Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, 23 Mei 2016: Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad hadir dalam seminar bertajuk Inovasi Rantai Nilai Sektor Agro dalam Mendukung Implementasi Financial Inclusion untuk Petani yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta, Senin (23/5). Dalam sambutannya, Ketua DK menjabarkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi para petani Indonesia.
Sebagaimana diketahui, sektor agro atau pertanian memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mencapai 13,6 persen, tertinggi kedua setelah sektor industri pengolahan yang berkontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar 20,8 persen. Lebih dari separuh PDB sektor industri pengolahan adalah berbasis pertanian. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan penyerap terbesar tenaga kerja, yaitu sekitar 35 persen dari total tenaga kerja.
Apabila sektor pertanian ini kita pandang secara holistik dari hulu (atau on farm) hingga hilir (atau down stream industries) dalam suatu rantai nilai, maka kontribusinya terhadap PDB secara agregat mencapai sekitar 55 persen. Manakala rantai nilai-rantai nilai komoditas pertanian yang jenis dan jumlahnya banyak sekali di Indonesia (baik tanaman pangan, tanaman perkebunan, hortikultura, dan peternakan), kita kembangkan dengan menggunakan teknologi dan dukungan sistem logistik moderen, maka tidak hanya PDB Indonesia saja yang semakin meningkat, kesejahteraan petani dan pelaku ekonomi pedesaan lainnya pun akan semakin meningkat.
"Masalahnya adalah, dari total 26,1 juta rumah tangga usaha pertanian di seluruh Indonesia, 56 persen di antaranya (atau 14,6 juta rumah tangga usaha pertanian) memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar. Luasan yang marjinal ini jauh di bawah skala keekonomian," ujar Muliaman.
Ia menambahkan, selain itu, kendala terberat yang dihadapi oleh para petani kita ini adalah kesulitan permodalan. Lahan pertanian yang relatif kecil dan tidak pula memiliki sertifikat, menyebabkan petani sulit mendapatkan pembiayaan formal yang jauh lebih efisien dibandingkan “pelepas uang” atau rentenir.
Kesulitan permodalan menghambat petani untuk bisa menggunakan input-input pertanian yang berkualitas maupun untuk menerapkan teknologi baru. Apabila kendala-kendala ini tidak diatasi secara serius, maka produktivitas dan daya saing komoditas pertanian kita akan mengalami stagnasi, sehingga kesejahteraan rumah tangga usaha pertanian semakin sulit untuk ditingkatkan.
"Oleh karena itu, akses para petani terhadap sumber-sumber permodalan formal sudah saatnya untuk diperlebar. Kita berterima kasih kepada pemerintah yang telah mengembangkan KUR, yang juga dibuka aksesnya kepada petani," tuturnya.
Namun demikian, skema-skema pembiayaan lainnya perlu terus dikembangkan, sehingga semakin terbuka akses petani untuk mendapatkan pembiayaan.Financial inclusion perlu dipercepat dan diperluas, hingga mencakup para petani dan pelaku ekonomi lainnya sepanjang rantai nilai komoditas pertanian, terutama mereka yang berada di pedesaan.
"Perlu kami sampaikan bahwa sekitar 2/3 dari total penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan. Langkah-langkah nyata untuk membuka akses petani dan pelaku ekonomi pedesaan lainnya terhadap sumber permodalan akan meningkatkan kinerja usaha dan pendapatannya, sehingga sangat potensial mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan," tandas Ketua DK OJK.