I. Latar Belakang
Dengan
adanya dinamika nasional, regional maupun global yang diiringi dengan
perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin
kompleks, sehingga berpotensi akan meningkatkan peluang bagi para
pelaku kejahatan untuk menyalahgunakan fasilitas dan produk perbankan
sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, dengan modus
operandi yang lebih canggih.
Selain itu, Rekomendasi Financial Action Task Force (FATF) juga
mengalami penyesuaian sehingga menjadi lebih komprehensif dalam
mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ketentuan Bank Indonesia mengenai
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
Bagi Bank Umum yang selama ini diterapkan, dinilai perlu disesuaikan
dalam rangka harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan standar internasional. Penyesuaian pengaturan tersebut
antara lain meliputi:
1. Pengaturan mengenai transfer dana.
2. Pengaturan mengenai area berisiko tinggi.
3. Pengaturan Customer Due Dilligence (CDD) sederhana khususnya dalam
rangka mendukung dengan strategi nasional dan global keuangan inklusif
(financial inclusion).
4. Pengaturan mengenai Cross Border Correspondent Banking.
II. Pokok-pokok pengaturan
1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris
Pengawasan aktif Direksi paling kurang mencakup:
a. memastikan Bank memiliki kebijakan dan prosedur program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT);
b. mengusulkan kebijakan tertulis program APU dan PPT kepada Dewan Komisaris;
c. memastikan penerapan program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan;
d. membentuk unit kerja khusus yang melaksanakan program APU dan PPT
dan/atau menunjuk Pejabat yang bertanggungjawab terhadap Program APU dan
PPT di Kantor Pusat;
e. melakukan pengawasan atas kepatuhan satuan kerja dalam menerapkan program APU dan PPT;
f. memastikan bahwa kantor cabang wajib memiliki unit kerja khusus dan memiliki:
- pegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus; atau
- pejabat yang mengawasi penerapan program APU dan PPT.
g. memastikan bahwa kantor cabang dengan kompleksitas usaha yang tinggi
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf f di atas dan
terpisah dari satuan kerja yang melaksanakan kebijakan dan prosedur
program APU dan PPT.
h. memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU
dan PPT sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan
teknologi Bank serta sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang
atau pendanaan terorisme; dan
i. memastikan bahwa seluruh pegawai, khususnya pegawai dari unit kerja
terkait dan pegawai baru, telah mengikuti pelatihan yang berkaitan
dengan program APU dan PPT secara berkala.
Sementara itu, Pengawasan aktif Dewan Komisaris paling kurang mencakup:
- persetujuan atas kebijakan penerapan program APU dan PPT; dan
- pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi terhadap penerapan program APU dan PPT
2. Kebijakan dan prosedur
Dalam menerapkan program APU dan PPT, Bank wajib memiliki pedoman
pelaksanaan Program APU dan PPT yang memuat kebijakan dan prosedur
tertulis paling kurang mencakup:
a. permintaan informasi dan dokumen;
b. Beneficial Owner;
c. verifikasi dokumen;
d. CDD yang lebih sederhana;
e. penutupan hubungan dan penolakan transaksi;
f. ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP;
g. pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga;
h. pengkinian dan pemantauan;
i. Cross Border Correspondent Banking;
j. transfer dana;
k. penatausahaan dokumen; dan
l. pelaporan kepada PPATK
3. Pengendalian Intern
Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang efektif. Dalam
memastikan efektivitas penerapan program APU dan PPT oleh Bank, Bank
mengoptimalkan satuan kerja Audit Intern yang telah ada antara lain
untuk melakukan uji kepatuhan (termasuk penggunaan sample testing)
terhadap kebijakan dan prosedur yang terkait dengan program APU dan PPT
Pelaksanaan sistem pengendalian intern yang efektif antara lain
dibuktikan dengan:
a. dimilikinya kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai;
b. adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU dan PPT;
c. dilakukannya pemeriksaan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan program APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern.
4. Sistem informasi manajemen
Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi,
menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai
karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah Bank. Sistem
informasi tersebut harus dapat memungkinkan Bank untuk menelusuri setiap
transaksi (individual transaction) apabila diperlukan, baik untuk
keperluan intern dan atau Bank Indonesia, maupun dalam kaitannya dengan
kasus peradilan.
