepakati dalam rapat
berkala KSSK I tahun 2025 pada Selasa (21 Januari 2025), akan terus memperkuat kewaspadaan
serta meningkatkan koordinasi dan sinergi antarlembaga, dalam upaya memitigasi potensi dampak
rambatan faktor-faktor risiko global terhadap perekonomian dan sektor keuangan dalam negeri.
Divergensi pertumbuhan ekonomi dunia melebar disertai ketidakpastian pasar keuangan
global yang meningkat. Pada triwulan IV-2024, perekonomian Amerika Serikat (AS) diprakirakan
tumbuh lebih kuat, sedangkan ekonomi Eropa dan Jepang masih lemah. Sementara itu, berdasarkan
rilis terbaru di bulan Januari 2025, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terakselerasi menjadi sebesar
5,4% yoy pada triwulan IV-2024, didorong oleh stimulus ekonomi. Arah kebijakan Pemerintah dan
bank sentral AS berpengaruh pada ketidakpastian pasar keuangan global. Kuatnya ekonomi AS
dengan pasar tenaga kerja yang membaik, serta dampak kebijakan tarif menahan proses disinflasi di
AS yang meningkatkan ketidakpastian terhadap ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor
jangka pendek maupun panjang. Bersamaan dengan ketegangan politik global yang meningkat,
preferensi investor makin besar terhadap aset keuangan AS. Indeks mata uang dolar AS (DXY) masih
berada dalam tren meningkat yang semakin menambah tekanan pelemahan berbagai mata uang
dunia. Untuk 2025, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 stagnan sebesar 3,3%
yoy. Di sisi lain, kebijakan Presiden Trump yang diumumkan pasca pelantikan dipandang lebih
moderat dibandingkan yang diprakirakan sebelumnya oleh pasar. Perkembangan ini akan terus
dipantau ke depan.
Ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah ketidakpastian global.
Pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2024 diprakirakan tetap baik ditopang terutama oleh kenaikan
investasi dan terjaganya konsumsi rumah tangga, serta peningkatan belanja Pemerintah. Pemilihan
kepala daerah (Pilkada) serentak pada bulan November 2024 dan musim libur di akhir tahun,
termasuk Natal dan Tahun Baru, menjadi faktor positif untuk prospek ekonomi Indonesia pada
triwulan IV-2024. Di sisi eksternal, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan berturut-turut
untuk tahun ke-5 pada 2024, disertai indeks PMI Manufaktur Indonesia di bulan Desember 2024
kembali ke zona ekspansif. Ekonomi Indonesia diprakirakan tumbuh 5% yoy di tahun 2024 dan 5,2%
yoy di tahun 2025.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali di tengah ketidakpastian global yang tinggi, didukung oleh
kebijakan stabilisasi BI. Secara keseluruhan tahun 2024, hingga 31 Desember 2024, Rupiah
tercatat di level Rp16.095, melemah 4,34% yoy secara point to point (ptp). Perkembangan Rupiah
tersebut lebih baik dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara lain seperti won Korea, peso
Mexico, real Brasil, yen Jepang, dan lira Turki. Memasuki awal tahun 2025, tekanan mata uang dolar
AS tetap kuat. Nilai tukar Rupiah hingga 23 Januari 2025 tercatat melemah sebesar 1,14% ytd secara
ptp, relatif sejalan dengan pelemahan nilai tukar mata uang regional lainnya. Sebaliknya,
nilai tukar Rupiah menguat terhadap mata uang kelompok negara maju di luar dolar AS,
dan stabil terhadap mata uang kelompok negara berkembang. Perkembangan tersebut
sejalan dengan kebijakan stabilisasi BI serta didukung oleh aliran masuk modal asing
yang masih berlanjut, imbal hasil instrumen keuangan domestik yang menarik, serta prospek ekonomi Indonesia yang tetap baik. Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2024
tercatat tinggi yakni sebesar USD155,7 miliar, setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5
bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor. Saat ini Pemerintah tengah menyiapkan revisi PP 36 Tahun 2023
yang mengatur kebijakan tentang devisa hasil ekspor atas sumber daya alam dengan mekanisme
yang tetap mempertimbangkan kondisi keuangan eksportir. Kebijakan ini diharapkan dapat
memperkuat posisi cadangan devisa dan mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2024 terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%, sejalan
inflasi IHK Desember 2024 yang tercatat sebesar 1,57% yoy. Inflasi inti terkendali pada level
2,26% yoy sejalan dengan konsistensi suku bunga kebijakan BI (BI-Rate) untuk mengarahkan
ekspektasi inflasi sesuai dengan sasarannya. Sementara itu, inflasi volatile food (VF) terus menurun
didukung oleh peningkatan pasokan pangan seiring berlanjutnya musim panen, serta eratnya sinergi
pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) melalui Gerakan
Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Ke depan, Pemerintah dan BI meyakini inflasi
terkendali dalam sasarannya sebesar 2,5±1% pada 2025 dan 2026. Inflasi inti juga diprakirakan
terkendali karena ekspektasi inflasi yang terjaga, kapasitas ekonomi yang memadai, imported
inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi. Sementara itu, inflasi VF diprakirakan
terkendali didukung sinergi pengendalian inflasi oleh Pemerintah dan BI.
