Sekarang Saatnya! Masyarakat Indonesia Bangun Persepsi Demi Pertumbuhan Ekonomi Nasional
02 November 2017
Perekonomian Indonesia pada 2018 diproyeksikan tumbuh sebesar 5,4%. Indikator ekonomi internal dan eksternal diyakini akan berdampak positif terhadap pemulihan ekonomi Indonesia, antara lain tren peningkatan harga komoditas global, inflasi terjaga di level rendah, pertumbuhan kredit, maraknya perekonomian digital, serta stabilitas politik nasional. Pemerinta bertekad untuk menyinergikan regulasi dan tata kelola pemerintahan yang baik guna menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Demikian rangkuman proyeksi ekonomi di tahun depan yang dijabarkan oleh Jusuf Kalla, Wakil Presiden, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Rosan Perkasa Roeslani, Ketua Kadin di acara Prospek Ekonomi Indonesia 2018 yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta, pada Kamis (2/11/2017). Jusuf Kalla optimistis perekonomian Indonesia di tahun depan akan lebih baik dibandingkan targe pertumbuhan ekonomi di tahun ini. Salah satu faktor pendorongnya adalah membaiknya harga komoditas global, semisal batu bara dan kelapa sawit. Wakil Presiden mengemukakan peningkatan harga komoditas itu akan meningkatkan pasar ekspor dan menambah penerimaan pajak dari transaksi ekspor komoditas. "Harga batu bara sekarang sudah mendekati US$ 100 per ton, harganya kembali dibandingkan harga 5 tahun lalu. Harga sawit juga sekitar US$ 600, sempat jatuh US$ 450. Artinya, penerimaan pajak di sektor itu akan naik," ujar Jusuf Kalla. Setali tiga uang, Bank Indonesia juga mengamati peningkatan harga komoditas yang akan menggairahkan perekonomian nasional. Di sisi lain, iklim investasi bakal sejuk seiring dengan meningkatnya peringkat Indonesia dalam Ease of Doing Business (EODB) yang dilansir Bank Dunia. Posisi EODB di Indonesia naik ke peringkat ke-72 dari peringkat ke-91. Indikator makroekonomi Indonesia stabil, dengan tingkat inflasi terjaga di kisaran 3-4%. Pada Oktober 2017, tingkat inflasi berada di level 3,07%, lebih baik dari Oktober 2016 di posisi 3,31%. Agus menambahkan pertumbuhan ekonomi akan sesuai ekspektasi. ”Tahun depan ekonomi optimistis tumbuh 5,1-5,5%. Parlemen setuju 5,4% sejalan proyeksi BI. Inflasi akan berada di kisaran 3,5 plus minus 1 persen, stabilitas sistem keuangan dan makro ekonomi positif,” tutur Agus. Wimboh menyebutkan, OJK mengestimasikan pertumbuhan ekonomi pada 2018 berkisar 5,2-5,3% dengan inflasi 4%. Lalu, pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) perbankan berkisar 10 % hingga 12%.“Momentum pertumbuhan pada 2018 juga ditopang pembangunan infrastruktur di daerah dan kinerja lembaga jasa keuangan domestik yang secara umum tetap solid,” ungkap Wimboh. Proyeksi ini antara lain mempertimbangkan indikator perekonomian nasional yang kian positif. Dalam dua tahun terakhir, inflasi terkendali 3,3% di tahun 2015 dan, 3,02% pada 2016. Dibanding 3-4 tahun lalu, inflasi di level 8%. Nah, inflasi pada Oktober tahun ini, secara year on year di level 3,8%. ”Jadi, kalau saat ini sudah 3,3% harus tetap dijaga,” ucap Agus. Persepsi investor terhadap perekonomian nasional juga kian apik lantaran tiga lembaga pemeringkat internasional menyematkan rating layak investasi ke Indonesia. Kemudian, nilai tukar tahun lalu berada diperingkat dua terbaik Asia. Saat ini, secara year to date nilai tukar rupiah terdepreasi 1% sehingga stabilitas rupiah terjaga dengan baik apabila menilik tahun 2013-2014 yang terkoreksi hingga 21%. Agus menambahkan aliran dana asing yang masuk di tahun lalu tercatat Rp 120 triliun, lalu di awal tahun ini hingga Oktober mencapai Rp 130 triliun. Sinyalemen ini menambah kepercayaan diri pemerintah meningkatkan perekonomian nasional. Namun, lanjut Jusuf Kalla, risiko internal dan eksternal juga perlu dicermati agar target pembangunan ekonomi kian solid. Produktivitas, kata Wapres, perlu ditingkatkan yang berdasarkan riset dan teknologi serta mencermati dinamika geopolitik. Terkait proyeksi perekonomian di tahun depan, Rosan mengusulkan pemerintah untuk memantapkan harmonisasi regulasi antara pemerintah pusat dengan daerah, konsistensi kebijakan, serta kebijakan pajak.
Related Video