SIARAN PERS 
STABILITAS SISTEM KEUANGAN YANG TERJAGA MENOPANG PROSES PEMULIHAN EKONOMI
Nomor: 4/KSSK/Pers/2020
Jakarta, 27 Oktober 2020
 – Stabilitas sistem keuangan (SSK) triwulan III 2020 tetap terjaga 
sehingga menopang pemulihan ekonomi yang berangsur membaik. 
Indikator SSK tetap berada pada kondisi normal di tengah masih tingginya
 ketidakpastian sebagai dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 
(Covid-19). Menghadapi ketidakpastian tersebut, Komite Stabilitas Sistem
 Keuangan (KSSK) akan terus memperkuat sinergi guna mempercepat 
pemulihan ekonomi dan menjaga SSK. Komitmen tersebut ditegaskan oleh 
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner 
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga 
Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK IV tahun 2020 pada 
Jumat (23/10) melalui konferensi video.
Aktivitas
 perekonomian global di triwulan III 2020 menunjukkan pemulihan pasca 
mengalami tekanan yang dalam pada triwulan II 2020 akibat pembatasan 
sosial di berbagai negara semenjak diumumkannya pandemi Covid-19 oleh 
World Health Organization (WHO). Perkembangan ini sejalan dengan revisi 
International Monetary Fund (IMF) terhadap proyeksi pertumbuhan PDB 
global tahun 2020 menjadi -4,4 persen (yoy), dari proyeksi Juni 2020 
sebesar -5,2 persen (yoy). Revisi tersebut terutama ditopang pemulihan 
aktivitas ekonomi triwulan III 2020 di negara maju dan Tiongkok yang 
lebih baik dari perkiraan serta mobilitas global yang kembali meningkat 
pasca pelonggaran pembatasan sosial.
Perekonomian
 domestik juga secara berangsur-angsur membaik, terutama setelah 
mengalami tekanan pada triwulan II 2020 sebesar -5,32 persen, didorong 
oleh percepatan realisasi stimulus fiskal dan perbaikan ekspor. Belanja 
Pemerintah pada triwulan III 2020 meningkat untuk bantuan sosial dan 
dukungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam kerangka program 
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Langkah tersebut mengurangi kontraksi 
pada konsumsi rumah tangga yang menunjukkan adanya perbaikan. Selain 
itu, kinerja ekspor menunjukan perbaikan, terutama pada komoditas 
seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk 
tekstil (TPT), ditopang berlanjutnya peningkatan permintaan global 
terutama dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Meskipun investasi masih 
dalam tekanan, beberapa sektor menunjukan perbaikan, seperti sektor 
bangunan, seiring berlanjutnya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pemulihan
 ekonomi didukung stabilitas makroekonomi yang tetap baik. Inflasi 
berada pada level yang rendah sebesar 1,42 persen (yoy) pada September 
2020 sejalan permintaan yang belum kuat di tengah pasokan yang memadai. 
Ketahanan sektor eksternal terjaga tercermin pada defisit transaksi 
berjalan keseluruhan tahun 2020 yang diperkirakan tetap rendah ditopang 
surplus neraca perdagangan triwulan III 2020 sebesar USD8,03 miliar. 
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2020 tetap tinggi 
sebesar USD135,2 miliar, meningkat dari USD131,7 miliar pada Juni 2020, 
setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan 
pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Nilai tukar Rupiah relatif 
terkendali didukung langkah langkah stabilisasi BI. Pada triwulan III 
2020, nilai tukar Rupiah secara point to point mengalami 
depresiasi 4,20 persen sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian 
pasar keuangan baik karena faktor global maupun domestik.
KSSK
 terus mendukung proses pemulihan ekonomi yang telah berjalan dengan 
memobilisasi seluruh instrumen kebijakan dan regulasi. Koordinasi 
kebijakan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan kredit, baik dari sisi 
penawaran maupun permintaan, dengan terus menjaga SSK. Dari sisi fiskal,
 pelaksanaan anggaran hingga akhir tahun akan terus dimaksimalkan. 
Kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif akan terus 
ditempuh. Program kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan 
dan lembaga pembiayaan akan terus didukung.
Dari sisi pengelolaan fiskal, APBN telah melaksanakan fungsi countercyclical yang
 efektif pada triwulan III 2020, ditunjukkan dengan defisit APBN hingga 
akhir triwulan III 2020 yang mencapai Rp682,1 triliun atau 4,16 persen 
terhadap PDB. Realisasi Pendapatan Negara adalah sebesar Rp1.159,0 
triliun atau 68,2 persen dari target dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020, 
atau tumbuh negatif 13,7 persen (yoy), seiring kontraksi pada 
penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sesuai 
dengan perlambatan aktivitas ekonomi dan peningkatan pemanfaatan 
stimulus perpajakan. Realisasi Belanja Pemerintah mengalami akselerasi 
pada triwulan III 2020 dengan pertumbuhan 15,5 persen (yoy), 
mencapai Rp1.841,1 triliun atau 67,2 persen dari anggaran. Belanja 
meningkat tajam pada program PEN serta percepatan penyaluran Transfer ke
 Daerah dan Dana Desa (TKDD). Ke depan, Pemerintah akan terus mendorong 
pelaksanaan APBN sampai dengan akhir tahun anggaran 2020 dan mulai 
mempersiapkan pelaksanaan APBN 2021 untuk menjaga momentum pemulihan 
ekonomi.