APBN hingga akhir tahun 2024 bekerja keras meredam gejolak untuk melindungi masyarakat
dan menjaga stabilitas ekonomi. Pendapatan Negara tumbuh positif 2,1% yoy, Belanja Negara
tumbuh kuat 7,3% yoy, Keseimbangan Primer negatif Rp19,4 triliun namun bergerak menuju positif,
dan defisit anggaran terkendali dalam batas aman sebesar Rp507,8 triliun (2,29% PDB).
Kinerja Pendapatan Negara tumbuh positif di tengah gejolak perekonomian global dan harga
komoditas yang temoderasi. Realisasi sementara Pendapatan Negara dan Hibah mencapai
Rp2.842,5 triliun (101,4% dari APBN) atau tumbuh 2,1% yoy, ditopang oleh Penerimaan Perpajakan
yang tumbuh 3,6% yoy atau sebesar Rp2.232,7 triliun (96,7% dari target APBN) dan PNBP sebesar
Rp579,5 triliun atau mencapai 117,8% dari target APBN. Kinerja positif ini terutama didukung oleh
aktivitas ekonomi, efektivitas reformasi perpajakan, optimalisasi pengelolaan SDA, meningkatnya
kontribusi BUMN, serta inovasi layanan K/L dan kinerja BLU yang semakin baik.
Kinerja Belanja Negara tumbuh kuat 7,3% yoy, peran APBN sebagai shock absorber yang
optimal terus mendukung pencapaian target pembangunan. Realisasi sementara Belanja
Negara mencapai Rp3.350,3 triliun (100,8% dari APBN) atau tumbuh 7,3% yoy, terdiri atas realisasi
Belanja Pemerintah Pusat Rp2.486,7 triliun (11,0% yoy) dan Transfer ke Daerah Rp863,5 triliun
(7,7% yoy). Belanja Negara diarahkan untuk memberikan manfaat langsung kepada
masyarakat, menjaga stabilitas ekonomi, serta memelihara momentum pertumbuhan melalui
pemberian bantuan pangan dan stabilisasi pasokan harga pangan (SPHP). Berbagai program
perlindungan sosial juga diberikan, antara lain melalui Program Keluarga Harapan/PKH, kartu
sembako, beasiswa (PIP dan KIP kuliah), bantuan premi BPJS kesehatan (PBI JKN), subsidi dan
kompensasi BBM, listrik dan LPG 3 kg, subsidi pupuk, serta subsidi bunga KUR. Belanja juga
diberikan untuk mendukung pelaksanaan pemilu, pilkada serentak, pemberian THR, kenaikan gaji
bagi ASN/TNI/Polri, penyelesaian infrastruktur, percepatan penurunan stunting dan kemiskinan
ekstrem, serta pembangunan IKN.