Selain itu, Bank wajib memiliki dan memelihara profil Nasabah secara
terpadu (Single Customer Identification File), yang merupakan data
profil Nasabah yang mencakup seluruh rekening yang dimiliki oleh satu
Nasabah pada suatu Bank antara lain tabungan, deposito, giro dan kredit,
serta memiliki dan memelihara profil WIC.
5. Sumber daya manusia dan pelatihan
Untuk mencegah digunakannya Bank sebagai media atau tujuan pencucian
uang atau pendanaan terorisme yang melibatkan pihak intern Bank, Bank
wajib melakukan:
a. prosedur penyaringan dalam rangka penerimaan karyawan baru (pre employee screening); dan
b. pengenalan dan pemantauan terhadap profil karyawan. Pemanfaatan jasa
perbankan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme
dimungkinkan juga melibatkan karyawan Bank itu sendiri. Dengan demikian
untuk mencegah ataupun mendeteksi terjadinya dugaan tindak pidana
pencucian uang yang dilakukan melalui lembaga perbankan perlu diterapkan
Know Your Employee (KYE) yang diantaranya adalah melalui prosedur pre
employee screening, pengenalan dan pemantauan profil yang mencakup
karakter, perilaku dan gaya hidup karyawan.
Bank wajib menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan tentang:
a. implementasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program APU dan PPT;
b. eknik, metode, dan tipologi pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan
c. Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT serta peran dan
tanggungjawab pegawai dalam memberantas pencucian uang atau pendanaan
terorisme.
6. Penerapan Program APU dan PPT bagi Kantor Cabang dari Bank yang Berbadan hukum Indonesia di luar negeri
Dalam hal ini berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bank yang berbadan hukum Indonesia wajib meneruskan kebijakan dan
prosedur program APU dan PPT ke seluruh jaringan kantor dan anak
perusahaan di luar negeri, dan memantau pelaksanaannya.
b. Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor Bank memiliki peraturan
APU dan PPT yang lebih ketat, maka kantor Bank dimaksud wajib tunduk
pada ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas negara dimaksud.
c. Dalam hal di negara tempat kedudukan kantor Bank belum mematuhi
rekomendasi FATF atau sudah mematuhi namun standar Program APU dan PPT
yang dimiliki lebih, kantor Bank dimaksud wajib menerapkan Program APU
dan PPT sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
d. Dalam hal penerapan Program APU dan PPT mengakibatkan pelanggaran
terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat
kedudukan kantor Bank berada maka pejabat kantor Bank di luar negeri
tersebut wajib menginformasikan kepada kantor pusat Bank dan Bank
Indonesia.
7. Pelaporan
Dalam menerapkan program APU dan PPT, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia
a. penyesuaian action plan pelaksanaan program APU dan PPT dalam laporan
pelaksanaan tugas Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan pada bulan
Juni 2013;
b. penyesuaian Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) paling lambat 6 (enam) bulan sejak
diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia;
c. laporan rencana kegiatan pengkinian data disampaikan setiap tahun
dalam Laporan Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan bulan Desember;
d. laporan realisasi pengkinian data disampaikan setiap tahun dalam
laporan pelaksanaan tugas Direktur yang membawahkan fungsi Kepatuhan
bulan Desember.
8. Sanksi
Terdapat pengenaan sanksi administratif terhadap kewajiban penyampaian pedoman dan laporan berupa:
a. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari
keterlambatan dan setinggi-tingginya Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
b. dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Selain itu, terhadap Bank yang:
a. tidak melaksanakan komitmen penyelesaian hasil temuan pemeriksaan
Bank Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) kali pemeriksaan; dan/atau
b. tidak melaksanakan komitmen yang telah dituangkan dalam action plan dan/atau rencana kegiatan pengkinian data,
c. tidak melaksanakan kebijakan dan prosedur yang tertuang dalam pedoman
pelaksanaan program APU dan PPT yang berdampak signifikan terhadap
pelaksanaan program APU dan PPT, dikenakan sanksi administratif berupa
kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
9. Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, maka Peraturan
Bank Indonesia No.11/28/PBI/2009 mengenai Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 106, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5032), dinyatakan dicabut dan
tidak berlaku. Seluruh ketentuan Bank Indonesia yang mengacu kepada
ketentuan mengenai Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum selanjutnya mengacu kepada Peraturan
Bank Indonesia ini, kecuali diatur tersendiri.