Otoritas Jasa Keuangan, 6 Juni 2014: Anggota
Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen mewakili Indonesia
menghadiri International Network on Financial Education
OECD/INFE Advisory
Board Meeting dan OECD/INFE Technical Meeting pada 2021 Mei 2014 di Istanbul, Turki. OECD/INFE yang dibentuk empat tahun silam, adalah forum
lembaga pemerintah dari berbagai negara yang memiliki kepedulian di bidang
edukasi keuangan.
Untuk memberikan panduan program
kerja OECD/INFE, dibentuk juga OECD/INFE Advisory Board. Hingga kini terdapat 15 negara yang termasuk
dalam OECD/INFE Advisory Board,
90 institusi dari 68 negara termasuk dalam OECD/INFE full membership,
dan 144 institusi dari 76 negara termasuk dalam OECD/INFE regular
member. Saat ini, OJK telah menjadi full
member.
Pertemuan OECD/INFE Advisory Board ini adalah yang kali pertama diikuti oleh OJK menggantikan perwakilan Indonesia yang sebelumnya
dijabat oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Dalam kesempatan ini,
disajikan key directions bagi Komite Teknis INFE 2015-2016
yang terbagi menjadi beberapa sub-grup sebagai
berikut:
1. National strategy for financial education
2. Financial education for financial inclusion
3. Financial education for long-term saving and investment
4. Core competencies on financial literacy
5. Measurement of financial literacy and inclusion
6. Evaluation of the Efficiency of Financial Education
Programmes
7. Empowering Women through Financial Awareness and
Education
Selain itu, disepakati
untuk menyusun Core Competencies di bidang literasi keuangan untuk
pemuda (usia 1518 tahun), serta pelaksanaan survei literasi keuangan secara
bersama-sama dengan menggunakan OECD/INFE toolkit. Survei direncanakan dilaksanakan
pada awal 2015. Dalam rangka implementasi
National Strategies for Financial Education di beberapa negara, peserta
pertemuan merasa perlu menyusun policy handbook dalam
rangka pelaksanaan strategi nasional literasi keuangan, dan menyusun guidelines
bagi sektor privat dalam melaksanakan edukasi keuangan.
Guidelines bagi
sektor privat menjadi sangat penting untuk memastikan pelaksanaan edukasi oleh
sektor privat telah dikoordinasikan, dimonitor, dan dievaluasi. Pun mencegah
terjadinya duplikasi kegiatan. Keterlibatan sektor privat, khususnya Pelaku
Usaha Jasa Keuangan (PUJK), telah termuat dalam POJK No. 1/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa PUJK wajib
menyelenggarakan edukasi keuangan dan melaporkannya kepada OJK.
Dalam pertemuan tersebut
juga dibahas perlunya meningkatkan financial empowerment (mencakup program
perlindungan konsumen keuangan, inklusi keuangan, dan literasi keuangan) bagi vulnerable
groups dan program pemberdayaan bagi TKI serta keluarganya. Dengan segala
keterbatasannya, program peningkatan financial empowerment bagi vulnerable
groups memerlukan usaha tambahan dan kebijakan yang terintegrasi antara
pelaksaan edukasi keuangan, pembukaan akses keuangan, dan program perlindungan
konsumen keuangan. Termasuk di dalamnya adalah program pemberdayaan bagi TKI dan
keluarganya.
Penelitian World Bank pada 2010 menunjukkan TKI dan keluarganya
memiliki keterbatasan pengetahuan, keterbatasan akses keuangan, dan
keterbatasan dalam merencanakan dan mengelola keuangan. Pembahasan terakhir
adalah perlunya melakukan Financial Education for Long-term Savings and
Investments (LTSI). Pembahasan tentang LTSI menjadi fokus OECD/INFE karena 'dunia' yang semakin menua dan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
mencukupi kebutuhan penduduknya dalam menghadapi hari tua. Pembahasan OECD/INFE dapat dilihat di http://www.oecd.org/finance/financial-education/.