Pembiayaan anggaran dilakukan secara prudent dan sustainable untuk mendukung agenda
pembangunan. Realisasi pembiayaan anggaran 2024 mencapai Rp553,2 triliun (105,8% dari APBN)
yang terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp556,6 triliun (85,9% dari APBN) dan pembiayaan
nonutang sebesar minus Rp3,4 triliun. Realisasi pembiayaan utang lebih rendah dari yang
direncanakan dan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp450,7
triliun dan pinjaman neto sebesar Rp105,8 triliun. Pembiayaan utang tersebut dilakukan secara hati
hati dan terukur selaras dengan kebutuhan, serta mencermati dinamika pasar keuangan dan
menjaga keseimbangan antara upaya memelihara momentum dengan tetap menjaga risiko
terkendali dalam batas manageable. Selain itu, Pemerintah juga senantiasa berkoordinasi dengan BI
dalam mengelola pembiayaan utang Pemerintah dan mendukung operasi moneter.
Selama tahun 2024, Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber
di tengah gejolak perekonomian global melalui beberapa kebijakan, antara lain:
a. Kebijakan insentif tambahan berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung
Pemerintah (DTP) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun selama periode 1
September hingga 31 Desember 2024. Insentif ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi melalui stimulasi daya beli masyarakat di sektor perumahan.
b. Kebijakan insentif PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) yang
berlanjut hingga tahun 2025. Insentif ini diberikan atas impor dan/atau penyerahan KBLBB bagi
investor baru maupun produsen dalam negeri yang memiliki komitmen untuk memproduksi KBLBB
di dalam negeri ke depannya.
c. Kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) atas impor produk yang harganya lebih rendah
dari nilai normalnya dan menyebabkan kerugian. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi
produk dalam negeri, antara lain tekstil dan besi baja.
d. Pemerintah telah merevisi ketentuan mengenai pembentukan cadangan kerugian
penurunan nilai (CKPN) yang dapat dibebankan oleh perbankan dan perusahaan pembiayaan.
Kebijakan ini bertujuan untuk menyelaraskan antara perlakuan dalam konteks fiskal dan komersial
dengan standar akuntansi yang berlaku sehingga memberikan kepastian hukum bagi pelaku
usaha terkait.
Selain itu, dalam rangka mendukung iklim investasi yang lebih sehat, kompetitif, dan berkeadilan,
Pemerintah:
a. Menerapkan Kebijakan tarif PPN 12% hanya untuk barang mewah melalui PMK 131/2024
yang berlaku sejak Januari 2025, disertai pemberian stimulus ekonomi untuk
kesejahteraan sebesar Rp38,6 triliun sebagai berikut:
1) Rumah tangga: bantuan pangan sebesar 10 kg untuk 16 juta KPM selama 2 bulan (Januari
dan Februari) dan Diskon listrik 50% untuk pelanggan 2200 VA ke bawah selama 2 bulan
(Januari dan Februari).
2) Pekerja: kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan bagi pekerja yang terkena PHK.
3) UMKM: perpanjangan masa berlakunya PPh final 0,5% bagi WP UMKM selama tahun 2025.
4) Industri Padat Karya antara lain terhadap PPh pasal 21 DTP untuk industri padat karya
(tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur) dengan maksimal penghasilan Rp10 juta per
bulan, pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin dengan subsidi bunga 5%,
dan bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja pada sektor padat karya selama 6 bulan.
5) Mobil Listrik dan Hybrid: insentif PPN DTP 10% untuk KBLBB CKD, PPnBM 15% DTP untuk
KBLBB impor CBU dan CKD, Bea Masuk 0% untuk KBLBB CBU, dan PPnBM DTP 3% untuk
kendaraan hybrid.
6) Perumahan: PPN DTP atas penjualan rumah dengan harga hingga Rp5 miliar, untuk bagian
harga sampai dengan Rp2 miliar, sebesar 100% (periode Januari hingga Juni 2025) dan 50%
(periode Juli hingga Desember 2025).
b. Berkomitmen mengatasi penggerusan basis pajak dan pergeseran laba (base erotion and
profit shifting - BEPS) melalui penerbitan PMK 136/2024 yang mengatur pengenaan pajak
minimum sebesar 15% mulai tahun pajak 2025 bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian
dari grup perusahaan multinasional (MNC) dengan omzet sedikitnya EUR750 juta. Dengan
kebijakan ini, MNC akan dikenakan pajak minimal 15% di manapun lokasi usahanya sehingga
tren race to the bottom pajak dapat diminimalisasi.
