a. Prinsip-prinsip Dasar Syariah Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan Prinsip-Prinsip Syariah. Implementasi prinsip syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank konvensional. Pada intinya prinsip syariah tersebut mengacu kepada syariah Islam yang berpedoman utama kepada Al Quran dan Hadist.Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas).Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu : Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah. Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya.Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah Akhlaq : landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan "Tidaklah sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah" Cukup banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara lain secara garis besar adalah sebagai berikut:
Dalam operasionalnya, perbankan syariah harus selalu dalam koridor-koridorprinsip-prinsip sebagai berikut:
Prinsip-Prinsipsyariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Ada banyak ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang keharaman riba, diantaranya:
Jenis-jenis Riba
Menurut para ulama fiqih, riba dibagi menjadi 4 (empat) macam:
Hikmah Pelarangan Riba
Banyak pihak yang telah menyatakan pandangan berbeda mengenai dasar rasional atau tujuan pengharaman riba oleh Syariah. Secara keseluruhan, keadilan sosio ekonomi dan distribusi, keseimbangan antargenerasi, instabilitas perekonomian, dan kehancuran ekologis dianggap sebagai dasar pengharaman riba. Mengingat semua teks dan prinsip yang relevan dalam hukum Islam, alasan satu-satunya yang meyakinkan adalah tentang keadilan distribusi karena pengharaman Riba dimaksudkan untuk mencegah akumulasi kekayaan pada segelintir orang, yaitu harta itu jangan hanya "beredar di antara orang-orang kaya" (Kitab Suci Al-Quran, 59:7). Oleh sebab itu, tujuan utama pelarangan atas Riba adalah untuk menghalangi sarana yang dapat menuntun ke akumulasi kekayaan pada segelintir pihak, baik itu bank maupun individu.
b. Pendapat Ulama tentang Bunga Bank
Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang di haramkan Allah SWT., seperti dikemukakan,antara lain,olehAl-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi'I) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur'an, atas dua pandangan.Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al Qur'an, baik riba naqad maupun riba nasi'ah.Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur'an sesungguhnya hanya mencakup riba nasai'yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihang berhutang tidak membayarnya,ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah : "… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… " kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur'an.
Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang di haramkan Allah SWT dalam Al-Quran,karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam system bunga tambahan sudah langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.
Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama' sepakat bahwa bunga bank adalah riba, oleh karena itulah hukumnya haram. Pertemuan 150 Ulama' terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank. Berbagai forum ulama internasional yang juga mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank.
Abu zahrah, Abu 'ala al-Maududi Abdullah al-'Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak. Namun yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.
Ketetapan akan keharaman bunga Bank oleh berbagai forum Ulama Internasional, antara lain:
Right Menu