Dari
 sisi moneter, BI melanjutkan kebijakan moneter dan makroprudensial yang
 longgar. Selama triwulan III 2020, suku bunga kebijakan BI 7 - Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) telah diturunkan sebesar 25 bps menjadi
 4,00 persen. BI juga memperkuat bauran kebijakan dengan (i) melanjutkan
 kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan fundamental dan 
mekanisme pasar; (ii) melanjutkan injeksi likuiditas (Quantitative Easing)
 ke pasar keuangan dan perbankan; (iii) melanjutkan komitmen pendanaan 
APBN melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar perdana 
dalam mendukung program PEN; (iv) memperpanjang periode ketentuan 
insentif pelonggaran giro wajib minimum (GWM) Rupiah sebesar 50 bps bagi
 bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta kredit 
non - UMKM sektor - sektor prioritas dalam PEN sampai dengan 30 Juni 2021; 
(v) memberikan jasa giro kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM dalam 
Rupiah; dan (vi) melanjutkan perluasan akseptasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk percepatan pemulihan ekonomi dan keuangan digital khususnya UMKM sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.
Ketahanan
 sektor jasa keuangan masih dalam kondisi yang baik dan terkendali 
ditunjukkan oleh permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil 
risiko yang terjaga. Rasio permodalan bank, Capital Adequacy Ratio (CAR),
 terjaga di level yang cukup tinggi pada Agustus 2020, yaitu 23,39 
persen dibandingkan triwulan II 2020 yang berada di level 22,50 persen 
serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan 
asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330,5 persen. 
Kecukupan likuiditas perbankan juga terjaga dengan ditunjukkan oleh 
indikator Alat Likuid per Non Core Deposit (AL/NCD) hingga 14 
Oktober 2020 menguat menjadi 153,60 persen sementara triwulan II 2020 
tercatat sebesar 122,59 persen dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak
 Ketiga (AL/DPK) berada di level 32,88 persen dibandingkan 26,24 persen 
pada triwulan II 2020, jauh berada di atas threshold minimum.
Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus 2020 tumbuh sebesar 11,64 persen (yoy),
 meningkat dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan II 2020 yang 
sebesar 7,95 persen, didominasi oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang 
mencapai 15,26 persen (yoy). Sementara itu, kredit perbankan tumbuh sebesar 1,04 persen (yoy)
 pada Agustus 2020 setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada 
bulan April hingga Juni 2020. Penghimpunan total premi untuk industri 
asuransi tercatat sebesar Rp326,7 triliun sampai dengan Agustus 2020, 
lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp243,2 
triliun. Di pasar modal, penghimpunan dana hingga 20 Oktober 2020 
mencapai Rp92,2 triliun dengan 45 emiten baru, dan terdapat 50 emiten 
yang akan melakukan penawaran umum mencapai Rp21,2 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan sedikit mengalami peningkatan pada Agustus 2020 tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar 3,22 persen sementara pada triwulan II 2020 sebesar 3,11 persen. Non-perfoming financing (NPF)
 perusahaan pembiayaan pada Agustus 2020 berada pada level 5,23 persen, 
sedikit meningkat dari posisi pada triwulan II 2020 yang berada di level
 5,17 persen.
OJK
 tetap fokus memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi 
potensi risiko terhadap SSK dan terus memitigasi dengan kebijakan countercyclical untuk
 membantu percepatan pemulihan sektor riil dan perekonomian secara 
keseluruhan. Program restrukturisasi kredit di sektor perbankan per 28 
September 2020 mencapai Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur dan di 
perusahaan pembiayaan per 29 September 2020 mencapai Rp170,17 triliun 
untuk 4,6 juta kontrak.
Dalam
 rangka mendorong pemulihan kredit, Pemerintah melakukan penempatan dana
 Pemerintah di perbankan, di mana Bank Himbara menerima penempatan dana 
sebesar Rp47,5 triliun yang mendorong kredit sebesar Rp166,39 triliun. 
Sementara, Bank Pembangunan Daerah telah menerima penempatan dana 
sebesar Rp14 triliun yang mendorong penyaluran kredit sebesar Rp17,39 
triliun dan Bank Syariah mendapatkan penempatan dana sebesar Rp3 triliun
 yang disalurkan dalam bentuk kredit sebesar Rp1,7 triliun. OJK akan 
terus mendorong penyaluran kredit dari penempatan dana Pemerintah.
Sejalan
 dengan tren penurunan suku bunga simpanan dan kondisi likuiditas 
perbankan yang relatif terjaga, LPS pada September 2020 telah menurunkan
 tingkat bunga penjaminan. Tingkat bunga penjaminan yang berlaku untuk 
simpanan Rupiah pada Bank Umum dan BPR masing-masing turun 25 bps 
menjadi 5,00 persen dan 7,50 persen. Sementara itu, tingkat bunga 
penjaminan untuk valuta asing pada Bank Umum juga turun 25 bps menjadi
 1,25 persen. LPS akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap 
kebijakan tingkat bunga penjaminan sesuai dengan kondisi likuiditas 
perbankan, hasil asesmen atas kondisi makroekonomi, dan SSK.
Per
 September 2020, jumlah rekening simpanan yang dijamin LPS adalah 
sebesar 99,91 persen dari total rekening atau setara dengan 335.311.847 
rekening. Sementara itu, secara nominal jumlah simpanan yang dijamin 
sesuai dengan ketentuan program penjaminan (maksimum Rp2 miliar per 
nasabah per bank) mencapai Rp3.418,95 triliun.
Sejalan
 dengan masih adanya ketidakpastian akibat penyebaran Covid-19, KSSK 
akan terus memperkuat sinergi kebijakan dan siap mengambil 
langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan untuk menjaga SSK dan
 mendorong pemulihan ekonomi, dengan mencermati dinamika perekonomian 
dan pasar keuangan global dan domestik.
KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Januari 2021.