BI terus memperkuat respons bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem
pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Kebijakan moneter diseimbangkan untuk menjaga stabilitas dan mendorong
pertumbuhan (pro-stability and growth), sedangkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem
pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan
untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth). BI terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk tetap
menjaga stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta mendukung
penuh implementasi program-program Pemerintah dalam Asta Cita, termasuk untuk ketahanan
pangan, pembiayaan ekonomi, serta akselerasi ekonomi dan keuangan digital.
Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 14-15
Januari 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25
bps menjadi 6,50%. Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi pada tahun
2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya nilai tukar Rupiah yang sesuai
dengan fundamental untuk mengendalikan inflasi dalam sasarannya, dan perlunya upaya untuk turut
mendorong pertumbuhan ekonomi. Ke depan, BI akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk
menjaga inflasi dalam sasarannya dan nilai tukar yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati
ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada
perekonomian global dan nasional. BI terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market guna
meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, mempercepat pendalaman pasar uang dan
valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing, melalui: (a) Optimalisasi SRBI,
SVBI, dan SUVBI; (b) menjaga struktur suku bunga instrumen moneter untuk tetap menarik aliran
masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik; (c) memperkuat strategi transaksi term-repo dan
swap valas; dan (d) memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi SRBI di
pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. BI juga terus
melakukan penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental melalui
intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan SBN
di pasar sekunder.
Kebijakan makroprudensial longgar ditempuh untuk meningkatkan kredit/pembiayaan
perbankan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan tetap menjaga
stabilitas sistem keuangan, dengan:
a. memperkuat strategi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk meningkatkan
kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja,
termasuk UMKM dan ekonomi hijau mulai Januari 2025, dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian. Hingga minggu kedua Januari 2025, BI telah menyalurkan insentif KLM sebesar
Rp295 triliun, atau meningkat sebesar Rp36 triliun dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.
Insentif dimaksud telah disalurkan antara lain ke sektor pertanian, perdagangan, manufaktur,
transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, konstruksi, real estate, perumahan
rakyat, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau, melalui bank BUMN sebesar Rp129,1 triliun, bank
BUSN sebesar Rp130,6 triliun, BPD sebesar Rp29,9 triliun, dan KCBA sebesar Rp5 triliun;
b. mempertahankan: (i) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (ii) Rasio
Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%, (iii) rasio Loan to Value/Financing to
Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti paling tinggi sebesar 100% dan Uang Muka
Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0% berlaku efektif 1 Januari
sampai dengan 31 Desember 2025, (iv) Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM)
sebesar 5% dengan fleksibilitas repo 5% dan Rasio PLM Syariah 3,5% dengan fleksibilitas repo
3,5%, serta (v) rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) sebesar 30% dengan parameter
kontrasiklikal 0% atau ±5%;
c. memperkuat publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan
pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan KLM.
Kebijakan Sistem Pembayaran diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan, khususnya
sektor perdagangan dan UMKM, serta memperkuat akseptasi pembayaran digital masyarakat,
antara lain melalui perluasan layanan BI-FAST yang mencakup layanan transfer secara kolektif (bulk
transfer), pembayaran atas dasar permintaan (request for payment), dan transfer debit secara
langsung (direct debit) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam transaksi ekonomi dan
keuangan yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal terhitung sejak tanggal 21 Desember 2024.
BI juga terus mendorong penguatan implementasi inisiatif elektronifikasi untuk mendukung program
program Pemerintah melalui digitalisasi program kesejahteraan sosial dan elektronifikasi sektor
transportasi. Selain itu, BI akan tetap memastikan stabilitas sistem pembayaran terjaga ditopang oleh
struktur industri yang sehat dan infrastruktur yang stabil.
Kebijakan pendalaman pasar keuangan terus dilakukan dengan mengintegrasikan
pengembangan produk, harga, dan pelaku pasar, serta infrastruktur, termasuk implementasi
Central Counterparty (CCP) sebagai infrastruktur pasar keuangan sistemik yang menjalankan
fungsi kliring dan novasi guna mengakselerasi pendalaman pasar uang dan pasar valas,
meningkatkan efisiensi pasar, serta mendukung transmisi kebijakan moneter sehingga meningkatkan
kapasitas pembiayaan.
