SIARAN PERS BERSAMA
SINERGI DORONG PEMBIAYAAN PERBANKAN, DUNIA USAHA OPTIMIS
SP - No.23/83/DKOM
SP - 28/KLI/2021
SP - 16/DHMS/OJK/4/2021
Sinergi
Kebijakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), perbankan dan dunia
usaha diarahkan untuk mendorong kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor
prioritas. Hal ini sejalan dengan Paket Kebijakan Terpadu KSSK untuk
Peningkatan Pembiayaan Dunia Usaha dalam rangka Percepatan Pemulihan
Ekonomi yang diputuskan pada 1 Februari 2021, yang mencakup (i)
Kebijakan insentif fiskal serta dukungan belanja Pemerintah dan
pembiayaan, (ii) Stimulus moneter, kebijakan makroprudensial akomodatif,
dan digitalisasi sistem pembayaran, (iii) Kebijakan prudensial sektor
keuangan, dan (iv) Kebijakan penjaminan simpanan. Dari sisi pelaku dunia
usaha, mereka optimis bahwa pemulihan ekonomi akan terus berlanjut. Hal
ini mengemuka dalam kegiatan Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional
di Surabaya pada hari ini (1/4), bersama dengan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, Wakil Menteri Keuangan RI
(Wamenkeu), Suahasil Nazara, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Heru Kristiyana dan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan
Subchi.
Deputi
Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menyampaikan bahwa secara
nasional, kredit dan pembiayaan perlu diarahkan ke sektor prioritas.
Berdasarkan pemetaan, terdapat 38 subsektor prioritas dengan kontribusi
besar pada PDB dan ekspor yang terdiri dari 6 subsektor berdaya tahan,
15 subsektor pendorong pertumbuhan serta 17 subsektor penopang
pemulihan. Khusus di Jawa Timur, 21 subsektor prioritas pada triwulan IV
2020 menunjukkan perbaikan kapasitas produksi dibandingkan dengan
triwulan III 2020 dan diperkirakan berlanjut pada triwulan I 2021.
Namun, penambahan pembiayaan melalui perbankan masih terbatas. Dalam hal
ini, bauran kebijakan Bank Indonesia tetap diarahkan untuk mendorong
pemulihan ekonomi, termasuk pembiayaan kepada dunia usaha. Bank
Indonesia telah menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak 6 (enam) kali
sejak 2020 sebesar 150 bps menjadi 3,50% dan melakukan injeksi
likuiditas yang besar. Selain itu, Bank Indonesia mendorong transparansi
Suku Bunga Dasar Kredit, memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi
Makroprudensial (RIM/RIM Syariah) dengan memasukkan wesel ekspor sebagai
komponen pembiayaan, serta memberlakukan secara bertahap ketentuan
disinsentif berupa Giro RIM/RIMS, untuk mendorong penyaluran
kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan ekspor.
Pada
kesempatan tersebut, Wamenkeu menyampaikan bahwa pada tahun 2021,
kerangka pemulihan ekonomi 2021, terpusat pada tiga hal yaitu pertama,
intervensi kesehatan melalui vaksinasi gratis dan disiplin dalam
penerapan protokol Covid-19. Kedua, survival and recovery kit untuk
menjaga kesinambungan bisnis, serta ketiga, reformasi struktural melalui
UU No. 11/2020 tentang UU Cipta Kerja. Selain itu, APBN didesain
sebagai upaya untuk kembali mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di
dalam APBN, terdapat anggaran PEN yang meningkat 22% menjadi
Rp699,43 triliun, yang menyasar kesehatan sebesar Rp176,30 triliun,
dukungan sosial sebesar Rp157,41 triliun, dukungan UMKM dan korporasi
sebesar Rp184,83 triliun, insentif usaha sebesar Rp58,46 triliun serta
Rp122,44 triliun untuk dukungan program prioritas. Lima program tersebut
diarahkan untuk menjadi game changer di tahun 2021.
Anggota
Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana menyampaikan bahwa OJK selama
masa pandemi ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus yang
bertujuan agar sektor jasa keuangan tetap kokoh dan sektor riil dapat
kembali bisa bangkit dengan kemudahan-kemudahan, seperti restrukturisasi
kredit dan pembiayaan. Orkestrasi kebijakan yang telah diterbitkan OJK
bersama stimulus dari Pemerintah dan Bank Indonesia telah membuat
stabilitas sistem keuangan terutama di industri perbankan terus terjaga.
Kebijakan-kebijakan stimulus tersebut telah membuat perbankan nasional
masih terjaga baik, dengan CAR 24,55% (Februari,yoy), aset (Rp9.124
triliun, Februari), dan DPK tumbuh 10,11% (yoy). Untuk mendorong
pertumbuhan kredit yang masih terkontraksi diperlukan sinergi kebijakan
dalam meningkatkan demand yang bisa menggulirkan sektor usaha. OJK
optimistis dengan berbagai respons kebijakan yang telah dilakukan maka
pertumbuhan kredit akan mulai tumbuh diperkirakan pada kuartal kedua.
Pada
kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi
menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan pendekatan dalam mengatasi
pandemi yang tepat (on track) baik dari sisi kesehatan dan
ekonomi, sehingga optimisme ke depan mulai terbangun baik di UMKM maupun
dunia usaha. Sementara itu, kehadiran UU Cipta Kerja diharapkan akan
memberikan kemudahan bagi pelaku usaha UMKM dan dunia usaha secara umum
untuk terus pulih.
Selain
itu, dalam sesi tanggapan, Lana Soelistianingsih, Kepala Eksekutif LPS
menyampaikan bahwa LPS melihat kepercayaan masyarakat terjaga yang
tercermin dari dana masyarakat di perbankan relatif stabil. Di sisi
lain, LPS berharap suku bunga kredit ke depan bisa terus turun sehingga
dapat mendukung penyaluran kredit yang penting dalam menopang pemulihan
ekonomi. Dalam hal ini, untuk mendorong pembiayaan perbankan kepada
dunia usaha, LPS mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu kebijakan
penurunan tingkat bunga pinjaman sebesar 150 bps untuk simpanan dalam
rupiah di Bank Umum dan BPR, serta 75 bps untuk simpanan dalam valas di
Bank Umum, kebijakan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi,
serta kebijakan relaksasi waktu penyampaian laporan.
***
Rahayu Puspasari
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Kementerian Keuangan
Erwin Haryono
Direktur Eksekutif
Informasi tentang Bank Indonesia
Anto Prabowo
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik
Otoritas Jasa Keuangan