Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan merupakan salah satu
tonggak penting dalam sejarah sektor keuangan Indonesia, termasuk bagi
industri LPBBTI. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan
dan Penguatan Sektor Keuangan memberikan landasan hukum bagi kegiatan
LPBBTI, antara lain diaturnya ruang lingkup kegiatan LPBBTI, bentuk badan
hukum, kepemilikan, sumber dana penyertaan, izin usaha, dan
penyelenggaraan usaha. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juga mengamanatkan
ketentuan dalam Pasal 106 ayat (6), Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (3), Pasal
113 ayat (4), Pasal 114 ayat (3), Pasal 115 ayat (5), Pasal 116 ayat (3), Pasal 121
ayat (2), Pasal 122 ayat (3), Pasal 123 ayat (2), Pasal 124 ayat (2), Pasal 125 ayat
(4), Pasal 128 ayat (4), Pasal 252 ayat (4), Pasal 269, Pasal 270 ayat (3), dan Pasal
282 ayat (3) untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
yang mengatur LPBBTI. Model bisnis LPBBTI yang berbeda dengan sektor jasa
keuangan lainnya, di mana Penyelenggara hanya bertindak sebagai perantara,
dan tidak dapat berperan sebagai pihak yang mengumpulkan dana pihak ketiga
atau turut mengambil risiko atas peminjaman dana yang diberikan oleh
Pemberi Dana kepada Penerima Dana, memiliki risiko yang cukup tinggi. Selain
itu, model bisnis LPBBTI yang menggunakan pemanfaataan Teknologi Informasi
secara kompleks tersebut juga turut menyumbangkan eksposur risiko yang
cukup tinggi.
Dasar hukum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) ini adalah: UU No. 21
Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023; dan UU
No. 4 Tahun 2023.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama
Berbasis Teknologi Informasi mengatur beberapa hal berikut:
a. bentuk badan hukum penyelenggara;
b. kegiatan usaha penyelenggara;
c. batas maksimum Pendanaan;
d. larangan melakukan pendanaan selain kepada penerima dana yang
berdomisili di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. mitigasi risiko; dan
f.
ekuitas minimum.
bentuk badan hukum penyelenggara terdiri atas:
a. perseroan terbatas; dan
b. koperasi.
kegiatan usaha penyelenggara terdiri atas:
a. penyediaan;
b. pengelolaan; dan
c. pengoperasian,
LPBBTI.
Batas maksimum pendanaan konsumtif dan produktif kepada setiap penerima
dana sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Penyelenggara dapat memberikan Pendanaan produktif melebihi batasan
maksimum sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sepanjang
memenuhi ketentuan:
a. memiliki kualitas Pendanaan macet maksimal 5% (lima persen) dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir; dan
b. tidak sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha atau
pembekuan kegiatan usaha sebagian atau seluruhnya dari Otoritas Jasa
Keuangan.
Penyelenggara dilarang melakukan pendanaan selain kepada penerima dana
yang berdomisili di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggara wajib melakukan mitigasi risiko paling sedikit berupa:
a. analisis risiko pendanaan yang diajukan oleh penerima dana;
b. verifikasi identitas pengguna dan keaslian dokumen; dan
c. penagihan atas pendanaan yang disalurkan secara optimal.
Penyelenggara wajib menerapkan mitigasi risiko penyaluran
Pendanaan dengan memperhatikan:
a. batas minimum usia calon Penerima Dana; dan
b. batas minimum penghasilan calon Penerima Dana.
Penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas minimum paling sedikit
Rp12.500.000.000,00 (dua belas miliar lima ratus juta rupiah).