BI juga memperkuat dan memperluas kerja sama internasional di area kebanksentralan,
termasuk melalui konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal,
serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas, bekerja sama
dengan instansi terkait.
BI terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertama, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal diperkuat
dalam pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI melalui bilateral buyback/debt switching. Kedua,
dukungan memperkuat ketahanan pangan melalui program GNPIP di berbagai daerah dalam TPIP
dan TPID. Ketiga, mendorong pembiayaan ekonomi melalui KLM ke sektor-sektor prioritas, termasuk
pembiayaan inklusi dan hijau. Keempat, dukungan untuk akselerasi transformasi digital Pemerintah
pada program kesejahteraan sosial, elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah Daerah dan
sektor transportasi antara lain melalui koordinasi Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah
(TP2DD).
Stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga stabil di tengah dinamika perekonomian
global, didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable,
serta kinerja sektor jasa keuangan yang tumbuh positif.
Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Pertumbuhan
kredit perbankan sepanjang tahun 2024 mencatatkan double digit growth sebesar 10,39% yoy
menjadi Rp7.827 triliun, didorong oleh Kredit Investasi yang tumbuh tinggi sebesar 13,62% yoy dan
diikuti oleh Kredit Konsumsi 10,61% yoy, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 8,35% yoy.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,08% dan NPL net
sebesar 0,74%. Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 9,28%. Di
sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tercatat tumbuh sebesar 4,48% yoy menjadi Rp8.837
triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 3,34%, 6,78%, dan
3,50% yoy.
Ketahanan perbankan terjaga kuat dengan tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio
(CAR) Perbankan yang berada di level tinggi sebesar 26,68%. Likuiditas perbankan pada
Desember 2024 tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat
Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 112,87% dan 25,59%, jauh di atas threshold
masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Di tengah berbagai tantangan ketidakpastian geopolitik global, sepanjang tahun 2024
perkembangan Pasar Modal Indonesia tetap menunjukkan resiliensinya. Meski pasar saham
domestik sepanjang tahun 2024 ditutup melemah ke level 7.079,91 atau turun 2,65%, investor
nonresiden masih membukukan net buy sebesar Rp16,53 triliun serta nilai kapitalisasi pasar naik
menjadi Rp12.336 triliun atau tumbuh sebesar 5,74%. Penghimpunan dana oleh korporasi di pasar
modal di 2024 juga dalam tren positif, tercatat nilai penawaran umum mencapai Rp259,24 triliun
dengan 43 emiten baru. Memasuki Januari 2025, pasar keuangan domestik masih bergerak fluktuatif
seiring ekspektasi melambatnya laju pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) dan potensi kebijakan
pemerintahan AS. IHSG ditutup pada posisi 7.232,64 per 23 Januari 2025 menguat 2,16%
dibandingkan penutupan IHSG akhir 2024 (7.079,91). Nonresiden di pasar saham domestik per 23
Januari 2025 mencatatkan net sell sebesar Rp3,04 triliun ytd.
Di Sektor Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP), aset industri asuransi per
Desember 2024 mencapai Rp1.133,87 triliun atau tumbuh 2,03% yoy. Kinerja asuransi komersil
berupa akumulasi pendapatan premi mencapai Rp336,65 triliun, tumbuh 4,91% yoy. Permodalan di
industri asuransi komersial pada Desember 2024 masih memadai, dengan Risk Based Capital
(RBC) industri asuransi jiwa tercatat sebesar 420,67% dan asuransi umum dan reasuransi sebesar
325,93%, di atas ambang batas 120%. Di sisi industri dana pensiun, total aset dana pensiun per
Desember 2024 tumbuh sebesar 7,31% yoy menjadi sebesar Rp1.508,21 triliun dengan aset dana
pensiun sukarela sebesar Rp382,54 triliun atau tumbuh 3,75% yoy. Adapun outstanding
penjaminan per Desember 2024 tercatat terkontraksi 0,71% yoy menjadi Rp419,90 triliun dan
aset terkontraksi sebesar 0,04% yoy menjadi Rp46,39 triliun.
Di sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP)
tumbuh sebesar 6,82% yoy pada Desember 2024 menjadi Rp530,46 triliun, didukung
pembiayaan investasi yang meningkat sebesar 9,66% yoy. Profil risiko perusahaan pembiayaan
- 6 -
terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat sebesar 0,75% dan NPF gross
sebesar 2,70%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan masih berada pada level yang memadai dan
tercatat sebesar 2,31 kali, masih jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Sementara itu, pertumbuhan
pembiayaan modal ventura di Desember 2024 terkontraksi sebesar 8,72% yoy, dengan nilai
pembiayaan tercatat sebesar Rp16,48 triliun. Pada industri fintech peer to peer (P2P) lending,
outstanding pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 29,14% yoy atau sebesar Rp77,02 triliun dan
penyaluran kepada sektor produktif sebesar Rp8,45 triliun (30,19% dari total pembiayaan P2P).
Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) masih dalam kondisi terjaga di posisi 2,60%.
Dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan serta memperkuat peran sektor jasa
keuangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, OJK mengambil langkah-langkah
kebijakan sebagai berikut:
a. Sesuai dengan amanat UU P2SK, OJK mendapatkan mandat baru yaitu pengawasan PIKK,
kegiatan Bullion, Keuangan Derivatif, aset keuangan digital termasuk aset kripto, dan koperasi
open loop. Proses peralihan dan penerimaan mandat tersebut telah dilaksanakan dengan baik
termasuk penyiapan infrastruktur pengaturan dan pengawasannya.
b. Seiring peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto serta sebagai bagian dari upaya
memperkuat ekosistem keuangan digital di Indonesia, OJK telah menerbitkan 3 (tiga) ketentuan
tentang penyelenggaraan perdagangan aset keuangan digital dan aset kripto, mekanisme
pelaporan dan pengawasan aset keuangan digital dan aset kripto, dan Pemeringkat Kredit
Alternatif (PKA).
c. Dalam rangka melaksanakan amanat UU P2SK, OJK telah menyelaraskan beberapa ketentuan
(POJK dan SEOJK) dan kebijakan OJK, antara lain mengenai: pemanfaatan dan tata kelola
SIPELAKU, sebuah sistem yang memuat data dan informasi rekam jejak pelaku fraud di sektor
jasa keuangan; Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio),
dan Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) bagi Bank Umum
untuk memperkuat manajemen risiko likuiditas; serta pengaturan Konglomerasi Keuangan dan
Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK). Di sisi perlindungan konsumen, telah
diterbitkan ketentuan tentang Penilaian Sendiri terhadap Pemenuhan Ketentuan Pelindungan
Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
d. OJK mendukung program Pemerintah terkait penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya
bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), antara lain melalui penggunaan Sistem
Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam proses pemberian kredit/pembiayaan perumahan
sebagai salah satu informasi yang dapat digunakan dalam analisis kelayakan calon debitur, dan
bukan merupakan satu-satunya faktor dalam pemberian kredit/pembiayaan. OJK juga
menyiapkan kanal pengaduan khusus pada Kontak 157 untuk menampung pengaduan jika
terdapat kendala dalam proses pengajuan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) untuk MBR
dimaksud. Selanjutnya, OJK bersama stakeholder terkait akan membahas mengenai dukungan
likuiditas bagi pembiayaan program 3 juta rumah mengingat besarnya kebutuhan dana yang
dibutuhkan untuk program dimaksud, antara lain penyempurnaan skema Efek Beragun Aset
Surat Partisipasi (EBA SP) di Pasar Modal.
e. OJK juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk mendukung pembiayaan sektor
perumahan, yaitu: kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran (1 pilar),
lebih longgar dibandingkan kredit lainnya di mana bank menilai dengan 3 pilar (prospek usaha,
kinerja debitur, kemampuan membayar); KPR dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan
ditetapkan secara granular dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR Kredit);
serta mencabut larangan pemberian kredit pengadaan/pengolahan tanah sejak 1 Januari 2023
untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan.
f.
OJK bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia (KLH/BPLH) dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meresmikan Perdagangan
Internasional Perdana Unit Karbon Indonesia melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada
20 Januari 2025. Peresmian ini merupakan milestone dalam penyelenggaraan perdagangan
karbon di Indonesia. Selain itu, dalam upaya membangun ekosistem karbon yang transparan,
berintegritas, inklusif, dan adil, maka Pemerintah Indonesia telah melakukan penguatan atas
elemen-elemen penting dalam ekosistem karbon sesuai best practice internasional, yakni meliputi
penguatan: (1) Sistem Registri Nasional (SRN); (2) Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV); (3) Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK); dan (4) Otorisasi dan
Corresponding Adjustment (CA) pada perdagangan karbon luar negeri.
g. Sementara dari sisi pelindungan konsumen, sepanjang tahun 2024 OJK telah menerima dan
menangani 16.231 pengaduan terkait entitas ilegal, yang terdiri dari pinjaman online ilegal dan
investasi ilegal. Adapun Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI)
telah menghentikan 2.930 entitas pinjaman online ilegal dan 310 penawaran investasi ilegal di
sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat. Satgas PASTI juga telah
memproses pemblokiran terhadap 228 rekening bank atau virtual account yang dilaporkan terkait
dengan aktivitas keuangan ilegal, serta 1.692 nomor kontak pihak penagih (debt collector)
pinjaman online ilegal.
Dari sisi penjaminan simpanan perbankan, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh
simpanannya oleh LPS hingga akhir Desember 2024 mencapai 99,94% dari total rekening atau
setara 608.850.379 rekening untuk nasabah Bank Umum. Sementara itu untuk BPR/BPRS,
hingga akhir November 2024, jumlah rekening yang dijamin mencapai 99,98% dari total rekening
nasabah BPR/BPRS, atau setara dengan 15.817.553 rekening. Pada periode penetapan reguler
Triwulan I 2025 (Januari 2025), LPS menetapkan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan
(TBP) masing-masing sebesar 4,25% untuk simpanan Rupiah di Bank Umum dan 6,75% untuk
simpanan Rupiah di BPR; serta 2,25% untuk simpanan Valuta Asing (Valas) di Bank Umum. Tingkat
Bunga Penjaminan tersebut akan berlaku untuk periode 1 Februari 2025 sampai dengan 31 Mei 2025,
namun tetap terbuka untuk disesuaikan dalam hal terdapat perubahan suku bunga pasar, kondisi
perbankan dan perekonomian yang signifikan.
Kebijakan LPS terus diarahkan untuk mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan dan
kinerja ekonomi nasional dengan memastikan kecukupan cakupan penjaminan simpanan dan
melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap TBP agar tetap sejalan dengan perkembangan suku
bunga, kondisi likuiditas perbankan dan upaya mendukung kinerja ekonomi secara optimal. LPS
senantiasa akan berkoordinasi dengan otoritas lain untuk meningkatkan sinergi terkait program
penjaminan simpanan dan pelaksanaan penanganan bank oleh LPS. Selain itu, guna
memperkuat pemahaman publik, LPS terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait
fungsi, tugas, dan wewenang LPS.
LPS juga melanjutkan penyusunan kebijakan dan pengaturan yang mendukung
pengembangan dan penguatan sektor keuangan terkait program penjaminan simpanan dan
penanganan bank, dengan menerbitkan peraturan mengenai premi program restrukturisasi
perbankan, rencana resolusi bank umum, laporan bank peserta penjaminan simpanan, pelaporan
data penjaminan simpanan berbasis nasabah, dan penanganan bank yang mengalami permasalahan
solvabilitas. Selain itu, LPS juga tengah mempersiapkan pengaturan, proses bisnis, infrastruktur, dan
pengembangan SDM sebagai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan (UU P2SK) terkait program penjaminan polis yang akan dilaksanakan pada tahun 2028
serta pengaturan terkait pelaksanaan program restrukturisasi perbankan dalam hal terjadi krisis
sistem keuangan.
KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi potensi risiko
dari perkembangan ekonomi dan dinamika geopolitik dunia terutama rambatannya pada
perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy
response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK. KSSK
juga telah dan terus berkomitmen untuk mendukung sektor riil dan program Asta Cita Pemerintah
guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi mencapai kemakmuran bangsa.
Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan peraturan pelaksanaan amanat UU
P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan
dan masyarakat.
SSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan April 2025.